Mohon tunggu...
Jonminofri Nazir
Jonminofri Nazir Mohon Tunggu... Jurnalis - dosen, penulis, pemotret, dan pesepeda, juga penikmat Transjakrta dan MRT

Menulis saja. Juga berfikir, bersepeda, dan senyum. Serta memotret.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita Membutuhkan Sastrawan Negara

2 Juli 2024   07:41 Diperbarui: 2 Juli 2024   12:28 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selasa lalu Taufiq Ismail ulang tahun ke 89. Dia masih sehat. Bisa datang ke TIM, dan naik panggung. Pidato sedikit, dan baca puisi. Penyair besar ini juga diminta menyerahkan hadiah untuk anak yang juara baca puisi. 

Itu bagian dari acara Anugerah Sastra & Kebudayaan tahun 2024 untuk Taufiq Ismail. 

Anugerah itu datang dari  Dinas Kebuyaaan DKI.  Taufiq Ismail tampak sering senyum di panggung di sela-sela acara. Mungkin banyak senyum adalah vitamin yang memberikan kekuatan untuk penyair yang menulis lagu Dunia Panggung Sandiwara, dinyanyikan oleh Achmad Albar. 

Fadli Zon berucap di panggung: Taufiq Ismail layak dapat hadiah Nobel. Tentu saja kita amani harapan Fadli Zon ini. Ini doa semua orang Indonesia: agar hadiah Nobel diberikan kepada salah satu putra terbaik Indonesia. Indonesia yang memiliki sejuta penulis dan penyair mestinya mempunyai peluang membawa Nobel ke tanah air. 

Namun baiknya kita bertanya apa yang bisa kita lakukan di tanah air  sebelum Nobel datang. Saya kira salah satunya adalah mendorong sastrawan atau penulis terus berkarya lebih baik lagi dan lebih baik lagi, menciptakan kondisi bahwa profesi sebagai sastrawan dan penulis bisa diandalkan untuk hidup. 

Dalam hal ini, harus ada permintaan dari masyarakat bahwa mereka membutuhkan karya sastra untuk makanan rohani. Selain itu, pemerintah bisa mengambil peran menyemangati dunia sastra dengan memberikan penghargaan kepada sastrawan dan penulis. Salah satu yang Sayan usulkan di sini adalah pemerintah mengangkat Sastrawan Negara. 

Sastrawan negara ini tentu berheda dengan pahlawan: setelah diberi penghargaan lalu kita lupa atau mereka dilupakan. Tetapi, sastrawan negara itu terus dihidup-hidupkan. Karya dan sastrawan itu digelorakan dan digloriakan. Karena itu, pemilihan sastrawan harus dilakukan dengan amat baik, selektif, terbuka, dan bisa dipertanggungjawabkan. Tidak seperti memilih ketua KPK. 

Tentu saja Taufiq layak menerimanya. Sebab, dia memiliki pencapaian yang tinggi sampai saat ini. Dia telah berkarya sejak muda hingga usia 89 saat ini. Sebagian karyanya, sekitar 100 puisi telah dinyanyikan oleh Bimbo, God bless, Chrisye dan lainnya. Rasanya saya belum pernah mendengar ada celaan bagi penyair hebat ini. Aklamasi kita sebut Taufiq Ismail hebat dan berkualitas. 

Nama Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Sutardji Calzoum Bachri tentu masuk daftar pendek nama calon sastrawan negara. Tentu banyak nama lain yang pantas dimasukkan dalam daftar pendek itu. Tinggal panitia memilih mereka satu per satu. 

Nama lain yang mestinya dapat, dan sudah mendahului kita, dalam dua atau tiga tahun ini, antara lain adalah Sapardi D Damono, Joko Pinurbo, Remy Sylado, Adul Hadi WM. Saya menyebutkan hanya sebagai contoh. 

Mengapa mereka layak mendapatkan status sastrawan negara? Alasan paling utama adalah karena jasa mereka di bidang sastra dan bahasa.  Jadi, mereka sebenarnya adalah seorang pembaharu dan menginginkan Indonesia maju. Karena memberikan kontribusi dalam bidang bahasa tidak banyak orang bisa melakukannya. Hanya para pencipta dan pencinta bahasa yang sanggup melakukannya. Politisi tidak sanggup melakukannya. 

Dari sisi para creator itu, pengangkatan jadi sastrawan negara itu juga penting bagi diri mereka pribadi. Sebab, mereka akan mendapatkan sejumlah fasilitas dari negara. Antara lain, gaji bulanan, fasiltas kesehatan, dan kesempatan menerbitkan karyanya oleh negara. Singkat kata, sastrawan negara itu hidupnya harus sejahtera. 

Kita tahu, banyak sastawan hebat hidupnya melarat di usia tua. Koleksi bukunya banyak, tapi saldo di buku tabungan sedikit. Mereka tidak punya pekerjaan lain, karena mereka profesional dalam menulis, sehingga tidak bekerja tangkap.

Jadi, bisa dipahami jika sebagian dari mereka hidup dalam keadaan "miskin".  Mereka adalah penyair yang hanya bersyair, tidak punya pekerjaan lain. Jasanya tak terhingga untuk kebudayaan dan negara. 

Pemerintah tentu bisa merumuskan kriteria penyair atau sastrawan yang akan dipilih menerima status sastrawan negara. Di daerah, pemda setempat bisa juga mengangkat sastrawan lokal dengan kriteria yang ketat juga. 

Siapa yang berhak mendapat gelar Sastrawan Negara dan bagaimana cara memilihnya, kita bisa menggunakan  kriteria atau membandingkan dengan Malaysia yang telah lebih dahulu mempunyai sistem sastrawan Negara ini. 

Malaysia memberikan sebutan Sastrawan Negara Malaysia pertama kali tahun 1981. Ada panitia yang dibentuk di bawah Dewan Bahasa dan Pustaka, di bawah Kementerian Pelajaran Malaysia, yang bekerja mengurus penyusunan nama yang layak, memilihnya, dan mengusulkan kepada negara. 

Panitia ini bekerja berdasarkan kriteri yang telah disepakati. Merekalah yang memasukkan nama penulis/penyair yang memberikan kontribusi terhadap sastra Melayu. 

Mereka akan meneliti kualitas karya, pengaruh, dan sumbangan mereka terhadap budaya dan bahasa. 

Penyair atau penulis yang terpilih akan menerima uang tunai sebesar RM60.000 atau sekitar Rp210 juta pada kurs Rp3.500. Hadiah tambahan, penyair itu adalah mereka mendapat fasilitas  kemudahan menerbitkan karya hingga mencapai RM500.000.

Ayo, Fadli Zon. Tolong bisikan kapda Presiden terpilih agar mengusulkan undang-undang Sastrawan negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun