November, bulan Pahlawan. Tanggal 10 diperingati sebagai Hari Pahlawan. Sudah pasti yang ada di pikiran kita adalah sederetan peristiwa sejarah dan nama- nama besar para pahlawan. Meski terkesan sangat kuno, mengingat atau belajar tentang sejarah bangsa bukan sebuah kebiasaan buruk. Bahkan dari sejarah itulah, manusia bisa belajar untuk lebih bijak. Paling tidak, tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa lampau.
Saya tak peduli kalau ada anggapan bahwa pemikiran saya terlalu kuno. Toh saya tak seperti itu. Saya tetap menatap masa depan, baik masa depan saya, anak, siswa. Masa lalu saya sering saya ceritakan kepada siswa agar mereka bisa melihat betapa prihatinnya hidup di zaman saya, dan tujuannya agar mereka bisa lebih termotivasi untuk lebih baik daripada saya. Itu akan menjadi kebanggaan bagi saya jika mereka lebih sukses di masa depannya.
Bingkai sejarah bangsa bisa diibaratkan seperti bingkai sejarah diri. Ada historiografi sejarah, ada juga historiografi pribadi ---diary---. Fungsinya sama, agar hidup lebih terarah dan bijak.
Ketika kita mengingat kisah hidup pribadi, maka serangkaian peristiwa, suka- duka pastilah ada. Tak mungkin hidup sengsara terus, atau sebaliknya hidup selalu bahagia pun tak mungkin. Roda hidup selalu berputar. Kadang di atas, kadang di bawah.
Mari kembali ke masa kecil kita
Untuk menghilangkan rasa jenuh, sesekali kita mengingat masa lalu, masa kecil, di mana kita bebas berlarian di jalan ---saya orang kampung--- tanpa khawatir lalu lalang kendaraan bermotor. Tak takut dengan jalan berbatu atau jalan becek. Kotor? Sudah biasa.
Lalui atau napak tilas setiap tempat bersejarah dalam hidup. Sekolah, dari TK sampai SMA atau Perguruan Tinggi. Biar bisa ingat lagi, bagaimana perjuangan ketika bersekolah, mungkin sering dimarahi guru, atau takut ketika "dipacar- pacarke".
Nah, kalau sudah seperti itu, apa yang kita rasakan? Otak lebih fresh. Tanpa sadar kita akan tersenyum ketika mengingat masa lalu yang mungkin konyol. Atau bisa jadi ada penyesalan ketika ternyata menyakiti orang tua, guru atau tetangga. Dalam hati kita akan sadar dan meminta maaf. Jika pun tak sempat meminta maaf, maka secara tanpa sadar kita akan mendoakan orang yang telah kita sakiti.Â
Wah... luar biasa ketika mengingat masa lalu kita.
Bagaimana ketika mengingat masa lalu bangsa?
Masa lalu bangsa lebih sulit kita ingat karena memang tak kita alami. Bukan berarti kita tak bisa mengetahui masa lalu bangsa. Caranya hanya membaca sejarah bangsa. Jika sudah membaca, kita bisa menarik benang merah dari sebuah peristiwa dengan peristiwa lain. Karena peristiwa satu akan berdampak ke banyak hal, baik dampak positif maupun negatif.
Pastinya kita berharap di masa kini, peristiwa kelam di masa lalu bangsa tak terulang lagi. Semangat persatuan, saling menghargai, sudah ada sejak dahulu. Sekiranya memahami sejarah bangsa maka kita tak akan sembarangan menilai buruk atas ras atau agama tertentu. Bagaimanapun sejarah telah mengajarkan bahwa persatuan dan kesatuan, pengorbanan dan saling toleransi sudah diajarkan para pahlawan.
Pahlawan dari Sabang sampai Merauke bersatu tanpa melihat dari suku mana mereka, agama apa mereka.Â
Mengingat perjuangan sendiri, perjuangan para pahlawan bisa dilakukan setiap saat. Hanya saja kita lebih mudah mengingat masa lalu pribadi. Sedangkan mengingat perjuangan bangsa jauh lebih sulit, karena tergantung pada kemauan untuk membaca buku- buku sejarah. Meski sebenarnya penyusunan buku sejarah memang terkadang menjadi alat pemerintah untuk memberi kesan baik. Ada kepentingan pemerintah yang mempengaruhi isi buku. Namun kita masih bisa melakukan kritik sejarah. Dalam hal ini kita tak perlu pesimis. Masih banyak sejarawan Indonesia yang terus mengkaji berbagai sejarah. Tak jarang apabila sejarah yang kita tahu di masa sekolah, akhirnya direvisi pada muatan pelajaran masa sekarang.
Pada akhirnya semoga kita bisa menghargai para guru yang mendidik di masa sekolah kita. Selain itu, semoga kita bisa lebih menghargai para pahlawan bangsa yang berkorban jiwa raga demi Indonesia merdeka. Lalu ada harapan terus agar selalu ada jiwa kepahlawanan dalam diri manusia Indonesia dari tingkat bawah sampai tingkat pusat. Selalu mengutamakan kepentingan nasional dibanding kepentingan pribadi atau golongan.
Selamat Hari Pahlawan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H