Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Wacana Impor Guru, Sudahkah Pikirkan 4 Hal Ini Lebih Dulu?

12 Mei 2019   02:17 Diperbarui: 12 Mei 2019   08:00 1948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani, memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri (RTM) terkait Kesiapan Perluasan Penyaluran Bantuan pangan Non-Tunai (BPNT) Tahap IV November 2018, di Jakarta, Kamis (8/11/2018).(Dok. Humas Kemenko PMK)

Rencana Menteri Puan Maharani yang akan mendatangkan guru dari luar negeri cukup menyita perhatian para pendidik dari jenjang terbawah sampai perguruan tinggi. Berbagai diskusi muncul baik di dunia maya maupun dunia nyata. 

Okelah. Saat ini dunia pendidikan memang belum maju seperti yang diharapkan. Akan tetapi impor guru yang diwacanakan oleh Puan Maharani juga tidak menjamin pendidikan yang berkualitas. 

Jujur saja jika terjun langsung di lapangan pasti akan ditemukan banyak hal yang mengindikasikan kualitas pendidikan masih kurang. Namun kualitas pendidikan tak boleh hanya dibebankan kepada pihak guru dan sekolah. Keberhasilan pendidikan bukan sepenuhnya menjadi tugas mereka. 

Keluarga, sekolah, masyarakat dan kebijakan pemerintah juga turut andil dalam menciptakan kualitas pendidikan yang baik. Karena kualitas pendidikan masih kurang maka ada hal yang masih harus dibenahi. Sistem pendidikan nasional Indonesia perlu dikaji ulang. Ketersediaan guru dengan status ASN mencukupi atau belum. Kurikulum sudah sesuai atau belum. 

"Saat dunia pendidikan Indonesia harus menyelesaikan masalah guru honorer, muncul wacana untuk mengimpor atau mendatangkan guru dari luar negeri. "

Urusan ketersediaan guru PNS tahun 2018 mulai dipenuhi pemerintah. Ada seleksi CPNS setelah bertahun-tahun keluar kebijakan moratorium PNS. Ketika moratorium guru, kebutuhan akan guru PNS dibantu oleh guru honorer yang sampai saat ini nasibnya masih terkatung- katung. Kejelasan akan nasibnya masih menjadi perbincangan pro-kontra. 

Nasib para guru honorer menjadi PR bagi pemerintah. Bagaimana solusinya masih ditunggu-tunggu para honorer tersebut. Di saat dunia pendidikan Indonesia harus menyelesaikan masalah guru honorer, muncul wacana untuk mengimpor atau mendatangkan guru dari luar negeri. 

Gambar : radarbogor.id
Gambar : radarbogor.id
Guru atau pendidik baik PNS maupun non PNS ---untuk sebutan honorer dan GTY--- banyak mengeluarkan opini mereka. Saya tertarik dari opini dari seorang Kepala Sekolah akan wacana impor guru tersebut. Beliau mempertanyakan empat hal kepada pemangku kebijakan jika akan mengimpor guru. 

Pertanyaan itu ada empat dan bisa mewakili pertanyaan dari guru lainnya. Beliau mempertanyakan, sudahkah pemangku kebijakan memikirkan keempat pertanyaan ini? 

1. Apakah guru impor paham ideologi, visi bangsa dan budaya bangsa Indonesia? Hal ini penting untuk lebih mengarahkan karakter religius, nasionalis, mandiri, kegotongroyongan serta integritas anak didik. Jika tak terpenuhi tentang kemampuan akan visi, misi dan budaya bangsa, lebih baik maka jelas karakter yang terbentuk bukanlah karakter yang diharapkan lahir dari para anak didik.

2. Bagaimana nasib guru honorer, yang telah sekian lama mengabdi? Hal ini patut dipertimbangkan. Mereka, meski berawal dari kesadaran bahwa status honorer dalam urusan kesejahteraan pasti kurang. Namun kita tidak boleh menutup mata dan hati akan derita mereka. 

3. Adakah di tangan guru impor jaminan kualitas pendidikan akan meningkat tajam? Jika input pendidikan masih kurang, anak didik tak semangat belajar maka jelas bahwa impor guru yang diwacanakan oleh Puan Maharani tidak menjamin pendidikan yang berkualitas. Dalam hal ini dunia pendidikan membutuhkan guru yang bisa menjadi motivator bagi siswanya. 

4. Berapa anggaran yg harus dikeluarkan utk menggaji mereka? Uang darimana? Nambah hutang? Kenapa tidak digunakan utk menambah kesejahteraan guru-guru yg masih honorer? 

***

Keempat pertanyaan itu memang wajar muncul di kepala kita. Bagaimanapun guru banyak yang merasa terluka perasaannya. Apalagi guru honorer yang ketugasannya sama dengan guru PNS namun kesejahteraan tak lebih dari pegawai atau karyawan pabrik. 

Jika memang guru di Indonesia masih banyak yang jauh dari kata kualitas baik, bukankah itu masih bisa dibenahi? Membenahi kualitas pendidikan bisa dimulai dengan cara memperbaiki sistem rekrutmen guru selama ini. 

Guru harus benar-benar berkualitas. Selain itu perlu juga diadakan pelatihan-pelatihan khusus agar mutu guru yang selama ini "dianggap" kurang bisa memenuhi standar. Pelatihan ini harus berkualitas dan rutin dilaksanakan. 

Yang tak kalah pentingnya adalah mengubah mindset guru yg selama ini mengajar sekedar mentransfer ilmu, namun mengabaikan nilai-nilai manusia yg sesungguhnya. Dibutuhkan pendidikan yg memanusiakan manusia, dengan mengedepankan olah rasa, dan olah hati. Ya meski sikap memanusiakan manusia masih terbentur pada banyaknya materi pelajaran yang tak tersampaikan. 

Hasil didikan dari guru yang memanusiakan manusia pada akhirnya akan menghasilkan pemimpin yang selalu berfikir dengan hati yang bening dan penuh perasaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun