Mohon tunggu...
Jonnevan Chandra
Jonnevan Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Pelajar di Kolese Kanisius

Senang menulis artikel

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengalaman Mengikuti Olimpiade Sains Nasional

19 November 2024   20:11 Diperbarui: 19 November 2024   21:00 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika pertama kali memutuskan untuk mengikuti OSN tingkat kabupaten, saya tidak pernah membayangkan perjalanan belajar yang penuh tantangan ini. Awalnya, saya hanya memiliki semangat besar tetapi minim persiapan. Materi yang dihadapi terasa begitu sulit, seperti gunung tinggi yang harus didaki. Namun, dorongan dari guru dan teman-teman menjadi bahan bakar semangat saya. 

Saya mulai meluangkan waktu setiap hari, mempelajari teori-teori baru dan mengerjakan soal latihan. Meski sering merasa lelah, setiap keberhasilan kecil, seperti memahami konsep yang awalnya membingungkan, memberi saya kebahagiaan tersendiri. Hari demi hari, saya belajar bahwa kunci dari semua ini adalah konsistensi. Ketika akhirnya berdiri di ruang ujian OSN kabupaten, saya tidak hanya membawa ilmu, tetapi juga keberanian untuk mencoba, apapun hasilnya.

Belajar untuk OSK dan belajar materi sekolah adalah dua pengalaman yang sangat berbeda, seperti berlari maraton dan sprint. Dalam belajar materi sekolah, saya fokus pada buku teks, catatan, dan soal-soal latihan yang terstruktur. 

Ritmenya teratur, dengan ujian yang sudah dijadwalkan, sehingga terasa seperti perjalanan yang aman dan terkendali. Namun, belajar untuk OSK adalah tantangan yang jauh lebih mendalam. Saya harus keluar dari zona nyaman, menggali konsep-konsep yang tidak tercakup dalam kurikulum sekolah dan mencoba soal-soal yang sering kali membingungkan. 

Jika belajar di sekolah adalah mengikuti peta yang sudah ada, belajar OSK seperti menjelajahi hutan tanpa panduan, hanya berbekal insting dan latihan intensif. Meski lebih sulit, belajar untuk OSK mengajarkan saya arti kerja keras dan keberanian menghadapi ketidakpastian.

Ketika pengumuman kelulusan OSK tiba, hati saya berdegup kencang saat membuka hasilnya. Ketika nama saya terpampang di layar sebagai salah satu peserta yang lolos ke tingkat provinsi, saya hampir tidak percaya. Perasaan bangga, lega, dan bahagia bercampur menjadi satu. 

Saya langsung melompat dari kursi, menyerukan kabar baik ini kepada keluarga saya. Mereka memeluk saya erat, mengucapkan selamat dengan senyum bangga yang tidak bisa disembunyikan. 

Rasanya seperti mendapatkan tiket emas menuju impian yang selama ini saya perjuangkan. Pikiran saya pun mulai melayang membayangkan pelatihan daerah yang menanti, tempat di mana saya bisa bertemu peserta hebat lainnya dan menggali ilmu lebih dalam. Malam itu, saya tidur dengan senyuman, penuh harapan untuk langkah besar berikutnya di tingkat provinsi.

Belajar untuk OSN adalah perjuangan yang penuh tantangan dan pengorbanan. Saya tahu bahwa tingkat persaingan akan jauh lebih ketat dibandingkan OSK, sehingga saya mempersiapkan diri dengan lebih serius. Waktu bermain dan bersantai hampir sepenuhnya saya gantikan dengan membaca buku referensi, memahami konsep yang lebih mendalam, dan mengerjakan soal-soal sulit. 

Tidak jarang, saya merasa frustrasi saat tidak bisa menemukan jawaban atau memahami teori tertentu. Namun, setiap kegagalan menjadi pelajaran, dan saya terus mencoba tanpa henti. Malam-malam panjang ditemani kopi dan tumpukan kertas menjadi rutinitas baru saya. 

Dorongan dari guru pembimbing dan semangat dari keluarga menjadi penguat di saat-saat sulit. Melalui perjuangan itu, saya menyadari bahwa keberhasilan bukan hanya soal bakat, tetapi juga tentang kerja keras dan ketekunan.

Menurut saya, model pengajaran dalam pelatihan jauh lebih menyenangkan dan efektif dibandingkan di sekolah. Salah satu alasannya adalah kebebasan yang diberikan kepada peserta. Dalam pelatihan, kita bisa memilih untuk belajar mandiri dengan menggali materi sesuai kebutuhan atau mengikuti arahan dari guru pembimbing.

 Fleksibilitas ini membuat saya merasa lebih bertanggung jawab atas proses belajar saya sendiri, tanpa tekanan untuk selalu mengikuti pola yang seragam. Selain itu, suasana pelatihan yang kompetitif tetapi mendukung juga mendorong saya untuk terus berkembang. 

Dibandingkan dengan sekolah yang sering kali terikat kurikulum dan metode pengajaran yang kaku, pelatihan memberi ruang untuk eksplorasi, diskusi mendalam, dan inovasi. Saya merasa lebih termotivasi karena belajar menjadi pengalaman yang benar-benar saya kendalikan.

Model pengajaran dalam pelatihan ini seperti taman bermain yang penuh dengan berbagai alat dan wahana. Kita bebas memilih alat yang ingin dicoba, apakah itu jungkat-jungkit yang sederhana atau tantangan seperti panjat tebing. Jika di sekolah kita diarahkan berjalan di jalur lurus seperti di sebuah lintasan lari, di pelatihan ini, kita bisa menjelajahi jalur sendiri sesuai minat dan kebutuhan. 

Guru pembimbing berperan seperti pemandu yang menawarkan opsi dan memberi panduan jika kita merasa tersesat, tetapi keputusan akhirnya ada di tangan kita. Kebebasan ini membuat proses belajar terasa seperti petualangan yang menyenangkan, di mana setiap langkah diwarnai rasa penasaran dan kepuasan ketika berhasil menguasai materi yang sulit.

Gedung pelatihan di BPMP memiliki suasana yang khas dan sulit dilupakan. Bangunannya berdiri kokoh dengan dinding berwarna krem yang dihiasi kaca-kaca besar, memantulkan sinar matahari pagi. Halamannya luas, dihiasi pohon-pohon rindang yang memberikan kesan teduh dan menenangkan. Di depan pintu masuk, terdapat papan nama besar bertuliskan "BPMP," menyambut setiap peserta dengan rasa bangga dan antusias. 

Di dalam, lorong-lorongnya rapi dan bersih, dengan dinding yang dipenuhi poster-poster pendidikan dan kata-kata motivasi. Ruang pelatihannya sederhana namun nyaman, dilengkapi meja-meja kayu, kursi ergonomis, dan papan tulis besar yang sering menjadi pusat perhatian. Aroma khas perpaduan kayu dan pendingin ruangan seolah membawa kenangan perjuangan panjang saya saat belajar di tempat ini, membuat rindu semakin terasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun