Lahir di tahun 80-an, menikmati masa kecil yang indah. Bermain di tanah lapang, udara segar. Main lompat tali, gobak sodor, bekelan jelang bel masuk, jam istirahat, atau di rumah dan halaman depan masjid di sore hari. Permainan yang saat ini jarang dikenal anak-anak zaman now.Â
Generasi zaman dulu lebih banyak bermain dan berinteraksi dengan teman sebaya. Namun ketika berada di rumah, pasti ada waktu untuk belajar dan menonton televisi. Saat itu stasiun televisi belum banyak seperti sekarang.Â
Meski stasiun televisi belum terlalu banyak, akan tetapi isi tayangan lebih berkualitas. Tak ada infotainment, apalagi reality show. Kedua program acara ini pada beberapa tahun terakhir merajai hampir di seluruh stasiun televisi. Padahal jika diperhatikan nyaris tak ada nilai plus dari kedua program tersebut selain menawarkan hiburan.Â
Tayangan untuk Remaja dan Dewasa
Hiburan memang sangat dibutuhkan manusia, entah masih anak-anak, remaja, dewasa. Semua membutuhkan sesuatu yang bisa membuat fresh. Karena tak selamanya punya waktu dan dana berlebih, maka televisi menjadi salah satu pilihan untuk me-refresh otak dan tenaga yang terkuras untuk melakukan rutinitas pekerjaan.Â
Akan tetapi jika yang ditawarkan oleh stasiun televisi untuk remaja dan pemirsa dewasa hanya sekadar bisa membuat tertawa, bahkan kadang juga pengisi program melakukan tindakan "aneh".
Berbahaya lagi ketika kita menonton tayangan tersebut, anak-anak turut menontonnya karena kesalahan pada jam tayang. Anak-anak akan meniru perilaku, omongan yang "asal njeplak", menggosip, berani pada orang yang lebih tua dan sebagainya. Anak-anak akan mudah terkontaminasi hal-hal yang buruk.Â
Sinetron pun kebanyakan mengetengahkan drama perselisihan, perselingkuhan, pertengkaran, kejahatan dan sebagainya--meski tak semuanya--. Sudah menyajikan kisah seperti itu jam tayang juga tak pas dan tak tepat. Akan lebih baik sinetron, reality show, gosip ditayangkan di mana anak-anak sudah terlelap.Â
Kemudian ada program ajang pencarian bakat. Program ini sangat diminati para pemirsa yang memiliki bakat tertentu. Pada awalnya hanya ada AFI kemudian muncul ajang pencarian bakat lainnya. Acara ini pasti ratingnya tinggi.Â
Pada perkembangannya musik dangdut pun juga ada ajangnya. Namun saya pribadi melihat tayangan-tayangan tersebut terlalu bertele-tele. Terlalu banyak komentator yang berkomentar. Tidak pada poin-poinnya yang disampaikan.
Bisa kita bayangkan satu peserta ajang bernyanyi 5-10 menit tapi komentar, baik pujian, kritik, saran--bisa lebih dari 20 menit. Benar-benar melelahkan untuk menontonnya. Penonton malah tak akan terhibur lagi.Â
Ada baiknya program seperti ini dibatasi durasi waktunya, jangan melebihi 3 jam. Para penonton bisa bosan juga menyaksikannya. Kenapa? Penonton sudah lelah seharian bekerja, terus malam hari--biasanya ajang pencarian bakat  disiarkan malam hari -- harus berlama-lama di depan layar televisi. Ini bisa menurunkan semangat kerja keesokan harinya.Â
Tayangan untuk Anak-anak
Saat ini kebanyakan tayangan untuk anak berupa film kartun dan ajang pencarian bakat. Film kartun yang isinya sesuai dengan tumbuh kembang anak sangat terbatas. Di sela-sela kartun kadang disisipkan tentang tokoh kartun yang jatuh cinta. Ya mungkin sebenarnya kartun itu diperuntukkan bagi remaja yang sudah bisa berpikir dengan nalar meski tetap harus didampingi.Â
Stasiun televisi mungkin harus lebih jeli lagi memilih film kartun andalannya. Pun dengan ajang pencarian bakat. Materi lagu harusnya tetap lagu untuk anak-anak. Bukan seperti yang selama ini kita saksikan. Anak-anak menyanyikan lagu percintaan ala orang dewasa.Â
Pengenalan lagu anak-anak hanya ditawarkan pada program Dudidudidam. Dari tayangan ini anak diajak menyanyi lagu anak era 80-an-90-an. Selebihnya untuk program penambah pengetahuan anak ada Laptop si Unyil, Si Bolang.Â
Sementara tayangan yang memberikan pesan moral, agama, sosial juga tak banyak. Kalau yang sering ditonton anak-anak saya ada Omar Hana, Upin Ipin, Adit Sopo Jarwo. Akan tetapi dua judul pertama yang saya sebutkan berasal dari negeri jiran. Tapi mau bagaimana lagi? Saya cukup kebingungan juga memilih tayangan yang berasal dari dalam negeri.Â
Mengingat minimnya tayangan televisi yang berkualitas saat ini, rasanya ingin kembali lagi ke era 90-an dan mengajak anak ke masa itu. Tetapi tentu hal tersebut tak mungkin.
Saya sebagai seorang ibu berharap akan bermunculan lagi tayangan televisi yang berkualitas baik untuk anak-anak, remaja dan dewasa yang disiarkan pada jam tayang yang tepat. Tayangan televisi yang berkualitas tapi disiarkan pada jam tayang yang tak tepat juga percuma.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H