Mohon tunggu...
Jonny Ricardo Kocu
Jonny Ricardo Kocu Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pengajar dan Penulis Lepas

Suka Membaca dan Menulis. Tertarik pada Politik & Pemerintahan, Sosial Budaya, dan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Bagaimana Nasib Kabupaten Maybrat Pasca Kepemimpinan Bernhard E Rondonuwu

17 Maret 2024   21:34 Diperbarui: 15 Agustus 2024   06:07 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Benhard E. Rondonuwu, M.Si, - https://maybratkab.go.id/2023/08/22/warga-maybrat-memberi-apresiasi-pada-kepemimpinan-pj-bupati/

Apa yang terjadi kabupaten Maybrat selama tahun 2011-2022 ? ini periode  saat saya menjalani masa SMA, kuliah S1 dan S2. Rentang tahun tersebut, terjadi konflik sengketa letak ibu kota kabupaten Maybrat, rentang waktu tersebut telah dua kali diselenggarakan pilkada, yang dimenangkan oleh sosok yang sama - Dr. Bernad Sagrim. Rentang waktu tersebut, banyak dinamika konflik politik terjadi, penyelenggaran pemerintahan tidak efektif, ibu kota kabupaten berpindah-pindah, kumurkek sebagai ibu kota yang terlihat suram. Pembangunan dan pelayanan pemerintahan yang kurang efektif, dan masih banyak masalah yang menimpa, termasuk peristiwa besar yang memilukan hati, konflik bersenjata di Aifat Selatan dan Aifat Timur yang menyebabkan banyak orang mengungsi.

Tapi, ada dua kebijakan yang menarik bagi masyarakat selama periode ini. Pertama, maraknya pemekaran kampung dengan menyediakan akses jabatan di kampung dan kelola dana yang besar. Kedua, penunjukan jabatan kepala kampung tanpa pemilihan langsung, kepada kroninya atau pendukung politik rezim saat itu. Walau bagi saya, kedua kebijakan tersebut telah menghadirkan kerusakan moral masyarakat kampung (baku tipu), memicu konflik dan keterpecahan sosial.

Baca Juga : Keluarga dan Politik Demokrasi di Papua

Namun, satu yang pasti kabupaten Maybrat dalam rentang 2011-2022 adalah periode kelam, bahkan jika dibandingkan dengan masa singkat kepemimpinan Pj. Bupati maybrat saat ini, jauh berbeda. Apa yang salah? Dan siapa yang bertanggung jawab pada periode kelam ini ? Menurut saya, menyalahkan pemimpin yang memimpin selama periode kelam ini, adalah naif. Karena kita sekedar melihat aktor, tanpa melihat sistem dan budaya politik yang membentuk aktor tersebut. Pada ulasan berikut, saya memberi jawaban atas pertanyaan; apa yang salah ? saya rasa pertanyaan ini jauh lebih penting dari sekedar pertanyaan; siapa yang salah ?

Bernhard E Rondonuwu vs Bernad Sagrim  

Melihat keberhasilan Pj. Bupati Maybrat dalam waktu kepemimpinan yang singkat, rasanya membuat kita untuk membandingkan dengan kepemimpin Bernad Sagrim selama hampir 10 tahun sebagai bupati terpilih, hasil pilkada tahun 2011 dan pilkada tahun 2017. Tentu terlihat bahwa Pj Bupati, dengan waktu yang singkat, telah melakukan gebrakan yang luar biasa. Namun, membandingkan dengan bupati sebelumnya, tentu tidak seimbang, karena ada satu titik pijak yang beda. Pj bupati, ditunjuk tanpa proses politik seperti Bernand Sagrim. Artinya, Pj Bupati tidak punya beban politik seperti bupati sebelumnya. Sampai pada posisi ini, kita bisa mengerti alasan mengapa Pj.Bupati melakukan banyak terobosan bagi perbaikan dan kemajuan kabupaten Maybrat, karena ia tidak datang dari proses politik dan memiliki beban politik. Ada dua kata kunci di sini, yang akan saya ulas lebih lanjut ; Proses Politik dan Beban Politik.

Proses Politik dan Beban Politik 

Bagi saya, kegagalan pemimpin hasil dua pilkada sebelumnya di kabupaten Maybrat, bukan persoalan kesalahan aktor (Dr. Bernad Sagrim) belaka, melainkan proses politik dan beban politik yang kita sama-sama hasilkan. Proses politik berkaitan dengan bagaimana kontestasi politik saat pilkada, isu kampanye, lawan politik, biaya politik dan lainnya. Hal inilah yang menyebabkan munculnya beban politik. Beban ini sering ditanggung oleh pemimpin terpilih, akibatnya kepemimpinannya tidak maksimal.

Proses politik (kontestasi dalam pilkada 2017, misalnya). Isu kampanye dan pembelahan dalam masyarakat menjadi kelompok Ayamaru vs Aifat adalah satu dinamika yang seksis kala itu. Isu ini muncul di pilkada, bagi saya disebabkan oleh sentimen identitas, sekaligus siasat elit, yang terbungkus dengan perebutan letak ibu kota maybrat, hingga berlanjut ke dalam kontestasi politik pilkada 2017.

Baca juga : Melihat Misteri Hidup Papua Lebih Dekat Melalui Buku

Bagian ini, saya tidak mengurai banyak, karena saya percaya sebagain besar masyarakat maybrat, masih mengingat dinamika yang terjadi dalam pilkada 2017, atau pilkada 2011, serta implikasinya pasca pilkada.  Implikasi politik pasca kontestasi pilkada, saya sebut dengan "beban politik" yang ditanggung oleh pejabat terpilih. Beban ini terwujud dalam sangsi politik kepada lawan politik, dan balas jasa kepada pendukung politik. Praktek ini mengabaikan aturan main dalam pemerintahan, juga menciptakan penyingkiran (diskriminasi kebijakan) terhadap sesama orang Maybrat. Sehingga fokus pada agenda perubahan dan pembangunan terabaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun