Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Event Cerita Mini] Berhasil Karena Pernah Di-bully

6 Juli 2019   23:54 Diperbarui: 7 Juli 2019   05:22 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pict: akuratnews.com

Ketika kecil,aku pernah mengalami kejadian yang membuatku sedih. Tepatnya ketika aku duduk di SD kelas IV.

Bersahabat dengan riang tanpa pilih kasih. Aku ingat jumlah siswa di kelasku sebanyak 28 orang. Dengan berbagai sifat dan karakter. 

Bermusuhan dengan teman, itu sudah lazim. Seperti anak zaman sekarang. Bermusuhan, namun tak lama kemudian rukun kembali, bermusuhan lagi dan seterusnya. Siklusnya seperti itu.

Namun ketika waktu THB atau Tes Hasil Belajar ---kalau sekarang PAS atau UAS--- menjadi awal teman-teman membullyku . Hanya aku lupa di catur wulan ke berapa. Pada waktu aku SD memang masih catur wulan. Jadi dalam setahun pasti akan menerima rapor tiga kal.

Kembali lagi ke pengalamanku. Pada waktu persiapan THB, seperti biasa aku belajar meski kadang tak paham. Kalau belajar di rumah tak selesai maka dilanjutkan di sekolah sampai waktu bel masuk kelas.

Nah pagi itu, aku mengajak temanku belajar di kelas. Kebetulan waktu itu aku sudah rampung belajar di rumah. Jadi di kelas aku tinggal mengulang dan belajar dari kumpulan soal yang diberikan oleh bapakku.

Oh iya. Bapakku termasuk guru SD juga, terutama mengajar IPS. Bapakku sengaja mengoleksi atau mengarsip soal- soal THB dari tahun ke tahun. Arsip itu kemudian dijilid jadi satu. Lalu diberikan kepadaku.

"Ini, ndhuk. Buat belajar.."

Bapak menyerahkan jilidan soal THB itu. Kuterima dengan senang hati. Apalagi bapak bilang kalau soal THB dari tahun ke tahun hampir sama. Mungkin maksud bapak, kisi- kisi soalnya sama. Jadi kalau belajar arsip soal itu insyaAllah bisa mengerjakan soal dengan baik. Apalagi sebelumnya sudah belajar rutin.

Ketika berada di dalam kelas kuajak teman sebangkuku untuk belajar bersama. Kutunjukkan koleksi soal dari bapakku.

"Ayo, Tri. Kita belajar soal ini. Kata bapak soalnya nanti tak jauh beda dengan soal di sini..."

Kutunjuk koleksi soal yang sudah terjilid rapi. Temanku itu ogah- ogahan. Ya sudah. Aku belajar sendirian. Ternyata dari peristiwa itu akhirnya menyebabkan aku dikucilkan atau dibully oleh teman sekelas.

"Wooo... soal sudah dikasih bapaknya. Ya nilainya pasti bagus..."

Begitu kudengar suara teman mulai membully-ku. Teman laki- lakipun juga membully. Beberapa hari aku diperlakukan jahat oleh teman sekelas. Rasanya ingin membolos saja. Namun kuurungkan niatku. Aku tetap mengikuti dan mengerjakan soal THB di jam kedua setelah jam istirahat. Tak nyaman juga ketika di kelas. Batinku tertekan dan tak terima. 

"Ya Allah... kenapa teman- temanku begitu jahat?" batinku menangis. Bagaimana mungkin aku dituduh seperti itu. Dipandang teman bak pecundang, diperlakukan seperti pencuri. Tak ada teman yang mau dekat denganku. Lengkap sudah kesedihanku.

Sampai akhirnya aku tak tahan mendengar ocehan- ocehan semua temanku. Pagi harinya aku mogok, aku tak mau berangkat sekolah. Alhasil ibu bapakku kalang kabut, menanyai penyebabnya, merayuku biar masuk sekolah lagi. Aku tetap tidak mau.

Ibuku berinisiatif menemui guruku di sekolah. Meminta bantuan bu guru untuk membujukku. Datanglah bu guru ke rumah. Akhirnya dengan mata sembab, aku terpaksa masuk sekolah. Mengikuti sisa THB hari itu.

Kini, setelah aku dewasa dan mulai mengabdikan diri di sekolahku dulu, aku menjadi sadar bahwa perlakuan temanku terjadi karena ucapan teman sebangkuku yang tak paham arti koleksi soal THB waktu dulu. Dia tahunya soal THB tahun di mana kami mengikuti tes tersebut.

Mengingat kejadian itu, saat ini ada banyak hal yang kusyukuri. Pertama, aku menjadi seorang perempuan yang harus tahan banting, tebal telinga, selama itu berpegang pada aturan agama dan aturan lainnya. 

Selain itu aku belajar untuk melupakan sakit hati kepada teman- teman SDku. Meski kadang sakit itu masih bisa kurasakan. Namun senyum selalu kukembangkan tiap kali bertemu mereka.

Sikap mereka di waktu kecil telah menempa hidupku menjadi lebih ulet. Bahkan hal yang membuatku sedikit bangga yaitu ketika masuk SMA dan kuliah pun, dibandingkan teman- temanku, aku bisa memilih sekolah favorit di kabupatenku dan perguruan tinggi negeri di kota pelajar.

Sungguh, kepedihan di masa kecil membuatku bersyukur karena bisa meraih kebahagiaan saat ini. Setelah kesedihan pasti datang kebahagiaan karena Allah tidak pernah tidur. Kuyakin itu.

Oh iya. Satu hal yang sampai saat ini menjadi inspirasi dari bapakku adalah aku juga sering mengoleksi soal- soal hasil belajarku, makalah masa kuliah, kliping. Meski sudah usang namun bisa terbaca dan itu menjadi saksi keberhasilanku saat ini.

Kuberterimakasih kepada orangtua, guru, sahabat semua. Dengan kenangan masa kecilku, aku bisa menjadi manusia yang lebih bijaksana.

#fiksianacommunity

#cerminketikaakukecil

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun