Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kejutan

13 Agustus 2019   13:07 Diperbarui: 13 Agustus 2019   13:31 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pict: 73photoworks.com

Sebelumnya

Setelah aku bertemu Nita dan mendengar kisah Andro, rasanya hatiku merasa bersalah. Aku sudah terlalu lama berburuk sangka padanya. Ya meski nyatanya Andro memang cukup membuat hatiku kesal tak karuan.

Dulu dia tak menganggap aku sebagai teman yang harus ditolongnya. Aku dianggap sebagai saingannya sehingga dia membiarkan aku terjerumus dalam jurang kemalasan. 

Ya selama SMA kami belajar di satu sekolah. Aku dan dia selalu bersaing untuk mendapatkan prestasi terbaik. Dalam hatiku sendiri, ada rasa puas kalau bisa mengalahkan Andro dalam prestasi di sekolah.

Andro juga merasa kesal kalau prestasi akademiknya berada satu tingkat di bawahku. Ibu Andro dan ibuku sendiri ---kalau bertemu--- sampai geleng kepala melihat aroma persaingan kami kala sekolah. 

Ternyata masuk bangku kuliah pun pilihan kampus ketika seleksi masuk perguruan tinggi negeri juga sama. Diterima pun di fakultas dan jurusan yang sama. Aku sampai tak habis pikir. Kenapa itu bisa terjadi. Padahal mimpiku dulu, aku dan Andro bisa beda kampus.

Entahlah. Mungkin ada rahasia Illahi yang belum kupahami sampai saat ini. Sudah saatnya aku menemukan apa rahasia di balik semua itu. 

**

Di kantor dosen. Hanya ada aku. Dosen lain baru di kelas dan menunaikan shalat di masjid kampus.

Aku masih sibuk dengan tugas-tugas mahasiswaku yang harus segera kuselesaikan. Kubagi waktuku sedemikian rupa, agar kuliah magisterku juga berjalan lancar. 

Di tengah aku mengoreksi tugas mahasiswaku, aku disapa suara yang tak begitu asing. Masih dengan gayanya dulu. Asal bicara dan sok kenal denganku. Entah kapan dia masuk kantor dan ada keperluan apa di kampus. 

"Hei, gimana kabarnya, Sang? Keren juga kamu... bisa teman kerja dosen kita..."

Kuangkat wajahku yang masih tertuju pada lembar tugas mahasiswa. Ya... Ada Andro di depanku saat ini. Terpaksa urusan mengoreksi tugas mahasiswa kuhentikan. Bagaimanapun aku bertemu teman seangkatan, aku harus bersikap dewasa. 

"Hei, Ndro. Gimana kabarnya? Sebentar, aku rapikan berkas tugas mahasiswa dulu ya.."

Kurapikan tugas para mahasiswa. Setelah itu aku dekati Andro yang duduk di lobi depan kantor dosen. Kulihat secara sekilas, Andro juga sudah banyak berubah.

"Kamu nggak ada kelas, Sang?" Tanya Andro begitu melihatku mendekati tempatnya duduk.

"Ya...seperti yang kamu lihat ..."

Aku menyalami sahabatku itu. Setelah sekian lama tak kulakukan. Dia sendiri terlihat lebih hangat sekarang ini.

"Tumben kamu ke kampus, Ndro..."

Andro tertawa demi mendengar rasa penasaranku. 

"Iya. Mau titip sesuatu untuk Sherly..."

Aku heran mengapa Andro datang ke kampus untuk menitipkan sesuatu buat Sherly. Andro kembali tertawa ketika melihat  aku terheran- heran.

"Tak usah khawatir, Sang. Tak ada sesuatu antara aku dan Sherly kok..."

Andro mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya. Sesuatu yang kutebak adalah undangan masih dipegang Andro. Dia memandangi undangan itu. Entah undangan dari siapa.

Tak berapa lama kemudian, undangan itu diserahkan padaku. Tak ada kata- kata yang terucap dari Andro ketika menyerahkan undangan itu. 

Kuamati dan kubaca undangan warna biru di tanganku. Ada nama Andro dan Nita. 

Kembali lagi aku merasa surprise dengan undangan itu. Rasanya baru beberapa hari aku berbincang dengan Nita. Tak ada kabar dari Nita kalau mereka mau menikah.  Nita hanya menceritakan kisah hidup Andro yang membuat Nita begitu terkesan. Ternyata oh ternyata... Nita memberi kejutan untukku. Bisa jadi Sherly juga belum tahu tentang kabar Nita ini. Sampai saat ini Sherly juga tak menyinggung nama Nita atau Andro.

"Ini beneran, Ndro? Kalian mau menikah?"

Andro tertawa. 

"Hahah.. Iya, Sang. Ini akhir petualanganku. Aku tak mungkin menyendiri terus kan..."

Aku hanya mengangguk. Aku paham, Andro mungkin kewalahan juga mengurusi Pipit sendirian. 

"Aku beruntung bisa menemukan perempuan yang menerimaku dengan segala kondisiku..."

Aku kembali teringat cerita Nita beberapa hari yang lalu. Andro mengurusi anak yang bukan darah dagingnya sendiri. Sementara sang ibu entah di mana.

"Nita adalah perempuan baik, Ndro. Jangan kecewakan dia..."

Hanya kalimat itu yang terucap dari mulutku. Aku tak mungkin mengungkit nama Pipit kalau Andro belum cerita sama sekali.

"Iya. Sudah kubilang kan tadi. Pernikahanku ini menjadi akhir petualanganku. Aku tahu diri. Aku menikahi Nita sudah membawa anak. Kebetulan mereka sudah dekat..."

Aku belum menanggapi cerita Andro. 

"Nita itu gurunya Pipit, anakku. Nita bisa telaten menghadapi Pipit. Jadi begitulah, akhirnya hatiku luluh juga melihat kedekatan mereka..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun