Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kaum Difabel pun Unggul

16 Agustus 2019   14:56 Diperbarui: 16 Agustus 2019   17:41 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
temadepsicologia.com

Tak ada satupun manusia yang mau dilahirkan tidak sempurna. Orangtuapun pasti menginginkan putra dan putri yang dilahirkannya normal, tanpa cacat. 

Namun keadaan terkadang berkebalikan. Anak yang dilahirkannya tidak sempurna secara fisik. Bila zaman dahulu para orangtua sering malu dan terkesan menyembunyikan anak yang kurang sempurna tadi. Malu jika anaknya berbeda dengan temannya. Akibatnya si anak akan terisolir dari teman- temannya.

Hal tersebut juga masih ditambahi label buruk atas anak kurang sempurna itu. Sekolah Luar Biasa yang dibangun untuk mendidik anak- anak yang kurang sempurna itu malah diidentikkan dengan sekolah  bagi orang gila ---maaf---. Saya ingat betul pandangan seperti itu, meski dulu saya masih kecil, masih kelas I SD.

Saya akhirnya juga merasa takut kalau melewati SLB di desa saya. Semua karena anggapan buruk yang berkembang dalam masyarakat. Bahkan tahun 1988 ketika ibu saya ditugaskan sebagai salah satu guru ---guru PAI--- di SLB itu, saya masih agak takut juga.

Pandangan buruk saya akan SLB dan siswa yang sekolah di sana pelan- pelan hilang. Dari ibu saya, saya jadi tahu bahwa siswa di sana memang secara akademik memang beda dengan siswa pada umumnya. Akan tetapi mereka lebih dilatih untuk mandiri. 

Berbagai keterampilan diajarkan kepada para siswa SLB. Ibu saya juga termasuk ikut berlatih keterampilan itu. Mulai dari keterampilan membuat ukiran, tas rajut, bunga dan sebagainya.

Saya bisa belajar menatah lembaran atau potongan kayu  untuk dibuat menjadi bingkai kaca, asbak dari ibu saya. Kalau tak keliru hasil produksi ukiran para siswa SLB dijual juga. Begitu juga hasil produksi lainnya.

Saya bersyukur karena bisa mengubah pandangan negatif saya, di saat teman saya masih menganggap negatif SLB dan siswanya. Mereka dididik untuk mandiri di tengah keterbatasannya. 

Oleh karenanya saya bisa mengatakan bahwa siswa SLB itu sangat unggul. Tak hanya dalam hal keterampilan, berbagai ajang perlombaan khusus bagi siswa pun mereka terlihat unggul. Bidang seni, olahraga tetap mereka ikuti.

Saat ini anak yang kurang sempurna sering disebut Difabel atau disabilitas. Kedua istilah ini meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Namun ada perbedaan di antara keduanya. Saya kutip dari wikipedia, Difabel (different ability---kemampuan berbeda) didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan dalam menjalankan aktivitas berbeda bila dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan, serta belum tentu diartikan sebagai "cacat" atau disabled. Sementara itu, disabilitas (disability) didefinisikan sebagai seseorang yang belum mampu berakomodasi dengan lingkungan sekitarnya sehingga menyebabkan disabilitas.

Apapun sebutannya, yang jelas anak- anak tersebut tetaplah memiliki semangat dan prestasi membanggakan. Mereka bisa menjadi sosok besar jika diarahkan secara tepat.

Kita lihat ada Gus Dur sebagai tokoh nasional yang mengemban tugas sebagai presiden keempat Indonesia di tengah keterbatasan fisiknya. Meski pada akhirnya Gus Dur digantikan Megawati sebelum masa jabatan berakhir.

Dalam bidang keolahragaan, Indonesia memiliki sejumlah atlet difabel yang mengharumkan nama Indonesia dalam ajang Asian Para Games 2018. Misalnya Nanda Mei Sholihah yang berlaga di cabang olahraga atletik. Dari netz.id, Nanda sebelumnya juga telah memiliki prestasi yang luar biasa, Asian Para Games Singapore (2015) dan Asian Para Games Malaysia (2017).  Dia mendapatkan masing-masing 3 medali emas. 

Selain itu ada Laura Aurelia Dinda, seorang atlet renang. Dari netz.id, pada Asian Para Games Malaysia (2017), Laura menyabet 2 medali emas di nomor renang 100 meter gaya bebas putri S-6. Selain itu, di World Championship Berlin (2018) dia mendapat 2 medali emas, 1 medali perak dan 1 perunggu.

Dalam bidang keagamaan, kita sering menyaksikan di dunia maya, ada banyak anak difabel yang begitu mudah menghafal ayat- ayat Al Quran. Sementara orang atau anak normal malah kesulitan menghafalnya. Tak jarang anak- anak ini membuat kita menangis. Haru, bangga, malu menjadi satu melihat mereka begitu membanggakan bagi orang tua, penonton. Ada Naja, penderita lumpuh otak, namun bisa menghafalkan alquran sejak berusia 8 tahun. Masih banyak lagi anak difabel lainnya yang juga hafal ayat- ayat Alquran dan bisa menginspirasi.

Menjadi unggul di tengah keterbatasan itu sudah seharusnya kita apresiasi sebaik mungkin. Bagaimanapun mereka berhak untuk hidup, sejahtera, menjadi kebanggaan bangsanya sesuai kemampuan mereka. Biarkan mereka berekspresi, mengeksplorasi diri. Kita dukung demi kemajuan bangsa dan negara juga.

***

Bacaan

wikipedia, netz.id, dan sumber lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun