Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Kali Ini (5)

8 Desember 2018   08:00 Diperbarui: 8 Desember 2018   08:32 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana demi rencana sudah kami buat meski belum lama saling mengenal. Sebentar lagi keluarganya akan datang ke rumah untuk melamarkan aku untuk Ari.

Nadin yang protes berat atas keputusanku.

"Kamu nekat banget, Noura"

"Nekat apa? Aku berniat untuk menyempurnakan separuh agamaku. Tak ada yang salah..."

"Tak salah, Nour. Tapi kamu tak mencintainya. Kamu tak bisa membohongi dirimu. Apa kamu bisa menjalani rumah tangga tanpa rasa cinta...?"

Aku diam saja. Tak ada yang perlu ku jelaskan pada Nadin. Aku tahu dia ingin aku menggagalkan rencanaku. Alasannya rumah tangga Indra tak bisa dipertahankan. Pernikahannya dengan Ziya hanya untuk mensahkan anak yang dilahirkan Ziya. Ah...apa peduliku. Nama Indra sudah ku buang jauh.

---

Ku rasakan Ari menjauhiku. Entah kenapa. Padahal rencana lamaran semakin dekat. Aku jadi bingung sendiri. Ku telepon tak diangkat, ku WA juga tak direspon, di kantor juga sibuk dengan persiapan PAS.

"Aku sudah bicara dengan Ari, Noura...", Tiba-tiba Nadin WA.

Aku kurang paham maksudnya.

"Bicara apa, Din..?", Balasku.

"Tentang perasaanmu yang sebenarnya...", Balas Nadin.

Aku tak membaca lanjutan chat Nadin. Aku sangat shock. Nadin begitu lancang bicara dengan Ari. Dia tak tahu bagaimana perasaanku. Dia hanya memikirkan perasaan di masa laluku.

Ku lihat Ari sudah meninggalkan ruang kantor tanpa menyapaku. Aku mengejarnya, tapi dia tak mempedulikanku.

---
Akhirnya aku nekat pulang juga meski hujan dan petir bersahutan. Hatiku kacau. Terbayang sudah kegagalan kisah cintaku. Aku tak tahu apa yang dikatakan Nadin kepada Ari.

Hujan... Luka itu kembali lagi. Lebih sakit. Ketika kebahagiaan di depan mata, seolah lenyap dalam waktu sekejap.

Hujan deras membuat mataku yang terus menangis semakin pedih. Pandanganku tak jelas. Sampai ku tak melihat dengan jelas ada motor melaju cepat dari arah berlawanan. Dan aku terpental. Ku lihat sekelilingku menjadi gelap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun