Itu tentang bibit, bobot dan bebet yang biasanya menjadi acuan untuk mencari jodoh menurut orang Jawa. Saya kira di daerah manapun juga setuju dengan prinsip tadi.
Nantinya ketika sudah berkeluarga, antara suami dan istri harus mengelola emosi agar keluarganya langgeng. Menikah bukan hanya merasakan kebahagiaan tapi segala kesusahan atau penderitaan dialami. Oleh karenanya emosi harus diminimalisir masing- masing pasangan. Menikah tak seindah yang dibayangkan.Â
Rasa cinta saja tak cukup untuk membina rumah tangga yang harmonis. Butuh perjuangan bersama, mengurangi ego dan sikap dewasa. Sikap seperti itu bisa didapatkan oleh seseorang dalam waktu yang lama. Ada sebuah proses seseorang bisa menjadi orang baik atau berakhlak baik.
Sebagai bentuk rasa cinta dan sayang untuk anak, tentu orang tua berpikir ribuan kali untuk merestui sebuah hubungan percintaan buah hatinya. Mengapa demikian? Orangtua lebih punya pengalaman dalam membina rumah tangga. Hal buruk yang mereka alami ketika membina rumah tangga pastilah tak ingin dialami juga oleh sang anak.Â
Jangan sampai akhirnya menyesal telah menikah, meski melihat kelakuan pacar sangat emosional, karena hanya memperturutkan rasa cinta. Masih banyak orang lain yang lebih baik. Toh orang zaman dulu menikah banyak yang dijodohkan dan keluarganya adem ayem.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H