Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kado untuk Ibu

27 April 2019   10:07 Diperbarui: 10 November 2019   00:22 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nafasku terasa berat ketika mengingatnya. Airmata kutahan agar tak jatuh. Aku tak ingin melihat kedua orangtuaku sedih. Mereka juga tak tahu menahu hubunganku dengan Tio. Aku belum pernah menceritakan kepada orangtuaku. Prinsipku kalau sudah jelas akan sebuah hubungan aku belum mau memperkenalkan ke orangtuaku. Begitu juga Tio. Aku belum pernah diajak untuk berkenalan dengan orangtuanya.

"Kalau sudah lulus, aku bawa kau ke rumah. Terus aku bilang ibu kalau aku mau melamarmu. Nggak usah lama-lama menentukan hari pernikahannya. Sebulan atau dua bulan langsung kita menikah...", begitu ucapnya dulu.

Impian itu tak terwujud. Manusia punya keinginan, Allah yang Maha Menentukan. Kini semua tinggal menjadi kenangan. Mungkin saja ku tak bisa lupakan itu. 

"Oh iya, ndhuk. Tadi ada yang nyari kamu. Ibu lupa namanya..."

"Ada yang nyari, bu?", tanyaku meyakinkan. Ibu mengangguk. 

"Tadi mau WA kamu katanya. Kamu juga kelamaan. Kasihan dia nunggu lama...", terang ibu setengah protes. Ya aku sadar aku terlalu lama di kampus. Jadi aku diam. Tak mungkin aku membela diri. 

***

Di kamar. Aku membersihkan sisa make up yang hampir seharian menutupi mukaku. Rasanya sudah risih. Saking tak terbiasa dengan aneka perlengkapan berhias yang disukai perempuan itu. Terlalu ribet menurutku. 

Setelah wajahku bebas dari lukisan, aku mengambil HP. Dari tadi aku tak pegang HP. Untuk urusan dokumentasi foto nanti pasti dikirimi sama Wahyudi. Dia dengan suka rela menjadi fotograferku seharian ini. 

Segera aku mengecek pesan yang masuk. Aku penasaran dengan cerita ibu tadi. Siapa yang datang ke sini? Rasanya kalau Tio juga tak mungkin. Ahhh... astagfirullah. Mengapa nama itu masih melekat di ingatanku? 

Satu persatu pesan yang masuk kubalas. Belum juga ada yang mengaku ke sini. Ya sudahlah. Lebih baik aku mandi dulu. Biar badanku segar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun