Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pangeran Hati

5 Mei 2019   21:03 Diperbarui: 10 November 2019   00:47 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pukul 15.00 mas Widi sudah sampai rumah. Tak seperti biasa. 

"Apa aku disuruh pergi lagi aja...", komentarnya ketika kutanya penyebabnya. Dan aku paling tak suka kalau pertanyaanku dijawab asal. Lebih baik aku ke dapur untuk menyiapkan minuman spesial. Biar aku semakin disayang suami. 

"Oh iya, sayang, tadi aku ketemu temen KKNmu. Dia kirim salam buat kamu..."

"Waalaikumsalaam. Emangnya siapa yang kirim salam...?"

Mas Widi lupa namanya. Lama dia mengingat-ingat tapi tetap lupa. Dia memang termasuk orang yang mudah lupa, apalagi dalam hal meletakkan barang-barang. Untungnya dia nggak lupa jalan pulang untuk menemui aku. Heee... 

"Itu loh... yang ketua KKN kelompokmu.."

Aku sudah tak tertarik untuk mengetahui keadaannya. Hanya doa untuknya agar rumah tangganya bisa langgeng. 

"Oh... Tio"

Mas Widi lalu bercerita tentang kehidupan Tio. Rumah tangganya saat ini berada di ujung tanduk. 

"Dia cerita kalau nggak bisa mempertahankan rumah tangganya. Dia selalu ingat kekasih yang ditinggalkannya. Pinginnya dia kembali tapi tak mungkin. Dia dapat informasi kalau kekasihnya sudah menemukan pujaan hatinya. Kasihan juga..."

Cerita usang itu sebenarnya tak perlu diingat lagi. Menikah itu harus komitmen untuk mempertahankan rumah tangganya. Yang ada di hadapannya, itulah yang harus dijaga sampai maut memisahkan. 

"Kira-kira kamu kenal nggak sama kekasih Tio itu, sayang?"

Aku mengangkat bahuku pertanda aku tak tahu jawabannya. Tepatnya tak tahu harus jawab apa. 

"Halah.. Terus terang saja. Kamu pasti tahu kan?", tanyanya menggodaku. Aku mengelak. Kejadian dulu hanya kenangan, tak harus diulang lagi. 

"Jangan dikira aku tak tahulah, sayang. Aku bukan dosen yang bodoh. Bukan laki-laki bodoh. Kalian dulu pacaran kan?", tanyanya mengejutkanku. Aku jadi mangkel dan salah tingkah sendiri. 

"Ternyata aku dulu saingan sama Tio ya, sayang...", ucapnya sambil tersenyum. 

"Udahlah, mas. Aku hamil gini malah mas bicara kayak gitu. Aku nggak suka..."

Bicara tentang masa lalu sudah basi. Aku ingin menatap masa depan yang sudah kurajut bersama belahan jiwaku.

"Makasih ya, sayang. Kamu jadikan aku pangeran di hatimu. Aku percaya kamu..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun