Tulisan ini sebenarnya saya buat sudah lama dan pernah saya publikasikan di salah satu akun platform kepenulisan, sekitar 9 bulan yang lalu. Tulisan ini jelas saya buat sesuai pengalaman saya.Â
Saya tak akan membahas bagaimana cara menulis cerpen yang baik, kemarin Kompasianer lain, Rifan Nazhip, telah gamblang menuliskannya. Saya juga belajar banyak dari tips beliau.
Menuliskan Cerita Mini (Cermin), Cerita Pendek(Cerpen), Cerita Bersambung(Cerbung) dengan tema apapun pasti ada tantangan tersendiri. Entah tulisan roman, horor, cerita  lucu.Â
Penulis harus menentukan tema dan ide serta tokoh serta wataknya. Setelah itu penulis harus bisa menarasikan dan mendeskripsikan tokoh, alur, setting cerita dengan apik. Jangan terlalu kaku.Â
Perlu ingat juga kejadian- kejadian di sekitar baik pengalaman pribadi, sahabat, berita viral dan sebagainya. Itu bisa kita jadikan referensi cerita kita meski tak semua cerita secara utuh. Tulisan dibuat tak kaku, biarkan imajinasi mengalir begitu saja.
Saya sendiri sebenarnya masih banyak belajar untuk membuat cerita baik Cerita Mini, Cerita Pendek ataupun Cerita Bersambung. Kadang kala menulisnya ala kadarnya saja. Ceritanya cenderung biasa, datar tanpa ada konflik tokohnya. Endingnya juga tak bagus.
Menuliskan cerita fiksi bisa berhasil, bisa juga gagal. Dari sekian banyak cerita fiksi yang saya buat lebih banyak yang gagal. Sedikit cerpen yang bisa membuat pembaca merasa terbawa suasana.
Butuh imajinasi yang kuat untuk membuatnya. Tentu juga butuh kemahiran menulis kalimat narasi, deskripsi. Padahal itu adalah kelemahan saya. Menggambarkan watak tokoh lengkap dengan setting cerita harus dilakukan dengan jeli. Bahkan kalau perlu ada penjiwaan juga ketika menulis ceritanya. Seperti para artis yang harus all out memerankan tokoh sinetron atau film yang dibintanginya.Â
Saya pun harus menjiwai watak tokoh, menggambarkan dan menceritakan setting dengan pas. Tak jarang saya baper karenanya. Dan saya kadang berpikir, sudah, tak usah nulis cerpen roman lagi, khawatir terbawa suasana. Atau menulis true story saya saja. Heee
Kalau ada teman yang bertanya adakah penulis yang merasa jatuh cinta pada tokoh cerita fiksi yang dibuatnya atau tidak jika cerpen itu roman. Jawabnya ya itu tadi. Nyatanya memang bisa begitu. Mungkin istilah dari Hanum Rais itulah yang namanya menulis dengan hati. Alhasil orang yang membacanya pun bisa terbawa suasana.Â
Saya di sini tak mengatakan cerita fiksi yang saya tulis sudah bagus. Tidak. Tulisan masih amburadul. Saya pernah meminta seorang Kompasianer untuk memberi ide lanjutan cerita, yang bersangkutan juga bingung. Tak apa. Artinya tak selalu cerpen saya bisa dipahami. Saya memang perlu belajar terus. Â