Ayah Husna masih saja ngambek. Tanpa alasan yang bisa masuk akal bagiku. Hanya karena aku berfoto dengan muridku dulu. Aneh bukan?
Ya... Meski berpisah lama namun cintanya untukku dan Husna tak mengering. Terus saja bersemi. Hingga aku dekat dengan lelaki lain saja, dia sewot. Padahal dia sendiri dulu menikahi perempuan lain. Seharusnya aku yang kesal.
Dia sering mengajakku untuk kembali bersama. Demi Husna. Aku jelas berpikir ulang untuk kembali dengannya, meski secara hukum kami belum bercerai. Tetap saja kuanggap kami sudah bercerai secara agama.Â
Untuk kembali bersama ayah Husna pasti aku harus menghilangkan pikiranku ketika ayah Husna bersama mantan istrinya. Aku tak mau munafik,  menyiksa hati dan pikiranku. Pasti kepalaku akan memikirkan kebersamaan mereka. Makanya  lebih baik hidup bersama Husna saja.
Keluarganya juga tak menerimaku. Mereka hanya menerima Husna sebagai bagian keluarganya. Tidak denganku. Jadi aku tak mau memupuk harapan yang tak mungkin kucapai.
Kalau ditanya adakah sisa cinta untuk ayah Husna, aku mau menjawabnya. Aku benar- benar ingin menghilangkan rasa untuknya.
Aku hanya ingin Husna mendapatkan kasih sayang ayahnya meski ayah ibunya tak bersama.Â
**
Sepanjang jalan ketika pulang sekolah, Husna masih menanyakan balasan dari ayahnya. Sementara aku belum memberikan keterangan apapun.
"Nanti ayah menghubungimu, Husna..."
Aku membohongi Husna. Namun aku berencana menghubungi ayahnya. Akan kuminta pada ayahnya untuk langsung menghubungi nomor Husna.
Aku tak peduli kalau aku akan ditertawakan ayah Husna. Aku tak mungkin menunjukkan pesannya bahwa dia akan ke rumah kalau aku masih sayang padanya. Karena itu bisa saja memberikan harapan untuk Husna. Memberi harapan kalau ayah ibunya akan bersama lagi, seperti impiannya.
***
Sampai rumah. Husna ribut untuk meminta HPnya. Aku terpaksa memberikan HPnya meski belum jadwal untuknya memegang HP. Ya...aku menjadwalkan Husna bisa pegang HP ketika hari Jumat dan Sabtu. Karena terpaksa, aku memberikan HP Husna.
Aku akan berikan HP Husna setelah aku mengirimkan pesan pada ayahnya.
"Mas, tolong WA Husna ke HPnya..."
Lama sekali tak ada respon. Sementara Husna semakin ribut untuk meminta HPnya.
"Sebentar Husna. Ibu ganti baju dulu ya..."
Aku menunda- nunda waktu untuk memberikan HP padanya karena ayahnya belum merespon pesanku.
Aku terpaksa menelepon ayah Husna. Ah... lama juga tak diangkat. Bahkan berkali- kali aku meneleponnya. Terakhir aku melakukan video call. Kutunggu beberapa saat. Akhirnya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H