Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bingkisan Tak Sampai

25 Oktober 2019   08:08 Diperbarui: 25 Oktober 2019   08:12 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: bibitbunga.com

"Kamu diingatkan kok begitu. Bu guru bisa marah..." ucap bu guru.

"Marah saja. Mengko ta antil..." (nanti kuhajar), ucapku saat itu. Aku yakin bu guru sangat sakit hati padaku. Namun bu guru sering melupakan kenakalanku demi melihatku menulis. Meski aku tak bisa membaca kata- kata yang kutuliskan. Aku menulis bukan perkata, tetapi perhuruf. Akibatnya tulisanku tak rapi dan tanpa spasi atau jarak perkata.

Kalau aku mengingat kenakalanku waktu SD dulu, aku merasa bersalah dan berdosa. Untuk itu aku berusaha menemui orang terkasih, yang sangat berarti untukku. Ya, bu guruku. Bu Sari. 

Aku melakukan napak tilas ke sekolahku dulu. Bangunannya lebih modern, bersih, indah. Tak ada lagi sudut sekolah tempatku bersembunyi untuk makan buah mangga waktu itu. Tempat itu saat ini menjadi ruang perpustakaan yang megah. Sungguh berbeda jauh dengan kondisi sekolah ketika aku belajar di sana.

Aku menuju ke ruang guru. Ruangan itu sudah berpindah. Aku harus bertanya pada satpam sekolah untuk menemukannya. Sedang ruang guru yang lama, sudah rata dengan tanah dan beralih fungsi menjadi lapangan basket.

"Bu Sari sudah purna, mas..." ucap satpam itu ketika mengantarku ke ruang guru. 

Aku kaget. Ternyata bu Sari tak ada lagi di sekolah. Namun satpam itu tak mengetahui alamat bu Sari yang tepat. Aku bertekad untuk mencari alamat beliau. 

**

Aku berada di depan rumah sederhana. Tanpa pagar besi di sana. Sebagai gantinya pagarnya berupa pohon teh- tehan yang ditata setinggi dada. Kemudian di sisi kanan rumah ada tumbuhan melati yang sedang berkuncup. Meski sangat sederhana, namun tetap nyaman dan segar dipandang.

Rumah itu terlihat sepi. Entah di mana penghuninya. Aku sendiri masih ragu, apakah rumah itu tempat tinggal Bu Sari atau bukan. 

Tiba- tiba dari sisi kiri rumah muncul seorang lelaki yang kutaksir usianya sudah mendekati kepala empat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun