"Apa mas Mumtaz nggak kasihan sama Husna?"
"Lalu bagaimana denganmu sendiri, Put?"Â
Kuhela nafas panjang.
"Apa kamu benar kasihan sama Husna?" aku terdiam.
"Sudah lama kan aku mengajakmu bersama lagi tapi kamu..."
"Ibu, mas. Aku pikirkan ibu dan perasaanku..." sanggahku.
**
Mas Mumtaz menggenggam tanganku begitu memasuki teras rumah keluarganya.
"Apapun yang terjadi, aku akan bersamamu dan Husna, Put. Semoga ibu bisa menerima..."Â
Hatiku menjadi ciut. Aku merasa asing di rumah nenek Husna. Rasanya aku ingin lari sejauh mungkin tetapi tangan ayah Husna semakin erat menggenggam tanganku yang dingin.Â
Memasuki ruang keluarga, aku dikejutkan oleh suara Husna yang memanggil namaku. Entah kapan dia sampai di sini. Seharusnya dia masih berada di sekolah. Ada kegiatan mabit. Kulihat dia bercengkerama bersama neneknya. Dia membisikkan sesuatu pada neneknya lalu berdiri dan menghambur ke arahku dan ayahnya.