Mohon tunggu...
Jonny Ricardo Kocu
Jonny Ricardo Kocu Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Suka Menulis dan Tertarik Pada Literasi, Politik dan Pemerintahan, Sosial Budaya, Lingkungan dan Literasi

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Tradisi Kain Timur dalam Praktek Politik Modern: Tinjauan Terhadap Buku Prof. Haryanto

28 Maret 2024   14:05 Diperbarui: 28 Maret 2024   23:13 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kain Bo, Aifat, Ayamaru, 1956. https://www.pustakapapua.com/2023/05/kain-bo-bagian-dari-tradisi-orang.html

Interaksi kritis ini berkaitan dengan bagaimana pembaca menyetujui atau tidak menyetujui atas klaim penulis dengan argumentasi dari pembaca. Saya punya tiga argumen berupa persetujuan dan ketidaksetujuan saya atas klain dan hasil kajian penulis.

Pertama, saya tidak setuju terkait klaim penulis terkait efektivitas tradisi pertukaran Kain Timur dalam pemilihan yang pemenangnya lebih dari satu, misalnya pemilihan legislatif. Menurut penulis dukungan akan efektif apabila memanfaatkan isu kesetiaan kelompok (primordial). Menurut saya, penulis kurang jeli atau tidak mendalami tradisi Pertukaran Kain Timur dalam memobilisasi dukungan dalam pemilihan anggota legislatif. Padahal, pola memanfaatkan tradisi pertukaran dalam memobilisasi dukungan dengan adanya corak patronase, sebenarnya ada dalam pemilihan legislatif.

Misalnya kita coba lihat tabel mengenai asal usul etnis anggota DPRD Kabupaten Sorong Selatan (halaman 133). Menurut penulis anggota DPRD yang terpilih dimana mayoritas kelompok etnisnya berdomisili, namun menurut saya mobilisasi tidak digerakkan oleh kesetiaan primordial saja. Melainkan mungkin penulis lupa bahwa realitas menunjukan kalau mayoritas penduduk di dapil tersebut masih homogen ( se-etnis) dan itu  bukan berarti mobilitas di gerakan oleh kesetiaan primordial, karena masih banyak calon yang berasal dari daerah yang sama. Menurut saya tradisi pertukaran Kain Timur masih berlaku di sini sebagai instrumen memobilisasi dukungan dalam pemilihan yang pemenangnya lebih dari satu seperti anggota legislatif. Kelemahan lain adalah, penulis berfokus pada analisis mengenai mobilisasi dukungan dalam pilkada namun penulis menarik kesimpulan mengenai pemilihan yang pemenangnya lebih dari satu, seperti pemilihan legislatif.

Kedua, sebagian besar klaim penulis secara pribadi saya setuju. Argumen saya bahwa esensi tradisi pertukaran Kain Timur memang masih kuat di wilayah kepala burung (Papua Barat) secara khusus locus kajian ini di Kabupaten Sorong Sorong. Memanfaatkan tradisi pertukaran sebagai instrumen mobilisasi dukungan dalam meraih kekuasaan merupakan salah satu strategi yang bisa digunakan oleh kandidat, tetapi catatannya tergantung kemampuan kandidat dalam memanfaatkan tradisi, sebagaimana klaim penulis.

Ketiga, keberhasilan Otto Ihalauw dalam memanfaatkan tradisi tidak terlepas dari kemampuannya memanfaatkan sumber daya normatif sebagai petahana (bupati). Pertanyaannya, bagaimana bila kandidat bukan petahana, apakah pemanfaatan tradisi pertukaran Kain Timur bisa efektif dalam memobilisasi dukungan ? saya pikir ini salah satu kelemahan atau lubang yang perlu ditelusuri lebih lanjut.

Kontribusi Positif

Buku Politik Kain Timur " Instrumen Meraih Kekuasaan '' tentu punya kontribusi positif bagi pihak akademisi, praktisi politik, maupun masyarakat luas (secara khusus masyarakat di wilayah kepala burung, Papua Barat). Ada  kontribusi positif kajian buku ini versi saya, yakni ;

  • Menambah kajian pengembangan mengenai budaya politik, secara khusus pemanfaatan tradisi sebagai instrumen  meraih kekuasaan. Buku ini menjelaskan fenomena politik dalam konteks masyarakat yang masih memegang teguh tradisi (esensi) pertukaran Kain Timur. Dengan membaca kajian ini, kita mampu memahami fenomena politik lokal di wilayah kepala burung (Papua Barat). Selain  Kabupaten Sorong selatan, kajian ini relevan dengan kondisi praktik politik di kabupaten Maybrat ( tempat asal saya), Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Pegunungan Arfak dan lainnya, karena esensi tradisi pertukaran Kain Timur  masih berlaku di daerah-daerah tersebut.
  • Kajian dalam buku ini memberi rekomendasi bagi partai politik untuk merevitalisasi fungsi mereka yang dicaplok oleh tradisi pertukaran Kain Timur, dimana fungsi partai sebagai instrumen dalam memobilisasi dukungan telah diambil alih oleh tradisi pertukaran Kain Timur, sebagai instrumen memobilisasi dukungan dalam meraih kekuasaan melalui kontestasi pilkada.
  • Kajian buku ini bermanfaat untuk praktisi politik di wilayah kepala burung (Papua Barat) dalam memanfaatkan tradisi sebagai instrumen meraih kekuasaan.
  • Kajian buku ini memberi penegasan bahwa pemanfaatan tradisi pertukaran Kain Timur bisa meminimalisir dan mengurangi sikap 'kami' dan 'mereka' ( kesetiaan primordial) yang selama ini menjadi hantu bagi perkembangan politik lokal, khususnya sebagai penghambat demokratisasi di tingkat lokal.
  • Kajian buku ini bisa dijadikan rujukan untuk studi lanjutan (Budaya Politik) mengenai pemanfaatan tradisi pertukaran Kain Timur sebagai instrumen meraih kekuasaan.

Kelemahan

Setiap karya tentu punya kelemahan secara subjektif di mata pembacanya. Sehingga saya merangkum beberapa poin yang bisa saya tangkap, yakni sebagai kelemahan dalam buku ini, antara lain;

Pada halaman 30,  paragraf kedua bagaimana digambarkan kondisi suku Maybrat dengan geografisnya dengan kondisi yang gersang dan tidak subur. Menurut saya ini kurang akurat karena kondisi alam Maybrat tidak seperti itu dan posisi penulis menjadi dan mungkin ada di wilayah sorong selatan namun membuat kesimpulan ke tempat lain yang ( mungkin) belum di ketahui secara langsung.

Tidak diuraikan lebih dalam mengenai bagaimana budaya meramu berperan dalam mobilisasi dukungan. Padahal ada salah satu bagian dalam buku ini dimana penulis menyilang konsep ( antara tradisi pertukaran kain timur dengan tradisi meramu) namun pembahasan tidak banyak mengenai tradisi meramu, dan pada bagian penutup penulis menyimpulkan mengenai tradisi meramu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun