Mohon tunggu...
Jon Marhen
Jon Marhen Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anies Si Pemanis: Pantaskah Anies Baswedan Jadi Gubernur Jakarta?

25 September 2016   12:32 Diperbarui: 25 September 2016   18:02 2477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang yang cukup terkejut dengan sosok Anies Baswedan yang diam-diam menghanyutkan. Setelah hampir tidak tampak dalam proses pencalonan menjadi Gubernur Jakarta dalam Pilgub 2017, tiba-tiba saja Aneis Baswedan muncul menjadi Cagub dari Poros Prabowo bersanding dengan Sandiaga Uno. Keputusan ini benar-benar mengagetkan seperti banjir bandang yang menerpa begitu tiba-tiba tanpa ada yang melihat tanda-tandanya. Saya harus mengakui bahwa judul yang saya tuliskan berkesan click-bait. Tapi bukan berarti tidak berdasar. Saya akan membahasnya satu per satu. Mudah-mudahan para pembaca mau bersabar membaca tulisan ini.

Pantaskah?

Kata “pantas” yang saya maksudkan konteksnya bukan seperti kalimat, “Pantaskah Bambang Pamungkas bermain di Real Madrid?”. Kata “pantas” yang dimaksud lebih ke konteks cocok atau tidak, seperti misalnya: “Pantaskah Tantri Kotak dengan image Rockernya, atau Agnes Monica dengan image Fighter Girl-nya memakai rok mini sailormoon ala JKT 48?

Kita semua tahu bahwa Anies Baswedan adalah seorang tokoh pendidikan dengan kredibilitas tinggi yang tidak perlu diragukan lagi. Saya ingat bagaimana banyak mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai universitas ternama di Indonesia tiba-tiba saling berlomba untuk bisa ikut dalam program “Indonesia Mengajar” yang dimotori oleh Anies Baswedan. Menurut saya ini suatu fenomena yang sangat hebat. Bagaimana mahasiswi-mahasiswi cantik yang sering nongkrong di cafe dan mall itu mau bersusah payah ikut program Indonesia mengajar, rela pergi ke daerah-daerah terpencil, semua karena ingin terlibat dalam Gerakan Indonesia Mengajar.  

Lolos menjadi Pengajar Muda ini juga bukan pekerjaan yang mudah. Seseorang harus melewati berbagai tahap seleksi yang tentu melelahkan, tapi semuanya dilakukan demi bisa mendapatkan “gelar” Pengajar Muda di Indonesia Mengajar yang menjadi kolom sangat penting dalam Curriculum Vitae-nya.

Ketika Anies Baswedan menjadi Menteri Pendidikan tahun 2014, banyak masyarakat yang bergembira. Bagiamana tidak, ia berani menghentikan Kurikulum 2013 hasil menteri sebelumnya—M Nuh—yang membuat banyak pihak bingung dan resah karena ngejelimet. Ketika pada suatu kesempatan seorang siswa curhat ke Anies Baswedan karena bingung tentang kurikulum 2013, Anies pun menjawab, “Sama, saya juga bingung.” Selain itu ia juga menetapkan bahwa Ujian Nasional bukanlah tolak ukur kelulusan, agar membuat UN tidak menakutkan lagi bagi banyak siswa, terutama di daerah. Saya percaya banyak sekali siswa-siswi di Indonesia yang sangat berterima kasih kepada Anies Baswedan.

Nah, balik lagi ke pembahasan awal. Kita semua mengakui bahwa Anies Baswedan adalah seorang tokoh dan ahli dalam bidang Pendidikan. Masalahnya, apakah beliau juga ahli dalam bidang Pemerintahan (birokrat)? Salah satu misteri terbesar tahun ini adalah kenapa Anies Baswedan dipecat dalam Kabinet Menteri Jokowi, padahal tidak terlihat adanya masalah yang berarti. Terlebih lagi kedekatan Anies Baswedan dan Jokowi sudah terlihat ketika Anies menjadi Juru Bicara Pasangan Capres-Cawapres Jokowi-Jusuf Kalla di Pilpres 2014 serta Deputi Kantor Transisi Jokowi-JK.

Publik hanya bisa mengira-ngira apa sebenarnya yang membuatnya terdepak dari kursi Menteri Pendidikan yang menjadi keahliannya tersebut. Sekretaris Kabinet Pramono Anung hanya menjawab, “Pak Anies juga bekerja dengan baik, tapi tentunya ada ekspektasi yang diinginkan Presiden dan Wapres ke depan ini yang mungkin berbeda.” 

Usut punya usut katanya ini dikarenakan Anies Baswedan gagal menjalankan program Kartu Indonesia Pintar agar bisa merata secara nasional secepatnya. Itu juga alasannya kenapa akhir-akhir ini Anda bisa melihat seringnya iklan Kartu Indonesia Pintar di TV, karena Kartu Sakti itu adalah salah satu target utama Jokowi yang masih keteteran sampai sekarang. Wah, tampaknya kemampuan Anies Baswedan sebagai birokrat tidak semulus perkiraan publik.

Michael Jordan dan Baseball

Anda pasti bingung dan berpikir, “Sub-judul apalagi ini? Kok jadi membicarakan Michael Jordan?” Tenang dulu saudara-saudari. Saya berusaha mencari analogi atas keadaan Anies Baswedan sekarang dan menurut saya ini cukup tepat. Buat Anda yang tidak tahu ceritanya, saya akan menceritakannya sedikit. Michael Jordan pada tahun 1993 dianggap khalayak sebagai pemain basket terhebat sepanjang sejarah. Tapi di tahun itu ia pensiun karena depresi atas pembunuhan ayahnya. Publik kaget ketika ia banting setir menjadi atlet baseball yang menurut Jordan sebenarnya adalah keinginan ayahnya dulu.

Terlepas dari ini semua, yang jadi intinya adalah, seorang Michael Jordan sang dewa basket, tentunya dengan kemampuan motorik yang luar biasa sebagai seorang olahragawan, tidak pernah berhasil mencapai kemampuan pemain baseball level profesional. Basket dan Baseball sama-sama olahraga tapi dua hal yang berbeda. Hal yang sama juga bisa dikemukakan tentang Anies Baswedan. Ia mungkin adalah seorang yang baik yang punya rekam jejak baik, ia mungkin adalah seorang ahli pendidikan, tapi bukan berarti ia pasti adalah seorang birokrat yang handal.

Anies Baswedan: Cagub karbitan?

Ketika ditanya oleh media pada tanggal 21 Septermber 2016, Anis Baswedan menjawab, “Ya, banyak yang tanya soal itu. Tolong disampaikan bahwa informasi tentang saya akan melakukan deklarasi pencalonan DKI-1 siang ini tidak benar.” Selanjutnya, pada tanggal 23 September 2016 Gerindra dan PKS sama-sama resmi mengusung Anies Baswedan-Sandiaga Uno menjadi Cagub-Cawagub Jakarta. Kalimat Anies di 21 September ini memang bersayap. Kita bisa menafsirkan ada dua kemungkinan yang terjadi di sini:

*Kemungkinan pertama adalah Anies TAHU ia akan menjadi Cagub, tapi ia tidak akan mendeklarasikannya pada hari itu (21 September). Anies sebenarnya sudah melakukan deal dengan partai politik tapi memilih diam dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Ia sengaja menyembunyikannya dan serta merta membuat media dan publik tidak pay attention, seolah bertujuan untuk memberikan efek surprise, atau ada tujuan-tujuan lainnya.

*Kemungkinan kedua adalah Anies Baswedan pada tanggal 21 September memang belum dicalonkan menjadi Cagub. Ia sendiri mengakui sehari sebelumnya tanggal 20 September “beberapa orang ingin bertemu membicarakan soal situasi politik di Jakarta”. Dalam kemungkinan kedua ini proses Anies dari penjajakan oleh partai politik, menimbang-nimbang, memutuskan, hingga deklarasi oleh partai politik, semua itu terjadi dalam kurun waktu hanya 3 hari. Begitu banyak tahap yang harus dilalui dan begitu singkat waktu yang dihabiskan.

Jika kemungkinan pertama yang terjadi, sangat disayangkan kenapa Anies baru muncul belakangan, apalagi Sandiaga Uno yang sudah susah payah membangun image ke sana sini, blusukan ke kampung-kampung hingga terkena black campaign ini itu, malah “hanya” menjadi Cawagub. Sedangkan Anies yang datang belakangan malah menjadi Cagub. Saya yakin, dalam hitung-hitungan Sandiaga Uno sebagai seorang businessman, ia sudah “rugi bandar”. Begitu banyak effort yang ia keluarkan dari uang, tenaga, dan juga mental—Sandiaga mengakui berat badannya sampai turun banyak sejak proses pencalonan ini dimulai—malah ujung-ujungnya hanya jadi pemeran pembantu. Kalau memang ini yang terjadi, tega sekali Anies membiarkan Sandiaga Uno berjuang sendirian menerima segala resiko yang ada sedangkan dirinya hanya berdiam diri menunggu di balik layar.

Jika kemungkinan kedua yang terjadi, berarti Anies Baswedan adalah Calon Gubernur karbitan. Menjadi Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta bukanlah suatu pekerjaan mudah. Butuh kemampuan, kemauan, dan ketabahan yang super kuat. Jika kemungkinan kedua ini yang terjadi, sangat dipertanyakan apakah Anies sendiri sebenarnya punya kemauan menjadi Gubernur Jakarta? Banyak tokoh-tokoh lain seperti Ahmad Dhani, Yusril Ihza Mahendra, Rizal Ramli, Hasnaeni Moein sang wanita emas, dan lain lain sudah sejak jauh hari mengutarakan keinginannya menjadi Gubernur Jakarta. Terlepas dari kapabilitas mereka, tentu orang yang sudah punya kemauan punya visi misi yang lebih jelas ketimbang orang yang “dijorokin untuk nyemplung” ke dalam suatu keadaan. 

Apa yang ada di benak Anies ketika ia mau menerima untuk dicalonkan menjadi Cagub Jakarta? Melihat kesempatan ini sebagai “aji mumpung”? Melihat kesempatan ini sebagai suatu keadaan nothing to lose? kalau menang ya syukur alhamdulillah, kalau kalah ya tidak apa-apa tidak ada ruginya. Saya sendiri tidak percaya orang secerdas Anies Baswedan dengan pengalaman yang begitu banyaknya mau diatur oleh pihak-pihak tertentu, karena toh Anies bukan kader partai politik dan ia tidak perlu tunduk dan harus manut kepada Ketua Umum partai politik manapun. Itu sepenuhnya adalah pilihannya dan ia harus bertanggungjawab penuh atas pilihannya itu.

Anies Baswedan: Seorang pemenang atau seorang pemanis?

Jadi, apakah Anies mempunyai jiwa seorang pemenang? Seperti yang telah saya tuliskan di atas, dalam konteks kemauan alias keseriusan Anies Baswedan untuk menjadi Gubernur Jakarta berani saya katakan kalah dari Sandiaga Uno. Sandiaga sudah dari jauh-jauh hari mendeklarasikan diri menjadi penantang Ahok, bahkan spesifik menyebut bahwa ia percaya diri mempunyai kemampuan yang lebih hebat dari Ahok dalam hal menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga Jakarta serta menjaga kestabilan harga bahan pokok yang menjadi kebutuhan primer warga Jakarta. Sampai sekarang Anies belum membeberkan apa kehebatannya yang melebihi Ahok. Perlu diingat sekali lagi menjadi Gubernur bukan hanya membenahi bidang pendidikan, itu hanya sebagian kecil dari permasalahan yang menggerogoti Jakarta. Sampai sekarang saya belum melihat kualitas-kualitas selling point sebagai Gubernur dari seorang Anies Baswedan yang sangat kuat. 

Sandiaga Uno pun ketika ditanya apa yang menjadi kekuatan Anies Baswedan, ia menjawab, “piawai membangun kecerdasan bangsa, membangun harapan, kebahagiaan, dan festival gagasan”. Tidak perlu menjadi seorang jenius untuk mengetahui bahwa ini adalah jawaban lip-service. Membangun harapan? Festival gagasan? Sangat aneh bagi seorang Sandiaga Uno sebagai Cawagub yang mampu dan bangga ketika memberikan apa kelebihan-kelebihannya dibanding Ahok dengan sangat praktis dan realistis, tapi justru untuk Cagubnya Sandiaga hanya mampu memberikan sesuatu yang sangat abstrak. Apakah ini sebenarnya berarti juga ia tidak benar-benar mengerti?

Selain itu, menurut saya ironis jika seorang Anies Baswedan memilih Jakarta dalam memulai karir pejabat daerahnya. Seperti yang saya sebut di atas, Anies memotori Gerakan Indonesia Mengajar karena ia sadar betapa pincangnya kualitas kehidupan di daerah-daerah dibandingkan dengan di kota besar Indonesia. Nah, jika mau sesuai dengan prinsip, bukannya harusnya Anies memulai karir sebagai penjabat daerah dari daerah terpencil terlebih dahulu? 

Kenapa malah memulainya di kota terbesar di Indonesia? Sangat ironis bukan? Dalam hal ini Ahok jauh mengalahkan Anies Baswedan. Ahok sudah makan garam ketika ia menjadi Bupati Belitung Timur, kampung halamannya. Ya, Ahok memulai karir politiknya seagai pejabat daerah dengan sangat realistis yaitu dari halaman belakang rumahnya sendiri, lalu berkembang ke tempat yang lebih besar. Fondasi karir ini sangat kuat dan matang, harusnya Anies mengikuti jejak Ahok dalam hal ini.

Harus kita akui, sikap PHP yang diberikan oleh PDIP kepada “Koalisi Kekeluargaan” membuat banyak pihak kebakaran jenggot dan akhirnya mengambil keputusan dengan terburu-buru dan tidak matang. Politik memang sangat fluktuatif dan tidak bisa diprediksi. Sampai sekarang saya tidak melihat sosok Anies Baswedan punya values yang dimiliki seorang pemenang dalam pertarungan Pilgub Jakarta 2017 ini. Apakah Gerindra dan PKS lagi-lagi hanya akan menjual slogan “Asal Bukan Ahok”? Dengan berat hati harus saya katakan, Anies hanya akan menjadi pemanis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun