Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Pilkadal" 2018

14 Januari 2018   11:04 Diperbarui: 14 Januari 2018   11:25 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu apa yang menjadi dasar perkongsian?

Koalisi itu terlihat menjadi seperti pasar dagang, tempat tawar menawar harga. Terlihat juga menjadi seperti bursa saham, tempat menginvestasikan pengaruh untuk margin di masa depan. Itulah bursa politik, tak jauh berbeda dari bursa saham, sama-sama di dalamnya terdapat spekulan dan pialang.

'3. Menihilkan Rakyat

Perkoalisian, saya lebih suka menyebut dengan perkongsian, dibentuk dengan menihilkan rakyat. Koalisi tiga Parpol yang mengusung calon A, itu sama sekali tidak menyertakan partisipasi anggota partai, apalagi menyertakan partisipasi rakyat. Perkongsian terbentuk hanya karena kehendak Ketua Partai. 

Asumsinya adalah seperti ini, jika perkongsian itu memiliki jumlah kursi mayoritas di DPRD, karena DPRD adalah wakil rakyat di daerah, maka otomatis rakyat akan memilih calon yang diusung oleh perkongsian itu, dan menang pada pilkadal, dilantik menjadi kepala daerah, dan lalu .....? apakah ada yang tahu isi dari titik-titik itu?

Dari keseluruhan proses panjang, mulai dari persiapan, penganggaran, penentuan calon, kampanye, rakyat hanya diberikan peran di paling ujung proses, di bilik suara. Masuklah ke bilik suara, pilihlah apa yang sudah terhidang. Kalau menu yang terhidang tidak ada yang kau sukai, itu nasibmu, tetapi tetaplah lakukan hakmu.

'4. Politik Uang

Saya yakin seratus persen, politik uang tetap akan terjadi. Sebabnya adalah pilkadal itu digerakkan oleh uang. Berapa uang agar kau diusung cadi calon, berapa uang agar kau dikenal oleh pemilih, berapa uang untuk iklan di TV dan di Koran, berapa uang untuk menggelar pesta dangdutan, berapa uang untuk media sosial, berapa uang mesti disawer ke timses, dan uang-uang lainnya. 

Hanya saja, karena UU, pergerakan uang akan lebih senyap dan gelap. Ada yang mengatakan sebagai bantuan, yang lain mengatakan sebagai uang kasih sayang.

Itu sebabnya jika ada yang menyalahkan rakyat karena menerima uang dari timses calon, apalagi mengatakan rakyat mata duitan, saya sebut orang itu bangsat. 

Toh rakyat sudah tahu, saat KPU mengumumkan pemenang resmi, saat itu juga rakyat dilupakan. Lalu kenapa rakyat harus dipersalahkan karena memanfaatkan pilkadal sebagai kesempatan untuk sedikit menambah penghasilan? Toh rakyat tidak protes meski lima tahun dilupakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun