Seringkali aku mendengar berita di televisi, ada yang tersengat listrik ketika ada petugas yang sedang memperbaiki SUTET.
Ah... entahlah. Pada akhirnya aku ditemui seorang pria. Dia berperawakan tinggi besar, bersih, santun dan berwibawa. Dia adalah Satria. Melihatnya secara langsung akhirnya membuatku membukakan pintu hati untuknya.
Lantunan ayat demi ayat yang ku baca membuat hatiku sedikit tenang. Sementara waktu semakin merambat. Mendekati tengah malam. Kabar dari Satria pun tak ku dapatkan. Ku pandangi HPku. Aku ingin menelponnya, tapi pasti tak dibawanya dalam kondisi perbaikan SUTET. Hatiku resah. Tak terasa buliran air mata jatuh di pipiku.
"Aku harus membiasakan diri untuk kuat...", Batinku.
Ku buka HPku. Ku pilih aplikasi WA. Aku menuliskan pesan untuk Satria. Entah pesan ke berapa yang sudah ku kirimkan. Dia pamit sejak pagi. Tanpa mengabariku. Ku tunggu dan ku tunggu balasan darinya. Sampai akhirnya aku terlelap.
***
" Assalamualaikum, sayang. Sudah pagi... Bangun yuk. Kita shalat subuh bareng...", Ku dengar suara berbisik di telingaku. Aku membuka mata. Ku lihat suamiku sudah berada di sampingku. Segera ku peluk dia. Air mata tak bisa ku bendung lagi.
"Kok malah menangis...", Ucapnya sambil menghapus air mataku. Dia tersenyum.
"Kamu jahat. Kamu nggak ngabari aku...", Aku sesenggukan. Dia memelukku dan mencium keningku.
"Maaf ya, sayang. Aku tak sempat pegang HP. Begitu pegang HP ternyata low bat. Tadi di perjalanan pulang, aku menuntun motor. Kehabisan bensin. Pas mau pulang nggak ngecek. Jadi sampai rumah dinihari..."
Tak ada kata yang terucap. Hatiku bersyukur. Ku rasakan dekapan hangatnya meyakinkan ku untuk selalu siap dan kuat atas pekerjaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H