Aku tak tahu, apa yang terjadi pada Sherlyku. Seharian ini dia tak mengirimkan pesan. Membalas pesanku pun tidak. Kuharap tak ada masalah apapun dengannya.
Berulang kali ku mengecek HP. Galau. Ingin menelepon atau video call, aku khawatir kalau mengganggunya. Bisa jadi malam ini dia baru mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan esok hari.
Kutatap layar HP. Kubuka galeri foto. Foto bersamanya ---ketika pertama kali berjumpa setelah lama tak mengetahui kabar beritanya--- masih tersimpan di sana. Ya...untuk obat kangen kalau rindu melanda hati.
Foto- foto itu diambil oleh mahasiswiku. Salah satu foto kugunakan sebagai wallpaper HPku. Tiba- tiba Nita mengirimkan WA padaku.
"Sherly kenapa, Sang. Kok dia kelihatan kesal..."
Aku terkejut dengan pesan Nita. Aku merasa tak memiliki masalah apapun dengannya. Kemarin pun kami masih berkomunikasi.
Tapi hari ini memang nyaris tak ada komunikasi. Tak seperti biasa. Pesan- pesan standar, sudah shalatkah, sudah makankah, juga tak mampir di kontakku.
"Kami tak ada masalah apa- apa. Apa dia cerita sesuatu...?"
Aku jadi galau sendiri. Entah ada apa dengan perempuan pujaanku itu.Â
Kusorot kontak Sherly. Kuketikkan pelan pesan untuknya. Antara ragu, penasaran dan khawatir. Berulang kuedit pesan yang kuketikkan. Aku bingung untuk mencari kalimat yang tepat.
Di tengah kebingunganku, Sherly meneleponku.
"Mas, masih di Eden atau di rumah?"
"Iya. Masih. Ini di parkiran. Ada apa, Sher?"
"Aku mau bicara sebentar..."
"Kan ini kamu juga bicara..."
Tawa ringannya kudengar. Kukira dia menyadari ada yang salah dari kalimat yang baru saja diucapkannya.
"Heheee... maksudku ketemu..."
"Ketemu. Apa nggak salah denger aku, Sher...?"
Aku tak percaya dengan apa yang kudengar. Jelas saja, dia sendiri ingin merahasiakan hubungan kami, malah dia mau mengajakku bertemu.
"Kalau nggak bisa ya sudah..."
Aku buru- buru meralat ucapanku. Kuurungkan untuk pulang demi Sherly dan mengobati rasa rinduku.
Kami bersepakat bertemu di tempat yang kira- kira tidak sepi tapi tak disambangi para peserta diklat. Cukup sulit juga mencarinya. Untuk menentukan tempat bicara memakan waktu lama.Â
Saat ini ke menunggu bidadari hati keduaku itu. Bidadari pertamaku pastinya ibuku. Tak terkira bahagiaku. Namun kebahagiaanku agak terganggu.Â
Kulihat Sherly yang menuju ke tempatku menunggunya. Wajahnya tak seceria biasanya. Ah...ada apa dengan bidadariku itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H