Aku kesal bukan main. Punya temen kok dikirimi permintaan pertemanan di FB sampai sekarang tak dikonfirmasi. Khawatir aku ganggu apa gimana?
Oke. Akhirnya kuputuskan batalkan permintaan pertemanan. Ngapain mikirin cowok  nyebelin itu. Tapi terus terang aku tak tahu kenapa dia melakukan itu padaku.Â
Ketemu langsung pun kalau ditanya sesuatu pasti jawabnya sekenanya. Padahal kalau sama Watik, temenku, dia baik-baik saja. Hah... ngeselin banget!Â
"Awas saja kamu, Tio...", batinku sembari membatalkan kiriman pertemanan. Mungkin sudah dua tahunan ini kukirimkan permintaan itu. Kalau nggak kubatalkan, pasti dia gede rasa.Â
**
"Ra, kamu punya kontak Tio nggak? Aku minta dunk...", tanya Watik.Â
"Nggak punya...", jawabku ketus.Â
"Ih... kok sewot gitu. Marahan sama Tio ya?", goda Watik.Â
"Nggak. Kan kamu biasanya yang punya kontaknya..."
"Haduh, Ra...hpku kan kemarin hilang. Trus kontaknya ilang semua.Â
Ah... Watik ini kudet. Kontak kan bisa dibackup di google.
**
Di kampus.Â
Persiapan KKN-PPL segera dilaksanakan. Tapi sebelumnya kelompok KKN PPL ditentukan pihak kampus. Kami mengecek di Fakultas masing-masing. Rencana besoknya akan ada pembekalan di depan Gedung Rektorat.Â
Aku bersama Watik serta teman seangkatan mengecek kelompok KKN-PPL. Alangkah terkejutnya aku, di kelompokku tertera nama Tio. Apa jadinya nanti kerjaku pas KKN nanti. Bisa kesel lahir batin.Â
Tambah lagi, tak ada nama Watik di sana. Malah aku sekelompok sama Wahyudi. Temen yang tak kalah ngeselin. Rasanya pingin nangis.Â
***
Di depan Gedung Rektorat. Pembekalan dilakukan hari itu. Dihadiri juga oleh Dosen Pembimbing KKN-PPL. Aku tak begitu semangat mengikutinya. Aku masih shock karena sekelompok dengan Tio.Â
Setelah selesai pembekalan, mahasiswa diperkenankan mencari sesama anggota kelompok. Aku malas mencari. Aku malah bergabung dengan Watik.Â
"Hei, Â Ra. Kamu lekas ke sini. Kita koordinasi. Ditunggu. Cepet. Ada pak dosen juga...", entah siapa yang kirim pesan itu. Yang pasti pasti temen sekelompok nanti. Mungkin saja Wahyudi yang ngasih nomor kontakku. Â Tadi sebenarnya aku diajak bareng. Tapi aku nggak mau. Tingkahnya bikin aku risih.Â
"Ya. Kalian kumpul di mana?"
**
Kukira Tio kali ini sukses ngerjain aku. Di acara koordinasi tadi, dibentuklah Pengurusnya. Curangnya, aku tak dilibatkan dalam pembentukan pengurus itu. Penyebabnya karena aku terlambat bergabung.Â
Aku ketiban sampur menjadi sekretaris kelompok. Tugasnya pasti berurusan dengan segala macam kegiatan yang harus dilaporkan setelah berakhirnya KKN-PPL.Â
"Apa itu nggak bisa diubah?", tanyaku.Â
Mereka sepakat tak mau mengubahnya.Â
"Kalau kamu pingin ngubah. Gantian saja. Kamu jadi Ketua, aku jadi sekretarisnya...", ucap Tio.Â
Ah... sami mawon. Sama saja. Malah lebih berat. Ngoordinasi semua anggota yang belum kuhafal karakternya.Â
"Udah, Ira sayang. Tak apa. Nanti bisa kubantu deh...", ucap Wahyudi. Rasanya pingin kulempari sepatu saja dia. Sementara temen lain berdehem.Â
**
Hari-hari KKN-PPL kurasa seperti di neraka. Untuk sembilan anggota lain---Sari, Ita, Hida, Opik, Ali, Fira, Althaf, Faiz dan Tari---sih insyaAllah tak ada masalah. Tapi dengan Tio dan Wahyudi bikin tak nyaman.Â
Pekerjaanku ada saja yang dinilai salah sama Tio. Perfectnya minta ampun. Kesalahan sedikit dalam pengetikan yang kukerjakan pasti langsung diprotesnya. Dia sendiri sekadar mengkritik, tak mau membantu mengedit.Â
"Fungsi sekretaris ya gitu...", ucapnya singkat.Â
Nah kalau sudah begitu, datanglah Wahyudi yang sok jadi pahlawan.Â
"Aku siap membantumu, sayang..."
"Yudi. Udahlah, tak perlu panggil aku kayak gitu. Aku nggak suka!", protesku.Â
"Nggak suka tapi hatimu senang to, Ra?", ucap Tio.Â
Kutinggalkan mereka berdua. Aku bergabung dengan teman lain yang menyiapkan acara baksos untuk lusa.Â
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H