Indonesia telah dikenal dengan kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan pariwisatanya yang unggul di manca negara, salah satunya negara – negara Asia Tenggara. Potensi yang dimiliki oleh Indonesia, membuat Industri kreatifnya ikut berkembang dan dapat menyaingi negara – negara di Asia.
Industri kreatif yang dipercaya oleh pemerintah di Indonesia karna dapat berpotensi tinggi bagi perkembangan negara adalah industri perfilman. Industri perfilman sejak akhir abad 80-an sudah mendapatkan tempat spesial di masyarakat Indonesia dengan aneka judul film dari Suzzana dan Warkop DKI.
Pada abad 20-an, film – film di Indonesia bergenre romantis mulai meningkat, yang ditandai dengan film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) pada tahun 2001, lalu pada tahun 2008 film yang bergenre petualang, seperti Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan 5 cm mulai menjadi penggemar bahkan melesat ke kancah internasional. Setelah itu, film dengan genre komedi, seperti Marmut Merah Jambu, Cek Toko Sebelah, dan Hangout mulai berlomba – lomba menarik penonton.
Kemudian, film genre horror mulai digemari lagi ditahun 2017, film horror ditandai dengan keluarnya film Danur, belum ada yang bisa menandingi film dari Manoj Punjabi pada saat itu. Para produser berlomba – lomba memproduksi film dengan genre yang sama. Hingga perusahaan Max Picture berani menyaingi dengan film nya yang berjudul Keluarga Tak Kasat Mata.
Berlanjut dengan film – film adaptasi dari novel yang terkenal dan remake dari tahun 80 hingga 90-an, seperti Dear Nathan, Dilan 1991, Nanti Kita Cerita Hari Ini, juga ada Pengabdi Setan, Suzzana: bernapas dalam kubur, Bebas, dan masih banyak lagi.
Beberapa produser industri kreatif perfilman di Indonesia memproduksi film berdasarkan apa yang tengah menjadi trending, sambil menjawab tantangan dari berbagai pihak seturut perkembangan jaman. Dan juga mengejar target pemasaran film – film. Bukan berdasarkan ciri khas sebuah perusahaan atau para produser tersebut.
Namun, masih ada produser berprestasi Indonesia yang tetap mempertahankan ciri khas dalam sebuah film yang diproduksi. Salah satunya, seperti Joko Anwar dan Ernest Prakasa.
Tak hanya itu, para pemain film tanah air atau aktris dan aktor Indonesia ikut menjawab tantangan di era sekarang dengan mulai berkolaborasi dengan para pemain negara lain dalam suatu projek film luar negeri. Sehingga, setiap tahunnya berbagai macam acara sebuah ajang penghargaan yang didedikasikan untuk film, short movie, sutradara, produser, aktris, aktor, dan pemeran pendamping terbaik di tanah air.
Di Balik Permasalahan
Dalam sejarah industri perfilman di Indonesia, terutama selama dua dekade yang lalu, industri perfilman di Indonesia terperosok sangat dalam. Hal ini bukan lain disebabkan karena industri perfilman di Indonesia yang tidak bisa menahan arus film impor dari negara lain. selain itu, persoalan biaya, sumber daya alam dan manusia serta kebijakan pemerintah.
Aktifitas mengimpor film menyebabkan terjadinya kerjasama dengan  pengusaha bioskop nasional, sehingga pengusaha film bioskop lebih memilih film – film luar negeri, dikarenakan lebih menjanjikan. Fenomena tersebut disebabkan tidak adanya regulasi yang ketat dari pemerintah untuk membatasi masuknya film impor.Â