Aku kesal dengan ucapan itu. Kudekati Tio. Kukepalkan tanganku di wajahnya.Â
"Munafik..."
Kubalas ucapannya tadi dengan kesal.Â
"Munafik apaan? Omonganmu itu bikin aku dongkol...", ucapku pelan. Meski tak begitu keras, tapi nyatanya teman-teman yang sibuk di depan laptop jadi saling berpandangan.Â
"Udah, Yo. Emangnya kamu dah selesai ngerjain tugasmu...?", tanya Opik.Â
"Aku tak perlu bikin, Pik. Sudah punya asisten ini...", ucap Tio dengan cueknya. Laptop diserahkan padaku.Â
"Tolong aku dibikinkan. Kulihat kamu nganggur gitu. Aku mau istirahat dulu. Badanku tak karuan..."
***
Tiba-tiba tangan mengelus kepalaku.Â
"Bangun, Ra. Kamu ketiduran di sini?", aku terbangun dan kaget, Tio berada di sampingku. Rupanya aku tertidur di ruang tengah sekretariat. Kuucek kedua mataku. Kurasa pedih. Samar-samar kulihat jam dinding. Jarum jam menunjukkan pukul 02.15.Â
"Kamu pindah kamar sana. Nanti kamu masuk angin..."