Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Bingkai Sejarah Diri dan Bangsa

8 November 2019   11:01 Diperbarui: 8 November 2019   11:07 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: m.detik.com

November, bulan Pahlawan. Tanggal 10 diperingati sebagai Hari Pahlawan. Sudah pasti yang ada di pikiran kita adalah sederetan peristiwa sejarah dan nama- nama besar para pahlawan. Meski terkesan sangat kuno, mengingat atau belajar tentang sejarah bangsa bukan sebuah kebiasaan buruk. Bahkan dari sejarah itulah, manusia bisa belajar untuk lebih bijak. Paling tidak, tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa lampau.

Saya tak peduli kalau ada anggapan bahwa pemikiran saya terlalu kuno. Toh saya tak seperti itu. Saya tetap menatap masa depan, baik masa depan saya, anak, siswa. Masa lalu saya sering saya ceritakan kepada siswa agar mereka bisa melihat betapa prihatinnya hidup di zaman saya, dan tujuannya agar mereka bisa lebih termotivasi untuk lebih baik daripada saya. Itu akan menjadi kebanggaan bagi saya jika mereka lebih sukses di masa depannya.

Bingkai sejarah bangsa bisa diibaratkan seperti bingkai sejarah diri. Ada historiografi sejarah, ada juga historiografi pribadi ---diary---. Fungsinya sama, agar hidup lebih terarah dan bijak.

Ketika kita mengingat kisah hidup pribadi, maka serangkaian peristiwa, suka- duka pastilah ada. Tak mungkin hidup sengsara terus, atau sebaliknya hidup selalu bahagia pun tak mungkin. Roda hidup selalu berputar. Kadang di atas, kadang di bawah.

Mari kembali ke masa kecil kita

Untuk menghilangkan rasa jenuh, sesekali kita mengingat masa lalu, masa kecil, di mana kita bebas berlarian di jalan ---saya orang kampung--- tanpa khawatir lalu lalang kendaraan bermotor. Tak takut dengan jalan berbatu atau jalan becek. Kotor? Sudah biasa.

Lalui atau napak tilas setiap tempat bersejarah dalam hidup. Sekolah, dari TK sampai SMA atau Perguruan Tinggi. Biar bisa ingat lagi, bagaimana perjuangan ketika bersekolah, mungkin sering dimarahi guru, atau takut ketika "dipacar- pacarke".

Nah, kalau sudah seperti itu, apa yang kita rasakan? Otak lebih fresh. Tanpa sadar kita akan tersenyum ketika mengingat masa lalu yang mungkin konyol. Atau bisa jadi ada penyesalan ketika ternyata menyakiti orang tua, guru atau tetangga. Dalam hati kita akan sadar dan meminta maaf. Jika pun tak sempat meminta maaf, maka secara tanpa sadar kita akan mendoakan orang yang telah kita sakiti. 

Wah... luar biasa ketika mengingat masa lalu kita.

Bagaimana ketika mengingat masa lalu bangsa?

Masa lalu bangsa lebih sulit kita ingat karena memang tak kita alami. Bukan berarti kita tak bisa mengetahui masa lalu bangsa. Caranya hanya membaca sejarah bangsa. Jika sudah membaca, kita bisa menarik benang merah dari sebuah peristiwa dengan peristiwa lain. Karena peristiwa satu akan berdampak ke banyak hal, baik dampak positif maupun negatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun