Mohon tunggu...
Jonny Ricardo Kocu
Jonny Ricardo Kocu Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pengajar dan Penulis Lepas

Suka Membaca dan Menulis. Tertarik pada Politik & Pemerintahan, Sosial Budaya, dan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Ulasan Buku: Politik Kain Timur - Instrumen Meraih Kekuasaan

28 Maret 2024   16:56 Diperbarui: 28 Maret 2024   23:10 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut saya, bab tiga merupakan inti pembahasan mengenai tradisi pertukaran kain timur, artinya penting untuk dipahami pada bab ini, karena akan berpengaruh pada penjelasan bab-bab lanjut.

Ulasan pada bab ini terkait kebiasaan – tradisi masyarakat Sorrong Selatan. Tradisi yang berlaku di masyrakat Sorsel dipaparkan sebagai pengantar, tradisi pertukaran kain timur dan tradisi meramu diulas di sini. Ulasan terkait tradisi pertukaran kain timur meliputi jenis atau ragam, komplesitas, esensi pertukaran kain timur, perbedaan dengan konsep gift ( Mauss dan Hyde). Selain itu diulas pula terkiat tipe kepemimpinnan pria berwibawa atau big man menghadirkan bobot/popot, yakni seorang tokoh yang menjalankan peran pemimpin masyarkata.

Beberapa pokok pikiran penting dalam bab ini : 1) Esensi pertukaran kain timur Pemberian yang diwajibkan pemberian balasan, dengan bunga atau nilai lebih dan berlangsung tampa putus. Hubungan ini saling mengikat dan mengunci kedua belah pihak. 2) Esensi meramu Pilihan antara dua kemungkinan atau kesempatan yang tersedia, mana yang lebih menguntungkan akan dipilih. Dua esesnsi inilah yang menjadikan pokok atau dasar dalam pemanfataan tradisi sebagai instrumen meraik kekuasaan. Pada bab ketiga ini, kita akan tahu bahwa tidak semua pertukaran kain timur bisa diadopsi dan dipraktek dalam mobilisasi dukungan, namun hanya pertukaran tertentu saja.

Tradisi Pertukaran kain timur juga mencakup tiga aspek utama yakni aspek religi, ekonomi dan politik. Bahkan ada penekaan pada halaman 62, bahwa di wilayah kepala burung telah terjadi “ Kapitalisasi Kain Timur” ( Miedema dalam massink, 2002:481). Studi Miedema juga menyatakakan Kain Timur memperoleh nilai ekono yang cukup tinggi sehingga berpengaruh pada kedudukan seseorang dalam masyakat. Sedangkan aspek politiknya jelas, sebagaimana uraian buku ini. aspek religi pun ada, sering dipakai untuk acara ritual bahkan dipercaya dapat menghadirkan arwah.

Tujuan pertukaran kain timur juga bukan untuk mencapai kesejahteraan sosial, melainkan untuk mendapatkan prestise; atau dengan perkataan lain, pertukaran kain timur adalah untuk mencapai kedudukan terpandang dalam masyarakat. Dalam tradisi pertukaran kain timur juga terjadi hubungan yang bercorak asimetris menyerupai hubungan patron-client. Dimana bobot berperan sebagai patron dan anggota masyarakat lain berperan sebagai client. Seperti pemaparan paragraf sebelumnya, sisi pandangan politik bahwa melakukan pemberian kain timur merupakan modal bagi pihak pemberi untuk mengikat pihak penerima, dimana pihak penerima diikat menjadi pendukung guna mencapai tujuan poltik si pemberi.

Pembahasan di bab ini diakhiri dengan penegasan esensi kain timur dan esensi meramu menjadi satu konsep dasar yang digunakan dalam meraih kekuasaan secara khusus memobilisasi dukungan. Halaman 75, esensi tradisi meramu menunjukan bahwa hasil yang lebih baik dan menguntungkan dijadikan bahan pertimbangan seseorang dalam melakukan aktivitas pekerjaan. Dalam kaitannya dengan esensi pertukaran kain timur, pemberian yang diterima adalah pemberian yang dinilai paling menguntungkan baginya. Seseorang akan beralih pada tawaran pemberian lain, apabila tawaran pemberian lain itu memberi hasil yang memuaskan dan menguntungkan baginya.

Bab 4. Otto Ihalauw : Aktor Non Papua dalam Pilkada 2010

Dalam bab ini pembahasan di fokuskan pada salah satu aktor yakni Otto Ihalauw dalam memperebutkan kekuasaan melalui mekanisme Pilkada yang diselenggarakan pada tahun 2010. Pembahasan mengenai latarbelakang keluarga Otto dan perjalanan karier birokrat hingga menjadi bupati sebagai non Papua. Dan dipaparkan juga bagaimana Otto di tengah kelompok etnis asli papua, termasuk pemahaman mengenai tradisi masyarakat, salah satunya tradisi pertukaran kain timur yang akan diadopsi dalam proses perebutan kekuasaan secara khusus mobilisasi dukungan.

Dalam bab ini juga diulas tipe sumbe daya dan sumber daya mana saja yang dimiliki oleh Otto Ihalauw. Yang marik adalah ulasan mengenai asala usul sumber sumber daya (halaman 111), ada sumber daya negara dan sumber daya masyarkat. Jelas posisi Otto sebagai petahana sangat diuntungkan dalam memanfaatkan sumber daya dari negara, seperti memanfaatkan birokrasi sebagai instrumen mobilisasi dukungan, kewenangan mengatur anggaran, proyek pembangunan dan kewenangan lain yang melekat dalam diri beliau sebagai petahana.

Dengan begitu saya melihat petahana memang diunggulkan dalam posisi ini dibanding calon-calon lain, sebagaimana dipertegaskan dalam narasi penutup ( Halaman 116). Sedangkan sumber daya yang berasal dari masyarkat cukup beragam. Sumber daya tersebut berupa kelompok-kelompok etnis, institusi gereja, media massa dan partai politik. Dalam memanfaatkan sumber daya dari masyarakat Otto Ihalauw juga memiliki peluang besar dikarenakan kemampuannya memanfaatkan potensi yang ada.

Bab 5. Partai politik dan pemilihan kepala daerah dalam bingkai politik  politik Kain Timur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun