Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cinta Saja Tak Cukup

11 Februari 2019   11:12 Diperbarui: 11 Februari 2019   11:42 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pict: finansialku.com

Beberapa hari yang lalu di berbagai sosmed maupun link video viral tentang penilangan terhadap seorang remaja, Adi Saputra, dan akhirnya yang bersangkutan melakukan perusakan motor. Pelaku diamankan polisi dan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Tangerang. Dia dikenakan dua pasal perbuatan melawan hukum yaitu pelanggaran lalu lintas dan diduga menjadi penadah motor bodong.

Saya memperkirakan hubungan keduanya akan putus. Namun saya agak kaget ketika membaca berita bahwa keduanya sudah rukun. Bahkan keduanya sudah merencanakan pernikahan. Ada netizen yang berkomentar agar Yunie, yang motornya sudah rusak dan hampir tertimpa motor yang diamuk, memutuskan pacarnya. Hal tersebut diperoleh dari status yang diposting Yunie di akun FBnya. Meski kurang tahu apakah itu benar- benar akun Yunie atau bukan. 

Yunie tidak mau memutus hubungan mereka dengan dalih kalau Adi memiliki beribu kebaikan sehingga tidak perlu diputus karena sebuah kesalahan. Agak gemes juga membaca beritanya. Ya mungkin karena cinta dan jiwanya yang masih remaja sehingga membutakan hati. 

Kalau misalnya saya menjadi keluarga atau orangtua Yunie maka saya tak akan mengizinkan mereka melanjutkan hubungan mereka. Kalau masih pacaran saja, yang jarang bertemu, sudah berlaku kasar. Apalagi kalau sudah berkeluarga. 

Memang seseorang bisa berubah dan selalu belajar untuk memperbaiki diri. Namun perlu diingat bahwa untuk mencari jodoh itu harus memperhatikan akhlak pendampingnya. 

Bersahabat saja harus memilih dan memilah bagaimana perilakunya. Apalagi jodoh. Dalam bersahabat, kita harus memilih sahabat yang memiliki minat dan aktivitas bersama terutama dalam hal positif. Hal tersebut karena akan memotivasi diri untuk bersikap yang baik. Kalau misalnya sahabat bisa menjadi tempat saling berbagi itu juga baik. Saling bertukar pikiran agar bisa lebih memperbaiki diri baik dalam belajar, bersosial, beribadah.

Bukan berarti sebagai sahabat terus harus mengiyakan segala tingkah laku. Perilaku yang buruk harus diarahkan ke hal yang baik. Jangan dibiarkan hanya karena dia sahabat kita. Berpikir kritis demi kebaikan sahabat itu lebih utama.

Untuk memilih sahabat perlu memperhatikan kesemuanya. Nah untuk mencari calon pendamping hidup tentu harus lebih diperhatikan dan dipikirkan masak-masak baik buruknya. Menikah itu merupakan ibadah yang paling lama dan berat yang dilakukan manusia dan butuh komitmen tinggi. Kalau orang Jawa bilang kita harus memperhatikan bobot, bibit, bebet. 

Bibit atau biji. Orang yang menjadi calon pendamping haruslah baik bibitnya. Secara fisik sehat, normal. Seperti ketika petani menanam tanaman,pasti memilih bibit unggul. Maka dalam mencari calon menantu orangtua atau anak harus dengan sungguh-sungguh dalam memilih bibit.

Bebet atau keturunan. Baik buruknya watak bebet itu banyak yang menjadi bibit, seperti bebetnya orang gila, seuntung-untungnya menurunkan orang sinting atau buruk perangainya. 

Bobot atau kelakuan atau keteguhan hati. Meskipun bibitnya baik dan bebetnya orang baik, tetapi apabila anak tersebut memiliki perangai buruk, maka akan menjadi celaan. Apabila kelakuannya buruk, maka akan dijauhi oleh orang lain.

Itu tentang bibit, bobot dan bebet yang biasanya menjadi acuan untuk mencari jodoh menurut orang Jawa. Saya kira di daerah manapun juga setuju dengan prinsip tadi.

Nantinya ketika sudah berkeluarga, antara suami dan istri harus mengelola emosi agar keluarganya langgeng. Menikah bukan hanya merasakan kebahagiaan tapi segala kesusahan atau penderitaan dialami. Oleh karenanya emosi harus diminimalisir masing- masing pasangan. Menikah tak seindah yang dibayangkan. 

Rasa cinta saja tak cukup untuk membina rumah tangga yang harmonis. Butuh perjuangan bersama, mengurangi ego dan sikap dewasa. Sikap seperti itu bisa didapatkan oleh seseorang dalam waktu yang lama. Ada sebuah proses seseorang bisa menjadi orang baik atau berakhlak baik.

Sebagai bentuk rasa cinta dan sayang untuk anak, tentu orang tua berpikir ribuan kali untuk merestui sebuah hubungan percintaan buah hatinya. Mengapa demikian? Orangtua lebih punya pengalaman dalam membina rumah tangga. Hal buruk yang mereka alami ketika membina rumah tangga pastilah tak ingin dialami juga oleh sang anak. 

Jangan sampai akhirnya menyesal telah menikah, meski melihat kelakuan pacar sangat emosional, karena hanya memperturutkan rasa cinta. Masih banyak orang lain yang lebih baik. Toh orang zaman dulu menikah banyak yang dijodohkan dan keluarganya adem ayem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun