Jalaluddin Rumi muda dididik oleh ayahnya sendiri, seorang sufi. Setelah ayahnya wafat, peran guru digantikan oleh murid ayahnya. Jadi, masih satu aliran.
Pada usia 25 tahun, Rumi sudah menjadi Sufi juga, dan ulama yang disegani. Kepintarannya diakui oleh ulama setempat. Dan sudah masuk kelompok ulama yang mampu mengeluarkan fatwa.Â
Rumi makin hebat setelah bertemu seorang darwis pada usia 40 tahun. Darwis adalah sebutan untuk ulama zaman itu yang berpenampilan nya seperti gembel tetapi mempunyai ilmu yang dalam dan luas. Darwis ini yang membuat Rumi semakin matang dalam berfilsafat.
Jabir masih akan melanjutkan belajar tentang Rumi. Dia mempunyai relasi dekat dengan pengagum Rumi lainnya. Sehingga dia tahu siapa yang sedang menerjemahkan buku Rumi lakinya.Â
Selain buku Matsnawi ini, Jabir telah menulis buku mungil tapi dalam  "Perempuan Perspektif Tasawuf ". Buku ini menegaskan bahwa Islam tidak membedakan perempuan dan laki-laki. Sejak dulu, Islam tidak mengenal perjuangan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Substansi laki-laki dan perempuan itu adalah pada ruh. Sedangkan ruh, tidak ada yang perempuan dan tidak ada yang lak-laki. Laki-laki dan perempuan itu hanya tubuh. Tapi ruhnya sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H