Sherly, bidadari hatiku, mendekatiku. Sedari kemunculannya di tempat janjian ini, kulihat wajahnya muram. Tak seperti biasa kulihat.
Setelah berada di hadapanku dia menyalamiku. Tanpa cium punggung tanganku. Itu belum boleh dia lakukan. Dia belum sah menjadi pendamping hidupku.Â
Dia mengambil posisi duduk di samping kiriku. Dia menghela nafas panjang. Seolah mau melepaskan beban berat yang menghimpit dadanya. Kubiarkan dia menyusun ungkapan hatinya.
"Mas, aku bingung..."
Sherly memulai pembicaraan. Tangannya masih memegang HP. Lalu diletakkannya di meja depan kami.
"Bingung kenapa, coba kamu cerita. Aku pasti mendengarmu..."
Sesaat kulihat dia masih bingung untuk mengungkapkan perasaan galaunya. Minuman susu jahe yang sudah kupesan sebelumnya sudah diantar ke meja kami.
"Diminum dulu, Sher. Biar anget. Kan di sini dingin. Aku belum boleh memelukmu..."
Aku mencoba mencairkan suasana hati pujaan hatiku itu. Aku ingin melihat senyum manisnya yang selalu terbayang dan terbawa di alam mimpiku.Â
"Mas Gesang ini bisa saja..."
Senyum Sherly terkembang. Aku tersenyum. Dadaku bergetar tiap kali melihat senyumannya. Aku terpesona pada keanggunannya. Wajah tanpa polesan make up itu benar- benar membuatnya berbeda dengan temannya, termasuk Nita.