Meski aku berusaha membunuh cemburu nyatanya hatiku teriris. Namun aku tetap berada di sisi ayah Husna, mendengarkan keluhannya. Ah...mas, tahukah kamu kalau aku tak terima dengan keluhanmu itu?
**
Aku menyimak curahan hati ayah Husna itu. Dia tak mau melepaskan anak istrinya.Â
"Selama ini aku menyia- nyiakan mereka, Put. Tapi di saat laki- laki kurang ajar itu ingin mengambil Intan dan Dewi, rasanya ada yang hilang..."
Aku tersenyum meski air mata kutahan.Â
"Itu artinya mas mencintai mereka..."
Aku bangkit dari dudukku.Â
"Mas pertahankan mereka, mas. Kukira itu tidak keliru..."
Aku beranjak. Kumelangkah ke arah tempat parkir di mana motorku berada. Tak kuhiraukan suara ayah Husna yang mencoba menahanku. Sungguh, aku tak kuasa dengan pengakuan ayah Husna itu.
*
Keesokan paginya di sekolah. Aku bersama guru lain menyambut kedatangan para siswa seperti biasanya. Ayah Husna terlihat berjalan ke arah kami.Â