Kutunjuk koleksi soal yang sudah terjilid rapi. Temanku itu ogah- ogahan. Ya sudah. Aku belajar sendirian. Ternyata dari peristiwa itu akhirnya menyebabkan aku dikucilkan atau dibully oleh teman sekelas.
"Wooo... soal sudah dikasih bapaknya. Ya nilainya pasti bagus..."
Begitu kudengar suara teman mulai membully-ku. Teman laki- lakipun juga membully. Beberapa hari aku diperlakukan jahat oleh teman sekelas. Rasanya ingin membolos saja. Namun kuurungkan niatku. Aku tetap mengikuti dan mengerjakan soal THB di jam kedua setelah jam istirahat. Tak nyaman juga ketika di kelas. Batinku tertekan dan tak terima.Â
"Ya Allah... kenapa teman- temanku begitu jahat?" batinku menangis. Bagaimana mungkin aku dituduh seperti itu. Dipandang teman bak pecundang, diperlakukan seperti pencuri. Tak ada teman yang mau dekat denganku. Lengkap sudah kesedihanku.
Sampai akhirnya aku tak tahan mendengar ocehan- ocehan semua temanku. Pagi harinya aku mogok, aku tak mau berangkat sekolah. Alhasil ibu bapakku kalang kabut, menanyai penyebabnya, merayuku biar masuk sekolah lagi. Aku tetap tidak mau.
Ibuku berinisiatif menemui guruku di sekolah. Meminta bantuan bu guru untuk membujukku. Datanglah bu guru ke rumah. Akhirnya dengan mata sembab, aku terpaksa masuk sekolah. Mengikuti sisa THB hari itu.
Kini, setelah aku dewasa dan mulai mengabdikan diri di sekolahku dulu, aku menjadi sadar bahwa perlakuan temanku terjadi karena ucapan teman sebangkuku yang tak paham arti koleksi soal THB waktu dulu. Dia tahunya soal THB tahun di mana kami mengikuti tes tersebut.
Mengingat kejadian itu, saat ini ada banyak hal yang kusyukuri. Pertama, aku menjadi seorang perempuan yang harus tahan banting, tebal telinga, selama itu berpegang pada aturan agama dan aturan lainnya.Â
Selain itu aku belajar untuk melupakan sakit hati kepada teman- teman SDku. Meski kadang sakit itu masih bisa kurasakan. Namun senyum selalu kukembangkan tiap kali bertemu mereka.
Sikap mereka di waktu kecil telah menempa hidupku menjadi lebih ulet. Bahkan hal yang membuatku sedikit bangga yaitu ketika masuk SMA dan kuliah pun, dibandingkan teman- temanku, aku bisa memilih sekolah favorit di kabupatenku dan perguruan tinggi negeri di kota pelajar.
Sungguh, kepedihan di masa kecil membuatku bersyukur karena bisa meraih kebahagiaan saat ini. Setelah kesedihan pasti datang kebahagiaan karena Allah tidak pernah tidur. Kuyakin itu.