Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Palestina ke Asmat

16 Januari 2018   15:01 Diperbarui: 16 Januari 2018   16:02 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya membagi menjadi tiga jenis sumber yang mengancam kebhinekaan.

Pertama, kelompok orang yang ingin mengganti kebhinekaan, dan karena itu berniat menghancurkannya.

Kedua, orang atau kelompok yang memanfaatkan kebhinekaan untuk kepentingan diri atau kelompok sendiri. Modal utama kelompok ini adalah kemunafikan.

Ketiga, kelompok yang abai, tidak peduli, cuek, dan karena itu tidak merawat kebhinekaan itu sendiri.

Belakangan ini muncul suatu fenomena yang menurut saya unik, tetapi di dalamnya tersimpan sesuatu yang dapat menjadi bara dalam sekam, yang jika suatu saat ditiup oleh angin sepoi saja bisa langsung menyala dan menghanguskan.

Palestina dan Asmat, cermatilah respon di media sosial dalam jaringan terhadap keduanya, Palestina dan Asmat.

'1. Lost Generation

Apa yang terjadi dan yang dialami suku Asmat, sebenarnya jauh lebih memprihatinkan dan lebih memilukan. Bayangkan, kurang gizi, malnutrisi, kelaparan. 

Mampukah anda membayangkan keperihan perut yang kosong, daging di tubuhnya tergerogoti pelan-pelan menyisakan tulang-belulang saja, perlahan-lahan menuju kematian dengan perut keroncongan? aku tidak sanggup. 

Pemerintah daerah di mana suku Asmat berada, di mata saya tak lebih dari makelar-makelar politik demi kekuasaan, tidak lebih tinggi derajatnya dari para maling, kemampuan manajerialnya sekelas pemadam kebakaran, dan minus hati nurani.

Kalau anda pikir apa yang terjadi dan dialami suku Asmat hanya peristiwa kelaparan dan kurang gizi, anda salah besar. Itu adalah terputusnya garis keturunan, hilangnya generasi, itulah genosida. Genosida yang dilakukan bersenjatakan ketidakpedulian, bersenjatakan kemunafikan, bersenjatakan kebohongan.

Dan itu juga adalah gambar yang nyata tentang ketimpangan sosial-ekonomi, terutama ketimpangan kepedulian.

'2. Timpanganya Kepedulian

Ketika Presiden Amerika Serikat mengumumkan pengakuan terhadap Jerusalem sebagai ibukota Israel, media sosial dalam jaringan di sini gempar bukan main. Per detik selalu muncul tulisan di media sosial berupa makian ke Donald Thrump, atau dukungan terhadap Palestina, permintaan dan tekanan terhadap Pemerintah agar memutuskan hubungan dengan AS, bahkan ada yang menggiring ke konflik Agama.

Demo digelar, tangan teracung meneriakkan save Palestina, love Palestina, Amerika kafir, Israel barbar, seruan boikot Amerika. Di pinggir jalan raya bermunculan orang-orang yang memegang kotak kardus bertuliskan for Palestina, meminta sumbangan dari orang yang lewat.

 Doa-doa massal dikumandangkan mendukung dan mendoakan rakyat Palestina, diskusi dan seminar digelar dan dipublikasikan, talk show di TV digelar dan disiarkan. Itu semua adalah baik.

Tetapi tidak ada save Asmat, tidak juga ada demo yang digelar, tidak juga muncul love Asmat, tidak ada tekanan ke Pemerintah, tidak ada kotak dari kardus memungut sumbangan di pinggir jalan, tidak ada doa-doa massal yang digelar, tidak ada seminar dan diskusi, tidak ada talk show yang disiarkan. 

Yang ada hanya BERITA, sekilas berita pagi, lintas siang, berita sore, lintas malam, hanya BERITA, bad news is good news. Saya sangat tidak mengerti mengapa oh mengapa.

Apakah mungkin bahwa iktan bathin dan rasa persaudaraan kita lebih kuat dan lebih besar kepada bangsa yang nun jauh di sana, yang barangkali belum pernah sekalipun kita bersua dengan mereka dan mungkin tidak akan pernah, dibandingkan dengan ikatan bathin dan rasa persaudaraan kita terhadap suku Asmat?. Jika betul begitu, kebhinekaan bukan hanya sudah retak, tetapi sesungguhnya sudah pecah.

Jangan salahkan mereka, jika suatu saat di masa depan, mereka merasa bukan bagian dari kita.

'3. Lie by Data

Pada saat yang sama, pemerintah mengumumkan prestasi yang fenomenal dan spektakuler, yaitu berkurangnya angka kemiskinan tahunan sebanyak sejuta orang lebih sedikit. 

Pemerintah membuka keran impor beras untuk menjaga keamanan stok pangan, menggelontorkan subsidi untuk menaikkan konsumsi ikan perkapita, menaikkan konsumsi daging perkapita. Dan saat itulah anak-anak suku Asmat menderita kurang gizi yang akut, lunglai takbertenaga, meninggal dalam kelaparan berkepanjangan.

Perlu kita pahami bersama bahwa kekurangan gizi akut tidak terjadi dalam semalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun