Mohon tunggu...
Jon Kadis
Jon Kadis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hobby baca, tulis opini hukum dan politik, sosial budaya.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Surat Lamaran Cintaku Jangka Waktu 6 Bulan, Tak Dibalas (Bagian 1)

20 Oktober 2022   11:35 Diperbarui: 20 Oktober 2022   12:49 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
copas Markus Winkler & editan penulis

RENCANA

Pada saat menjelang tamat S1 Fakultas Hukum di Universitas Udayana, saya mulai memikirkan calon istri. Tahun 1986. Serius! Hanya di pikiran saja. Rencana. Dalam perencanaan itu saya susun tahapannya.

Tahun itu belum ada handphone. Tahap pertama adalah menulis selembar kertas lamaran, tulisan tangan sendiri. Tahap kedua, berjumpa langsung entah suratku dibalas atau tidak, duduk berhadapan di korsi bersebelahan dengan batas meja di tengahnya. Tahap ketiga, jika diterima, bertemu langsung, duduk berhadapan tanpa meja penghalang, supaya tangan saya bisa colek dia sambil ngobrol. Saling kasi strom. Haha... !

PELAKSANAAN RENCANA

Surat lamaranpun saya buat. Kirim melalui "jembatan" terpercaya. Surat itu saya tulis dengan tangan gemetar karena grogi oleh aliran greget darah asmara. Nona yang bikin saya greget sampai darah di tubuhku kacau balau, walau dengan ngobrol baku dekat selama ini, yah tidak sering juga, dia adalah mahasiswi ekonomi manajemen semester akir juga, di Universitas lain, swasta.

TKP (Tempat kejadian perkara) tulis surat ini di Denpasar, Bali. Saat tulis surat itu saya berada sendirian di kamar kost, di bawah sinar bola lampu 10 watt.  Isi surat itu saya pakai point-pont dalam angka 1,2,3 dan seterusnya.

Beberapanya berisi:
1. Saya melamarmu nona Nur Cahyani (saya samarkan saja namanya begitu) untuk jadi istri satu-satunya seumur hidup. Cahaya dari Cahaya, itu arti kata namamu. Kedua kata nya asalnya bahasa Arab, lalu menjadi bahasa Indonesia. Untuk jadi istri memang, dan saya berharap nona menerimanya, dan saya siap jadi suamimu yang setia sampai mati. Nona punya hak demokrasi, hak bebas, dan itu saya hormati. Inilah saya, sudah punya cinta untukmu. Saya memberanikan diri untuk ucapkan itu. Saya sadar, bahwa bukan hanya saya pria yang nona lihat di sekitarmu. Punya hak untuk memilih mereka. Saya salah satunya. Boleh pilih saya, syukur, boleh juga tidak, ya apa boleh buat.
2. Saya tidak buru-buru menyapa nona dengan kata "sayang", karena saya belum tahu apakah surat lamaran saya diterima atau tidak. Jika diterima, maka barulah saya menyapa dengan kata "sayang", bahkan lebih dari itu, seperti : cintaku, bintangku satu-satunya yang bersinar di hatiku, belahan jiwaku, aeh.., pokoknya banyaklah. Stok kata-kata itu di saya amat banyak. Ada juga syair lagunya, seperti "Ta' gendong, kemana-mana", lagu dari Mbah Surip yang lagi terkenal itu.
2. Surat lamaran ini berlaku 6(enam) bulan dari tanggal dibuatnya, 16 Januari. Itu berarti jatuh tempo tanggal 16-17 Agustus. 

Nona punya kesempatan untuk mempertimbangkan lamaran saya selama 6 bulan ini. Ambil keputusan pada masa tenggang waktu itu. Bisa lebih cepat, pertengahan waktu, atau pada saat akir jatuh tempo tanggal 17 Agustus. Bila sampai jatuh tempo tidak ada surat balasan, bagi saya itu artinya nona tidak klik saya untuk jadi suamimu. Tidak apa. Itu hak bebasnya nona. Lewat waktu tanpa surat jawaban tertulis pada tenggang waktu 6 bulan, itu juga jawaban, tapi tidak tertulis. Bila begitu nanti, saya mohon waktunya nona setelah jatuh tempo itu, untuk bisa saya temui, tujuannya supaya normalkan lagi suasana. Yah, semacam gunting pita yang tidak tersambung cantolan sebelah.

Pada bagian penutup saya tulis sebagai berikut: "Demikian surat lamaran ini saya buat dengan sebenarnya dibawah sinar lampu 10 watt. Meski redup, tapi rasa cintaku padamu serasa 1000 watt, bahkan sebesar mesin pembangkit tenaga listrik satu wilayah Bali Selatan, dan walaupun di kamar kostnya nona juga misalnya 10 watt, kuharap serasa 1000 watt juga, sehingga kita dua baku menyatu sinar cinta. Surat ini saya tandatangani & cap jempol diatas meterai sah dari kantor Pos. Surat ini bisa dibalas dengan surat tertulis pula, yah tidak perlu pakai meterai & cap jempol, kirim via perantara atau via kantor pos, paling lambat saya terima tanggal 17 Agustus. Kalau tidak ada surat balasan sampai tanggal itu, maka itu juga saya anggap jawaban, "lamaran tidak diterima". It's okey ! Nona punya hak bebas  dan tidak bersalah. 

Salam, aku cinta padamu, melamarmu jadi istri, dan untuk nyatakan itu maka saya tulis surat cintaku ini dengan tanganku sendiri, sah diatas meterai yang berlaku.

Setelah ditulis, saya baca lagi. Saya rasa mantap. Surat lamaran cintaku ini seperti pasal undang-undang saja. Maklum, pada semester terakhir itu kami sedang mengikuti materi kuliah dasar & teknik pembuatan Undang-Undang(UU). Sedikit geli sendiri ya. Sekilas sepertinya saya barusan membuat konsep UU, PP, PERPU, dan seterusnya. UU tentang rasa cinta bagi kami berdua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun