Mohon tunggu...
Jon Kadis
Jon Kadis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hobby baca, tulis opini hukum dan politik, sosial budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Desa di Mabar, patrilineal dan kebangkitan kaum wanita

3 April 2022   16:10 Diperbarui: 3 April 2022   21:23 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini terinspirasi dari reaksi sesama di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) atas tulisan saya di facebook tertanggal 2 Maret 2022 berjudul "Bakal Desa Benteng Tado, jangan serakah beri nama!". Ini opini, bisa diterima dan bisa juga diabaikan.

Pembentukan desa baru di pedesaan di wilayah ini pada umumnya muncul dari komunitas satu atau lebih kekerabatan patrilineal. Untuk memahami ini, saya infokan ilmu pengetahuan sebagai berikut:

1. Apa itu kerabat?
Istilah kerabat, mengutip Kamus Antropologi (1985:196), bisa dimaknai sebagai orang sedarah atau dekat sehingga hubungan di antara mereka disebut dengan kekerabatan. Hubungan kekerabatan bisa dibangun dari pihak istri maupun suami. Merujuk sebuah ulasan bertajuk "Prospek 19 Wilayah Hukum Adat Dilihat dari Menguatnya Sistem Kekerabatan Parental Bilateral dalam Bidang Hukum Keluarga" dalam Jurnal Hukum Doctrinal (Vol. 1, No. 1, 2021), pemahaman atas sistem kekerabatan yang berlaku bermanfaat untuk mengetahui identitas seorang individu dan posisinya sebagai bagian dari suatu suku atau etnis tertentu. Sistem kekerabatan patrilineal menarik garis keturunan hanya dari satu pihak: bapak. Jadi, anak menghubungkan diri dengan ayahnya, atau berdasar garis keturunan laki-laki. Sistem kekerabatan patrilineal juga menghubungkan anak dengan kerabat ayah berdasarkan garis keturunan laki-laki secara unilateral, demikian menukil penjelasan Gunsu Nurmansyah dkk dalam buku Pengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropolog (2019:97).

Summary ilmu itu saya copy tulisan singkat dari Marhamah Ika Putri, 27 Juli 2021, tirto.co.id. 

2. Apa itu Antropology & Holistik? Antropology adalah ilmu tentang manusia. Antropologi berasal dari kata Yunani (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal") atau secara etimologis, antropologi berarti ilmu yang mempelajari manusia. Dalam melakukan kajian terhadap manusia, antropologi mengedepankan dua konsep penting yaitu: Holistik dan Komparatif. Karena itu kajian antropologi sangat perhatikan aspek sejarah dan penjelasan menyeluruh untuk gambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial, ilmu hayati (alam), dan juga humaniora. Apa itu holistik? Dalam bahasa Inggris "Holy" berarti sesuatu mengenai Ketuhanan, suci, keramat atau sakral, dan "wholly" berarti hal yang menyeluruh atau total (copas Wikipedia).

Dulu waktu SMA di Kisol, saya sudah mendapat pelajaran ilmu itu dari guru. Sewaktu kuliah di fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali, juga ada matakuliah Antropology Hukum dan Sosiologi Hukum. Dari ilmu itu saya berkesimpulan: "Dengan demikian maka manusia harus dipahami bukan sebagai zat fisik semata, tetapi secara menyeluruh di alam semesta ini, termasuk relasinya dengan nilai situs sejarah masa lampau dari nenek moyang pewaris nilai budaya, dan relasi dengan Tuhan yang diyakini "ADA". Pemahaman ini dalam rangka agar tetap terpeliharanya kerukunan persatuan kekerabatan". 

Pembentukan desa di Manggarai

Dari beberapa persiapan desa baru di Manggarai, pada umumnya dasar kekerabatan ini menjadi dominan sebagai bahan pertimbangan pembentukan desa baru itu. Tetapi ada kelemahannya pada era moderen sekarang ini. Apa itu? Turunan laki dari anak laki kadang dominan sebagai pemimpin, sedangkan saudari perempuan beserta anak mereka "tidak". Kenapa? Anak perempuan dipandang sebagai "orang luar".

Tetapi untuk hal tadi, tidak semua. Karena ada juga desa dipimpin oleh perempuan atau anak mantu di desa itu. 

Apakah ada peluang kebangkitan peran wanita dalam desa itu?

Dalam proses pembentukan pemerintahan desa saat ini, apakah sistem patrilineal itu 'meredam' semangat kebangkiran saudari perempuan mereka atau turunan dari saudari perempuannya? Di awal tadi saya sebutkan alasan membuat tulisan ini karena ada reaksi dari segelintir masyarakat sebuah desa persiapan yang kekerabatannya patrilineal. Desa itu bakal bernama "Desa Benteng Tado". Maaf saya tidak menyebut nama penanggapnya. Saya informasikan saja sebagai berikut:

Pertama, saya (penulis) adalah anak yang dilahirkan oleh wanita kampung Tado, kampung asal kekerabatan masyarakat desa persiapan itu. Ibu kandung saya adalah saudari perempuan mereka. Ayah saya dari satu kekerabatan patrilineal tetangga. Saya pernah tinggal dengan kakek nenek di kampung Tado itu selama setahun sebelum masuk SD (Sekolah Dasar). Dalam proses desa persiapan sekarang ini saya menulis pendapat di medsos, yaitu tentang pilihan nama, yaitu nama Benteng Tado situs sejarah masa lalu, pada masa perang adu domba zaman kolonial Belanda. Nama itu akan disematkan ke nama desa baru, yang penduduknya berasal mula dari kampung Tado, area desa baru itu bukan lokus di kampung Tado yang dulu. 

Tado dulu itu sudah hampa penghuni. Di situlah dulu terjadi peperangan. Tanah Tado itu Benteng peperangan. 

Di area desa persiapan tadi terjadi fenomena pergerakan tanah yang berakibat retaknya rumah hunian dan potensi longsor yang bisa membawa kematian penduduk. Saya tidak setuju desa baru itu pakai nama Benteng, Benteng Tado, dengan agumentasi utama bahwa locus benteng peperangan itu bukan di tempat desa baru itu.

Uraiannya dikemas dalam bahasa holistik komparatif, berkaitan dengan alam semesta, serta nenek moyang yang diyakini masih hidup di 'dunia seberang', kuburan mereka ada di tanah kampung Tado. Memperkuat alasan opini itu saya narasikan dengan ucapan hiperbol, seperti serakah kalau locus nama Benteng itu dipindahkan. Bahasa hiperbolnya adalah: batu nisan kuburan Benteng Tado bisa bagoyang, kaki nenek moyang juga goyang-goyang di area baru, sehingga tanah retak. Ini gaya bahasa hiperbol agar 'nama desa' itu benar-benar dipertimbangkan secara matang, holistik & komparatif. Usulan tidak bersifat memaksa. Tapi untuk direnungkan secara holistik. Selain itu saya juga narasikan faktor alam, ilmiah, tentang tanah retak, potensi longsor karena keretakan tanah itu.

Kedua, reaksi publik Mabar. Ada 2(dua) golongan. Satu golongan terkesan 'memadamkan kebangkitan' kaum prempuan dan anak yang dilahirkannya dari saudari kandung mereka. Golongan satu lagi : mengapresiasi positif opini saya sebagai sumbangan pikiran yang berarti untuk kepedulian terhadap desa baru itu. Golongan kedua ini bisa berasal dari desa baru itu bisa juga tidak.

Saya sesungguhnya berterimakasih kepada golongan kontra, karena akirnya diketahui bahwa wawasan untuk desa zaman now rupanya belum begitu merata hingga desa maupun di ruang publik. Bagi saya, bila opini saya diterima, ya syukur, tidak juga, ya syukur. Saya peduli sebatas "berpendapat" saja, yang kiranya berguna bagi pejabat pemutus desa baru itu. 

Saya copas komentar dari golongan kontra terhadap opini saya itu sebagai berikut:

1.  Sok pintar dan sok tahu anda ini, karena terlalu banyak kosa kata. Anda jadinya kelihatan Bodoh (bahasa Manggarai na "bapa"). Apa salahnya, bila kita sebagai generasi zaman ini menggaungkan nama desa itu agar terus ada secara turun temurun. Maaf, kalau ibu kandungmu orang Tado, itu berarti anda sesungguhnya bukan orang Tado. Anda adalah orangnya pria ayah anda (huruf tebal dari saya).

2. Hahaha..., saya rasa kalo yang bikin status memang benar keturunan kampung Tado, bisa kita pertimbangkan untuk meresponnya dan berdiskusi bersama. Ini 'kan mamanya aja orang Tado. Di Manggarai, seorang dikatakan keturunan dari suatu daerah itu adalah jika berasal dari bapaknya bukan dari mamanya. Mamanya otomatis masuk di keluarga bapak. Tau apa beliau tentang Tado yang notabene anda adalah keturunan dari bapak. Janganlah berkoar seakan tau semuanya. Tokoh di Tado pastinya sudah melalui proses yang panjang untuk penamaan Benteng Tado untuk desa pemekaran. Bisa saja itu adalah fenomena alam (untuk fenomena tanah bergerak di desa itu), apakah anda berpikir tentang hal ini? Kan ada BMKG boss, kita tunggu aja apa kata mereka (huruf tebal dari saya).

Tanggapan saya

Terhadap reaksi protektif defensif patrilineal itu, saya memberi tanggapan sebagai berikut:  

"Pertama, baca cermat postingan itu. Anda tidak menimba apa point yang ditulis. Bengo bangot bapa bengo bangot.Tau renco e tana lerak le bike ga le bapa bengot bangi bongot ( bahasa Manggarai-nya : tuli, tuli dan tuli menutup diri. Tanah hunianmu sudah retak tapi anda tidak melihat bakal ada bencana). Saya menghormati semua orangtua, Om dan Paman saudara ibu kandung saya di situ, termasuk anda di kawasan sana. Ini opini saya, anak saudari perempuanmu Tado. Tapi kau generasi turunan manusia Tado yang bricu bracu bangi bongot (tak punya kepedulian), sembrutal ngotot ngomong dengan keterbatasanmu itu. 

Kedua, argumentasimu menunjukkan super kesombongan pria Tado dalam sistem patrilineal. Saya lahir dari rahim wanita Tado yang terhormat. Ia perempuan, Saudari kandung pria Tado. Kau pria Tado rasialis menempatkan kaum wanita Tado & anak yang dilahirkan dari rahimnya untuk tidak berhak bersuara untuk kepedulian terhadap Saudara lakinya. Singkatnya, kau menghina wanita Tado-mu yang dari rahimnya telah banyak melahirkan antropos (manusia) di muka bumi. Dengan begitu maka anda adalah manusia generasi muda Tado yang tidak tahu berterimakasih kepada tiap ibu (perempuan) yang melahirkan manusia, termasuk perempuan ibumu. Durhaka kau, karena cara berpikir bricu bracu bapa bengot ! Kalau mau selamat hidupmu di dunia ini, hormati ibu yang melahirkanmu, hormati semua kaum perempuan yang dari rahimnya melahirkan manusia baru di muka bumi ini. 

Belajarlah Saudaraku. Pendapat /opini harus ditanggap dengan opini dari otak sehat pula. Pembentukan desa dalam konteks pemerintahan desa di republik ini tanpa memandang pria dan wanita. Respond saya ini, catat, bukan karena benci anda atau karena pedih dilahirkan dari wanita Saudarimu, tapi karena saya bahagia dilahirkan dari rahim wanita, wanita Tado yang terhormat. Saudaraku, kita ini sama di hadapan Sang Pencipta, baik pria maupun wanita.

Ada beberapa lagi yang kontra, tapi isinya seputar itu, "anak dari kaum wanita Tado adalah orang luar".

Kesimpulan

Pembentukan desa baru dengan dominan faktor kekerabaran patrilineal, apalagi tidak disertai harapan akan kemajuan dalam konteks pergaulan luas sebangsa, akan memungkinkan peredaman kebangkitan kaum perempuan, Saudari mereka serta anak yang dilahirkan dari rahimnya. Keadaan ini menutup kemungkinan adanya partisipasi 'orang luar' untuk semisal mau berinvestasi di desa. Bahkan Bupati, semisal ia bukan dari kampung itu, sangat sulit untuk menerapkan perubahan. Lebih jauh lagi, tidak ada kemungkinan peluang emansipasi kaum wanita, semisal ada wanitanya punya kemampuan sebagai pemimpin, tapi tidak diakomodir untuk dipilih menjadi Kepala Desa atau Bupati.

Jika desa tadi tetap exist dengan keangkuhan patrilinealnya, maka desa ini akan tetap terdaftar sebagai, maaf, desa bermental kampung, hanya kulitnya saja yang moderen. 

Kita berharap agar Kepala Desa untuk desa baru ini, entah apalah nama desanya nanti, memiliki wawasan maju sehingga desa baru ini bertumbuh kembang menuju kemajuan yang sama bahkan melebih desa maju lainnya di Mabar, di NTT atau Indonesia. Berharap ada kebangkitan wanita di situ, menjadi Kepala Desa pada suatu saat nanti.

Apakah sistem kekerabatan patrilineal itu hanya ada di Manggarai, NTT, Indonesia umumnya? Oh tidak. Di belahan dunia lainpun ada. Mental patrilineal sempit menghambat kemajuan. Sebagaimana diketahui, selain sistem kekerabatan patrilineal, juga ada parental dan matrilineal. Sama saja,jika tidak dikelola secara positif, sistem kekerabatan ini juga bisa menghambat kemajuan, apalagi era globalisasi pergaulan zaman now.

Salam dari Labuan Bajo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun