Kujauhi Irawan demi Husnaku. Aku trauma kalau Husna menghilang lagi. Meski kemarin sebenarnya dia tak menghilang. Dia mengantar seorang nenek tapi karena belum begitu hafal jalan, akhirnya dia tersesat sendiri.Â
Yang jelas, aku sudah berjanji pada diriku sendiri. Aku tak akan berpikir siapapun, kecuali putriku itu. Apalagi aku menyadari bahwa aku berpisah dengan ayah Husna bukan perpisahan resmi, bukan cerai resmi.Â
Iya. Aku seperti digantung, tak diberi kepastian janda atau bukan. Aku tak ambil pusing lagi. Toh ayah Husna juga sudah berkeluarga lagi, setelah sekian tahun meninggalkan aku.Â
**
Hari Rabu pagi di sekolah.Â
"Siapa laki-laki yang bersamamu kemarin, Put...?"
Ayah Husna langsung menanyaiku begitu melihatku sedang piket pagi. Entah dari mana dia mengetahui aku bertemu siapa. Ah...aku tak ambil pusing.Â
Tapi...tunggu sebentar. Senin kemarin aku ditemui laki-laki yang mengaku ingin bertemu kekasih dan anaknya yang sekarang dinikahi ayah Husna. Dari cerita laki-laki itu, anak yang dibesarkan ayah Husna dan ibu barunya adalah anaknya. Jadi, bukan adik Husna.Â
Laki-laki itu meminta tolong padaku untuk mempertemukannya dengan kekasih dan anaknya. Aku tak mengiyakan keinginan orang itu.Â
*
"Bisa panggil saya dengan sebutan lain, pak?"