Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ternyata...

18 Agustus 2019   05:59 Diperbarui: 18 Agustus 2019   06:07 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pict: majalahorasi.wordpress.com

Sebelumnya

Dengan perasaan nano- nano, antara kesal, penasaran, deg- degan aku melirik ke arah layar HP Sherly. 

"Kok lihatnya begitu. Nanti nggak jelas lho, mas..."

Sherly tertawa. Hatiku kesal bukan main. Bisa- bisanya dia membuatku mangkel seperti ini.

"Sudah lihat, mas?"

Sherly menyelidik. Melihat mukaku manyun malah tersenyum lagi. Meski senyumnya manis seperti biasa, tapi kali ini bukannya membuatku bahagia. Iya. Aku kesal.

"Sudah..."

Aku menjawab asal saja. Padahal aku tak melihatnya sama sekali.

"Kalau sudah lihat dan tahu, kok mas manyun gitu..."

Aku hanya diam.

"Mas bohong kan?"

Sherly mempertanyakan kejujuranku. Aku tak menggubris pertanyaan itu.

"Sudahlah. Mas lihat bener- bener dulu..."

Sherly menyerahkan HPnya padaku. Dengan malas kupegang HP itu. 

Mau tak mau aku harus melihat foto lelaki ganteng lain di hati Sherly. Ada dua gambar lelaki di foto itu. Ayah Sherly dan... tunggu dulu! Foto ayah Sherly kenapa ada sepupu Andro?

"Kenapa ada gambarnya Didit di situ, Sher?"

Sherly kaget. 

"Mas kenal mas Didit juga?"

"Iya. Dia sepupu Andro..."

Sherly tersenyum.

"Emang..."

Aku penasaran. Ada sesuatu dengan Sherly dan Didit pasti. 

"Mas Didit itu sepupuku, mas..."

Aku menoleh ke arah Sherly. Memastikan apa yang dikatakan Sherly baru saja.

"Kamu bohong...!"

Aku bersuara keras kali ini. Sherly jadi kaget. Kulihat dia menata hati akibat suaraku tadi.

"Astaghfir... sabar, mas... Aku nggak bohong..."

Sherly membuang muka.  Kemudian menoleh lagi ke arahku. Menatap wajahku.

"Kalau mas nggak percaya, nanti mas tanya sama bapakku saja..."

Wah... kalau urusan sama bapaknya Sherly, aku belum berani tanya lebih jauh, apalagi tentang Didit. Tak lucu juga kalau nanti ketemu bapaknya Sherly, tiba- tiba aku tanya "Pak, apa benar kalau Didit itu..."

"Ibunya mas Didit itu budheku, mas. Trus bapaknya itu omnya Andro... "

Sherly membuyarkan draft percakapanku dengan bapaknya. Sherly mencoba untuk menjelaskan silsilah keluarganya. Aku menyimak. Antara percaya dan tak percaya.

"Makanya ibu dan bapak tadi juga datang ke pernikahan Andro bareng pak lik Rinto dan bulik Intan..."

Aku masih diam. Rasa kesalku mulai luruh juga. Hanya saja, aku belum bisa menanggapi cerita Sherly.

"Kalau mas nggak percaya juga ya sudah. Nggak pa-pa. Tapi kita nggak usah lanjutkan rencana kita..."

Aku terkejut mendengar ucapan dari perempuan ayu di sampingku itu. 

"Waduh... kok gitu. Nggak bisa, Sher. Kita tetap lanjutkan..."

"Habis...mas kayak gitu..."

Sherly membuang muka lagi. Gawat  kalau dia menangis lagi. Masa sehari mau menangis dua kali sehari, di depanku lagi.

"Iya... mas percaya..."

Aku mencolek lengan Sherly. Dari tadi Sherly masih buang muka.

"Sher... kok buang muka terus gitu. Aku nggak mau kalau mukamu hilang..."

Sherly menoleh ke arahku. Senyum indahnya terkembang. 

"Gombalmu, mas..."

Aku tertawa. Sherly merasa digombali. Alah...biarlah.

"Nggak apa- apa. Daripada digombali trus dinikahi Andro, kan lebih baik aku yang nggombali dan nikahi kamu..."

Sherly membelalakkan matanya.

"Apa maksud mas?"

"Kalau kamu dinikahi Andro nanti anakmu kurang bagus kualitasnya. Meski kalian ganteng dan cantik. Kan kalian saudara...hahaha..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun