Mohon tunggu...
Jonny Ricardo Kocu
Jonny Ricardo Kocu Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pengajar dan Penulis Lepas

Suka Membaca dan Menulis. Tertarik pada Politik & Pemerintahan, Sosial Budaya, dan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Ulasan Buku: Politik Kain Timur - Instrumen Meraih Kekuasaan

28 Maret 2024   16:56 Diperbarui: 28 Maret 2024   23:10 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam bab kelima ini dibahas beberapa topik yang terkait judul abb ini antara lain; keberadaan partai politik, partai politik di tengah sikap kami dan mereka, partai politik dalam irama tradisi pertukaran kain timur dan pilkada 2010: kemenangan Otto Ihalauw. Salah satu temuan menarik dalam pembahasan bab ini yakni, ikatan ideologi partai tidak hadir, namun ketokohan lebih diutamakan. Artinya orang tidak melihat partainya tetapi melihat figurnya. Jadi dukungan yang diberikan kepala partai lebih didorong faktor etnis dan marga si calon tersebut. konsekuensinya partai politik cenderung menjadi lemah apabila tokoh atau orang kuat dalam partai pindah ke partai lain atau mengundurkan diri dari partai.

Sehingga loyalitas tehadap aprtai dianggap lemah dibanding loyalitas terhadap figur. Bahkan secara ekstrim dapat dinyatakan kalau partai politik itu bentuk lain dari kelompok etnis atau marga. Sehingga mobilisasi dukungan dalam partai cenderung lemah dan juga lahir sikap kami dan mereka dalam partai politik, partai politik cenderung dilihat sebgaai parrai etnis tertentu atau marga tertentu.

Bab 6. Tradisi pertukaran Kain Timur dan Mobilisasi dukungan 

Dalam bab ini dibahas mengenai tradisi pertukaran kain timur sebgaai instumen memobilisasi dukungan guna meraih kekuasaan, bahasan mengenai topik ini dibagi menjadi dua. Pertama, mobilisasi dukungan dalam aktivitas pemerintah dan masyarakat ; dan kedua, mobilisasi dukungan dalam aktivitas eletoral.

1). Mobilisasi dukungan dalam aktivitas pemerintah dan masyarakat. Bahasan dalam bgaian ini dipilah menajdi tiga bagian yakni analisis mengenai mobilisasi dukungan diranah birokrasi, ranah politik dan ranahm kemasyarkatan. Dengan bekal dukungan normatif sebagai bupati, Otto Ihalauw memnngeluarkan kebijakan pemerintahan dan pembangunan sekaligus untuk kepentingan melakukan mobilisasi dukungan. Kebijakan pemerintahan dan pembangunan yang dikeluarkan dimaknai sebagai tabungan dan insvestasi yang bisa pada gilirannya menghadirkan dukungan dari masyarakat yang memperoleh manfaaat dari kebijakan-kebijakan itu. Sementara itu, kewajiban melakukan pengembalian bahasan oleh masyarakat sebagai bentuk pelunasan utang kepala Otto Ihawaluh yang telah memenuhi kebutuhan masyarakat melalui kebijakannya.

2). Mobilisasi dukungan dalam aktivitas elektoral.

Uraian diawali dengan bahasan mengenai mobilisasi dukungan awal tahan pencalonan, pembentukan tim sukses dan diakhir dengan bahasan mengenai mobilisasi dukungan untuk mengawal hari pemilihan dan perhitungan suara. Yang menarik pada bgaian ini adalah bagaimana menentukan calon wakil, ternyata pola yang etnisitas dan marga masih dijadikan indikator utama dalam meimilih pasangan colonnya. Begitupun pada tahap membentukan tim sukses, kampanye hingga pemilihan. Semua elemen yang terlibat dalam mobilisasi dukungan dan bekerja untuk kemenangan Otto Ihalauw memaknai relasi mereka sebagaimana tradisi pertukaran kain timur.

Bab 7. Tradisi, Mobilisasi dan Kekuasaan: Sebuah Refleksi

Pada bab ini dikemuakan bahwa mobilisasi dukungan untuk meraih ekkuasaan harus memanfaatkan partai politik. Mobilisasi dukungan bisa dihardikan melalui tradisi pertukaran sebagai inttrumen meraih kekuasaan.

Kajian yang semalam ini dilakukan bahwa mobilisasi dukungan selama ini melalui partai bolitik ( Budiarjo 1981) tidak ditemukan dalam masyrakat Sorong selatan. Karena keberadaan partai politik tumpah tindih bahkan nyaris dan identik dengan keberadaan kelompok etnisitas yang ada di Masyarakat. Sehingga peran partai diambil semua oleh kelompok etnis. Namun ada penegasan menarik pada bab akhir ini bahwa tidak semua tradisi yang ada di masyarkat bisa dimanfaatkan sebagai instrumen memobilisasi. Dan juga penegasan bahwa konsep gift ( Mauss dan Hyde) mirip tapi tidak sama dengan tradisi pertukaran kain timur. Tradisi pertukaran kain timur ada unsur utang-piutang dan unsur menabunng atau invertasi dan berjalan lama dan tidak terputus.

Penegasan penting lain bahwa kemampuan aktor sangta penting dalam mendayagunakan sumber daya menjadi penentu mobilisasi dukungan. Dan temuan menarik lain bahwa tradisi pertukaran kain timur mampu mengikir sikap kami dan mereka dalam masyarakat Sorong Selatan. Di halaman 204 tersedia gambar yang mempermudah kita memahami bagaimana mekanisme hubungan pertukaran yang menghadirkan mobilisasi dukungan dukungan. Bab akhir ini sebenarnya merupakan kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebelumnya, namun dalam bab ini juga dilengkapi agenda kedepan mengenai pertanyaan-pertanyaan yang belum tuntas dijawab atau penelitian lanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun