"Lebaran haji tahun depan?"
Dari layar HP kulihat Sherly membelalakkan matanya. Dia memastikan ucapanku. Ya. Aku ingin di lebaran tahun depan, kami sudah menikah. Rupanya dia terkaget- kaget mendengar harapanku itu.Â
Kukira yang namanya berharap, berdoa, berkeinginan sesuatu yang baik itu tak dilarang siapapun. Termasuk menikahinya.Â
Apalagi dalam ajaran agama. Bagi orang yang baligh ---dewasa--- dan mampu malah diperintahkan untuk segera menyempurnakan separuh agamanya. Kalau belum mampu disarankan untuk menahan diri ---berpuasa---.
Ada banyak kisah dan pengalaman dari saudara, sahabat maupun tetangga yang diberi kelancaran mendapatkan rezeki setelah melangsungkan pernikahan. Padahal tadinya rezeki mereka bisa dibilang nol.Â
Ya...selama diniatkan untuk beribadah, tak hanya bersenang- senang saja. Kalau hanya bertujuan untuk kesenangan maka dalam perjalanan rumah tangga bisa saja berujung perceraian.
"Iya, Sher. Kamu keberatan?"
Tanyaku sesaat kemudian. Tak ada jawaban dari Sherly. Kuyakin dia masih belum mempercayai ucapanku. Dia mungkin masih meragukan aku. Maklumlah pertemuan antara aku dan dia hanya sebentar. Selebihnya komunikasi kami hanya lewat HP.
Aku memang perlu waktu untuk membuktikan ucapanku. Lelaki itu yang dipegang ucapannya. Sejauh mana dia bisa membuktikan setiap kata yang terucap dari mulutnya.
"Apa tak terlalu cepat, mas...?"