Mohon tunggu...
Jon Masli
Jon Masli Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Kerugian Garuda: Saatnya Clean Up BUMN

7 September 2017   09:31 Diperbarui: 7 September 2017   10:15 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Mereka juga sempat kecewa dengan keputusan Direksi yang menambah armada baru di tahun 2015, dan sekarang lebih kecewa lagi dengan kapabilitas tim manajemen Garuda yang mana mereka anggap telah gagal kelola. Dewan Komisarisnya ternyata lemah dalam pengawasan, kebanyakan mereka bukan berlatar belakang operational seperti tim BODnya SQ yang solid menguasai dunia penerbangan yang amat kompetitif, seperti penilaian kaca mata pemegang sahamnya dipasar modal Singapura.

Tapi SQpun juga sempat merugi karena beberapa faktor kunci, seperti persaingan usaha dengan low cost carrier, dan biaya avtur yang tidak terkendali, beban operasional anak- anak perusahaannya seperti SIA Engineer Company, Silk Air, Singapore Airport Terminal Service, SIA Properties, dan pelayanan ground crew yang kalah bersaing dengan para karyawan low cost carrier yang rata- rata berusia lebih muda dari karyawan Singapore Airlines. Kasus SQ itu mirip tapi tak sama, khususnya di kualitas tata kelola.

Dari zaman Soeharto, cerita Garuda selalu klasik dan beda2 tipis, yaitu kalau namanya "Pengadaan pesawaat, pengadaan barang dan jasa", akan menjadi trend berita yang menonjol ketimbang cerita terobosan strategi pengembangan usaha diera persaingan global yang ketat. Konon anggota- anggota direksi dan komisaris Garuda menyandang berbagai gelar akademi dari universitas papan atas, bahkan ada yang dari luar negeri yang katanya selalu siap dengan seperingkat strategi canggih "lagu manajemen klasik" seperti efisiensi, perampingan usaha, pengetatan biaya, restrukturisasi rute, dll. Tapi konyol mengapa kinerjanya kalah dengan pendatang baru seperti Lion Air dan Citilink. (Catatan: Kita juga belum tahu apa cerita kinerja sebenarnya dengan Lion Air, Citilink, Air Asia dll Let us wait and see).

Penyebab kerugian Garuda bukanlah masalah AVTUR dan Tax Amnesty, melainkan adalah Menajemen yang tidak kompeten dan gagal kelola titik. Garuda perlu tim manajemen yang hands on dalam memimpin operasional dengan bertangan besi, bukan orang- orang keuangan saja. Garuda butuh komisaris- komisaris yang memahami arti fungsi pengawasan supaya tidak ada kejadian tikus- tikus kampungan yang berkerah putih yang kerjanya cuman menggerogoti keuangan perusahaan dan getol menambah jumlah pesawat dengan dalih pengembangan usaha.

Garuda harus tegas melakukan restrukturisasi manajemen, cuci gudang para eksekutif yang tidak berkinerja, bukankah kita punya jutaan pool eksekutif yang bertalenta yang selama ini tidak dijangkau secara maksimal. 

Mereka juga selama ini punya kemampuan dan lagi berkarya diperusahaan- perusahaan nasional swasta, dan secara de facto mereka berhak mencalonkan diri menjadi Direksi dan Komisaris BUMN. Jangan selalu terpaku merekrut dan ngambil para eksekutif dari BUMN- BUMN saja seakan- akan berpikiran bahwa perusahaan BUMN harus diisi oleh eks executiveBUMN, menutup pintu bagi putra putri Indonesia terbaik lainnya yang ada diberbagai pooltalenta eksekutif yang lagi tekun berkarya di perusahaan- perusahaan swasta.

Terlalu banyak pencitraan Garuda dengan berbagai pencitraan menerima awards sebagai CEO terbaik, crew cabin terbaik, BUMN terbaik dll, tapi tidak ada terobosan strategi dan inovasi bisnis meningkatkan kinerja Garuda seperti misalnya "menjemput bola dengan menggaet pasar pariwisata dari Cina dengan inovatif" dimana perusahaan- perusahaan penerbangan lain telah terapkan. Garuda hanya menambah armada pesawat berbadan lebar dan membuka rute Cina-Indonesia dengan perwakilan- perwakilannya, di Beijing, Shanghai, beban operasional tanpa ada kejelasan strategi inovasi perang menggaet kueh pangsa pasar".

Kita juga tidak melihat adanya upaya efisiensi mengurangi armada- armadanya dengan mengurangi jumlah pesawat- pesawat berbadan lebar yang membebani bahan bakar dengan penumpang minim.Garuda yang lengket dengan predikat BUMN strategi menunggu bola, berpikir dalam kotak, bukan "out of the box, seperti layaknya perusahaan- perusahaan bergaya monopoli atau oligopoli, adalah contoh konkrit prilaku corporate action BUMN- BUMN yang merefleksi gaya mereka menjalankan perusahaan dengan lamban melakukan perubahan menyesuaikan permintaan pasar dan peluang menjemput bola ini.

Captive market pasar Jemaah Haji adalah makanan empuk yang Garuda nikmati setiap tahun, rute- rute gemuk dalam negeri, tapi aneh rute luar negeri kalah bersaing. Lihat strategi perang pasar apa yang dibuat oleh Airways, Emirates, Qatar Airways, Air China, Korean Air, ketika membuat/ merancang strategi perang pasar yang amat kompetetif ini. Mereka jauh lebih muda dibandingkan Garuda yang sudah exist sejak tahun 50an.

Kami bukan ahli penerbangan yang paham tentang faktor- faktor kunci teknis operasional seperti, Cabin Crew, Ground Staff, Fuel Management, rute penerbangan dan lain- lain yang mana katanya Garuda sudah hebat kinerjanya karena sering dapat berbagai awards ini itu dengan bayaran fantastis ratusan juta bahkan miliaran rupiah, yang asal membuat bos senang sambil mimpi disiang bolong menipu diri sendiri. Ternyata rapuhnya manajemen Garuda yang merugi sampai Rp 3,78 Triliun. Ini korelasi anomali, bagaimana mungkin ketika memenangkan sederetan kinerja pencitraan Awards manajemen, namun hancur lebur keuangannya.

Garuda dapat berdiri lagi, tapi bukan dengan auto pilot, melainkan harus segera beraksi melakukan beberapa solusi masalah manajemen kunci, antara lain:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun