Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bersamamu di Teras Kaca

10 Juli 2019   04:55 Diperbarui: 10 Juli 2019   05:57 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayah Husna tertawa lepas. Aku menjadi salah tingkah sendiri karena pertanyaanku, tentang perasaannya ke anak istrinya.  Dia menilaiku cemburu. Ah entahlah, di bagian mana yang menunjukkan cemburu. Meski sebenarnya aku sengaja mengorek informasi tentang perasaannya selama ini. Masihkah aku dan Husna yang selalu ada di benaknya? Apakah hatinya sudah takluk pada anak istrinya? 

Aku hampir terlupa, bahwa aku di sini bukan untuk mengetahui isi hati ayah Husna. Aku hanya menyampaikan pesan lelaki yang ingin menemui Intan ---istri ayah Husna--- dan anaknya. 

Aku mau lanjutkan ceritaku, namun panggilan dari petugas spot foto memanggil nomor antrian ayah Husna.

"Sudah...ceritanya nanti lagi. Yuk foto berdua, bu Mumtaz..."

Entahlah, aku merasa senang ---tepatnya menikmati--- nama sapaan itu dari ayah Husna, mas Mumtaz. Diraihnya tangan kananku, digandengnya menuju spot foto yang membuatku senam jantung. Keringat dingin dan takut ketinggian juga. Khawatir kalau tiba- tiba ketika ku di sana, kaca-kaca pecah berhamburan dan kuterjatuh di laut selatan. Ngeri membayangkannya.

"Tenang, bu Mumtaz. Aku ada disampingmu. Aku yang akan membuatmu tak takut Teras Kaca di ketinggian 30 meter dari laut selatan ini..." Ayah Husna tersenyum melihatku pucat ketika hendak menuju spot foto yang unik itu.

Dengan perasaan was-was aku melangkah ke spot foto luar biasa ngeri bagiku meski kalau melihat foto-foto di sosmed begitu cantik dan romantis. Tak lupa ayah Husna menyewa juru foto profesional.

*

"Dia ingin bertemu buah hatinya, mas..."

Kuceritakan siapa lelaki yang bersamaku tempo hari. Kuceritakan bahwa lelaki itu mengaku sebagai ayah dari anak istri mas Mumtaz. 

"Oh...begitu? Kenapa baru sekarang dia muncul? Mengapa tak dari dulu?"

Mas Mumtaz begitu marah setelah mendengar penuturanku. Aku maklum. Dia pasti sudah terlanjur mengasihi anak dan istrinya. 

Aku hanya terdiam. Kukumpulkan kekuatan untuk menerima sikap dan keputusan ayah Husna itu.

Aku menjauhi ayah Husna. Aku menuju pendopo yang berada tak jauh dari tempat istirahat di pantai Nguluran itu. Aku memesan makanan kecil untuk mengganjal perutku. 

Air mata tertahan di sudut mataku. Ya...aku merasa telah kehilangan ayah Husna. Dia begitu tak terima dengan apa yang kuceritakan tadi.

Sudah sepantasnya dia mempertahankan keutuhan keluarganya. Aku akan melanjutkan hidupku hanya bersama putri semata wayangku.

Toh selama enam tahun aku juga bisa lalui hidup tanpa suami dan juga anak. Bukankah sekarang aku bisa bersama Husna? Rasanya itu perlu kusyukuri.

*

Aku berada di samping ayah Husna. Kuberikan makanan camilan yang kubeli tadi.

"Menurutmu aku harus bagaimana, Put? Aku ingin beri perhitungan dengan lelaki itu..."

"Terserah mas saja. Ikuti kata hati mas. Kalau mas tak izinkan mereka bertemu, nanti aku hubungi dia..."

"Dia...?" 

Ayah Husna menatapku. Aku hanya menganggukkan kepalaku. 

"Sudah...nanti aku yang hubungi dia. Berikan nomor kontaknya"

Kumencari nomor kontak lelaki bernama Dino itu. Aku menyodorkan HPku yang sudah menampilkan kontak lelaki itu. Diraihnya HPku dan disalinlah nomor kontaknya. Maklum di pantai Nguluran yang terkenal dengan Teras Kacanya itu susah signal. Selama di sana para pengunjung harus "berpuasa" dalam bersosmed.

HPku dikembalikan setelah ayah Husna menyalin kontak kekasih istrinya itu.

"Nomor kontaknya sudah kublokir. Dia tak boleh menghubungimu lagi. Nanti malah bisa jadi dia suka kamu..." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun