Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Pilkadal" 2018

14 Januari 2018   11:04 Diperbarui: 14 Januari 2018   11:25 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kadal, entah kenapa identik dengan kebohongan atau penipuan. Orang yang tertipu disebut dikadali, orang yang sering berbohong dijuluki kadal. Dasar manusia, pikir kadal, kenapa gue yang jadi korban. Mungkin pada komunitas kadal, kadal yang sering berbohong dijuluki dengan manusia.

Entah kenapa pula akronim pilkada sangat mirip dengan kadal. Terutama pemilihan kepala daerah langsung tahun 2018 sangat sesuai jika akronimnya pilkadal, singkatan dari pemilihan kepala daerah langsung. 

Binggoo.... Selain akronim yang pas, makna yang terkandung juga bisa tepat, pilkadal adalah pilihlah kadal. Siapapun yang kau pilih, segera akan lupa padamu. 

Maaf kepada komunitas perkadalan.

'1. Parpol Itu Buat Apa Sih?

Kalau yang dibicarakan adalah apa yang ideal, maka Parpol itu menjadi salah satu sasana untuk menghasilkan politikus mumpuni (negarawan), salah satu kawah candradimuka menggojlok dan mempersiapkan kader politikus tahan banting dan kuat terhadap godaan, baik godaan dari setan alas tetapi terutama godaan dari manusia. Di jaman now, godaan manusia, selain lebih halus dan memikat, juga lebih sulit ditolak karena mengatasnamakan Tuhan.

Masalahnya adalah jagad perpolitikan kita jauh dari ideal. Banyak parpol mencari calon kepala daerah bukan dari kadernya, tetapi dari luar antah berantah. Artis, seniman, pelawak, karena mereka terkenal, menjadi salah satu pilihan favorit. Bayangkan, di suatu daerah, tiga Parpol berkoalisi mengusung satu calon kepda, calon yang diusung itu bukan kader dari ketiga Parpol yang berkoalisi itu.

Lakukan survey, jika elektabilitas keterpilihan anda cukup bagus, duduklah dengan manis, Parpol akan datang meminang anda. Tentu tawar menawar harus terjadi, sebelum perkongsian terbentuk. Take and give, menerima dan memberi.

Jadi, apa sih gunanya Parpol?

'2. Koalisi-Koalisian

Koalisi menjadi keharusan, itu karena Undang-undangnya begitu. Tetapi proses perkoalisian itu mengundang takjub, apa sih dasar perkoalisian? Di suatu daerah, tiga Parpol berkoalisi mengusung satu calon, di daerah lain ketiga Parpol itu pecah perkongsian, mengusung calon yang berbeda, berkoalisi dengan Parpol yang lain lagi. Di daerah lainnya akan berbeda lagi bentuk koalisi yang terwujud. Mencengangkan bukan?

Lalu apa yang menjadi dasar perkongsian?

Koalisi itu terlihat menjadi seperti pasar dagang, tempat tawar menawar harga. Terlihat juga menjadi seperti bursa saham, tempat menginvestasikan pengaruh untuk margin di masa depan. Itulah bursa politik, tak jauh berbeda dari bursa saham, sama-sama di dalamnya terdapat spekulan dan pialang.

'3. Menihilkan Rakyat

Perkoalisian, saya lebih suka menyebut dengan perkongsian, dibentuk dengan menihilkan rakyat. Koalisi tiga Parpol yang mengusung calon A, itu sama sekali tidak menyertakan partisipasi anggota partai, apalagi menyertakan partisipasi rakyat. Perkongsian terbentuk hanya karena kehendak Ketua Partai. 

Asumsinya adalah seperti ini, jika perkongsian itu memiliki jumlah kursi mayoritas di DPRD, karena DPRD adalah wakil rakyat di daerah, maka otomatis rakyat akan memilih calon yang diusung oleh perkongsian itu, dan menang pada pilkadal, dilantik menjadi kepala daerah, dan lalu .....? apakah ada yang tahu isi dari titik-titik itu?

Dari keseluruhan proses panjang, mulai dari persiapan, penganggaran, penentuan calon, kampanye, rakyat hanya diberikan peran di paling ujung proses, di bilik suara. Masuklah ke bilik suara, pilihlah apa yang sudah terhidang. Kalau menu yang terhidang tidak ada yang kau sukai, itu nasibmu, tetapi tetaplah lakukan hakmu.

'4. Politik Uang

Saya yakin seratus persen, politik uang tetap akan terjadi. Sebabnya adalah pilkadal itu digerakkan oleh uang. Berapa uang agar kau diusung cadi calon, berapa uang agar kau dikenal oleh pemilih, berapa uang untuk iklan di TV dan di Koran, berapa uang untuk menggelar pesta dangdutan, berapa uang untuk media sosial, berapa uang mesti disawer ke timses, dan uang-uang lainnya. 

Hanya saja, karena UU, pergerakan uang akan lebih senyap dan gelap. Ada yang mengatakan sebagai bantuan, yang lain mengatakan sebagai uang kasih sayang.

Itu sebabnya jika ada yang menyalahkan rakyat karena menerima uang dari timses calon, apalagi mengatakan rakyat mata duitan, saya sebut orang itu bangsat. 

Toh rakyat sudah tahu, saat KPU mengumumkan pemenang resmi, saat itu juga rakyat dilupakan. Lalu kenapa rakyat harus dipersalahkan karena memanfaatkan pilkadal sebagai kesempatan untuk sedikit menambah penghasilan? Toh rakyat tidak protes meski lima tahun dilupakan.

Jadi, timses yang manapun yang datang mengantarkan uang ke rumahmu, terima semua dan manfaatkan sebaik-baiknya. Nanti di bilik suara, lupakan uang yang kau terima itu, pilih sesukamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun