Mohon tunggu...
Jonminofri Nazir
Jonminofri Nazir Mohon Tunggu... Jurnalis - dosen, penulis, pemotret, dan pesepeda, juga penikmat Transjakrta dan MRT

Menulis saja. Juga berfikir, bersepeda, dan senyum. Serta memotret.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Formal, Pendidikan Nonfomal, dan Taman Baca adalah Tiga Serangkai yang Tak Bisa Dipisahkan

8 Juli 2024   15:11 Diperbarui: 8 Juli 2024   21:53 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertanyaan menarik adalah sebenarnya apa sih pendidikan itu? Mengapa kita masuk kelas untuk belajar bersama guru? Saya pernah memikirkan pertanyaan ini cukup lama.

Kesimpulan saya adalah sebenarnya pendidikan, atau agar lebih tepat, saya sebut belajar di kelas, saya sebut katalisator dalam menyerap ilmu pengetahuan. Terutama tingkat SD, SMP, SMA, Si dan S2. Sedangkan S3 berbeda sedikit. 

Kita biasa mendengar kata "katalisator" dalam pelajaran kimia. Zat yang berfungsi sebagai katatlisator adalah unsur yang mempercepat suatu reaksi kimia berlansung. Tetapi zat tersebut tidak mengubah senyawa yang terbentuk. Jadi, ringkasnya katalisator itu tugasnya mempercepat reaksi kimia. 

Kalau istilah itu kita pinjam dalam pendidikan, kelas yang berfungsi sebagai katalisator. 

Coba bayangkan para ilmuwan dalam menyusun menemukan teorinya. Mengapa apel jatuh ke bawah. Mengapa orang melihat harus ada cahaya? Newton telah melakukan percobaan berkali-kali sampai menemukan rumus gravitasi. 

Nah, anak-anak sekarang tidak perlu belajar bertahun-tahun untuk mengetahui mengapa kalau setipa benda jatuh ke bawah, apa yang menarik sebuah benda kalau jatuh ke bawah. Untuk memahami itu hanya dibutuhkan lima menit belajar pada guru di kelas. Atau membaca buku tentang gravitasi. Tamat bukunya, kita paham tentang gravitasi.

Tidak terbayangkan saat ini untuk menjadi seorang dokter tanpa masuk kelas dan praktik bedah mayat. Jika belajar sendiri, seperti yang dilakukan Ibnu Sina dan muridnya untuk mengetahui letak jantung di dalam tubuh. Hidup kita jadi penuh horor. Karena itu, calon dokter harus masuk kelas. Mereka menerima pengetahuan yang dirumuskan dalam ratusan tahun untuk mengetahui ilmu kedokteran hanya dalam enam tahun.

Jadi begitulah yang disebut pendidikan. Lalu apa pula yang disebut pendidikan formal. Pendidikan formal itu gampangnya adalah belajar di sekolah yang mempunyai kurikulum yang disahkan pemerintah. Kurikulum itu mengatur apa saja yang harus kita pelajari selama Sd, SMP, atau SMU. Jadi, ada standar yang harus dipenuhi oleh lembaga pendidikan agar setelah kita lulus, kita mempunyai tingkat pengetahuan segini atau segitu. Standar ini menurut pemerintah cukup untuk bekal kita hidup di masyarakat. 

Jika seseorang ingin cepat bekerja, maka dia masuk kelas khusus keahlian setelah lulus SMU. Di kelas itu ada katalisator untuk siswa yang ingin menjadi akuntan, ahli desain grafis. Jika belajar sendiri juga bisa, tapi makan waktu lama. Dan tidak ada sertifikat yang menunjukkan bahwa seseorang itu memang mempunyai pengetahuan yang cukup di bidang itu. Ijazah dan sertifikat sejatinya adalah bentuk bukti bahwa seseorang itu mempunyai keahlian seperti ditulis di sertifikat. 

Jika seorang anak ingin lebih cepat dan ingin lebih banyak pengetahuannya tentang suatu hal, dia bisa mengikuti pelajaran tambahan di luar, yang disebut kursus, atau pendidikan nonformal. Atau siapa saja bisa mengikuti pendidikan nonformal ini. Namun fungsinya sama saja yaitu sebagai katalisator agar si anak lebih cepat memahami sesuatu.

Nah, ada lagi tipe anak, yang harus ilmu pengetahuan. Dia tidak merasa cukup masuk kelas. Dia juga merasa perlu ikut pendidikan nonformal (misalnya, karena mahal atau dianggap mengulang-ulang apa yang didapat di kelas), dia bisa datang ke taman baca. Taman baca formal namanya Perpustakaan. Taman baca yang dikelola oleh perorangan, ya, namanya taman baca saja.

 

Di taman baca seorang anak tidak melulu harus membaca buku yang terkait dengan pelajarannya di kelas. Bisa saja dia membaca buku fiksi, yang berfungsi untuk mengembangkan daya khayal, atau imajinasi. Baca novel baik sekali, baca puisi juga oke banget. Tinggal pilih.

Sayangnya saat ini tidak banyak taman baca di sekitar saya. Mungkin di sekitar Anda juga tidak ada ya. Numpang baca di toko buku juga sudah susah, karena toko buku banyak yang sudah tutup. Dan bukunya dibungkus plastik.

Tapi begitulah. Selalu ada jalan bagi yang mempunyai kemauan. Dan selalu ada alasan bagi yang malas.

Membaca buku sekarang, bisa melalui online. Beli buku buku melalui online. Buku digital atau buku dari kertas. Tidak punya uang cukup untuk membeli buku? Masih ada jalan sepanjang ada kemauan. Kumpulkan teman-teman yang bisa dijangkau dengan sepeda. Lalu bikin komunitas baca buku. Jika seseorang mendapatkan buku (pinjam, beli, atau buku orang tua), beri tahu teman teman komunitas kecil itu melalui WAG. 

Jadi, pendidikan formal penting banget, pendidikan nonformal juga penting, dan datang ke taman baca wajib, Atau setidaknya bikin WAG untuk tukar-tukaran info tentang buku yang sedang dibaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun