Mohon tunggu...
Jon Kadis
Jon Kadis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hobby baca, tulis opini hukum dan politik, sosial budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Desa di Mabar, patrilineal dan kebangkitan kaum wanita

3 April 2022   16:10 Diperbarui: 3 April 2022   21:23 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam proses pembentukan pemerintahan desa saat ini, apakah sistem patrilineal itu 'meredam' semangat kebangkiran saudari perempuan mereka atau turunan dari saudari perempuannya? Di awal tadi saya sebutkan alasan membuat tulisan ini karena ada reaksi dari segelintir masyarakat sebuah desa persiapan yang kekerabatannya patrilineal. Desa itu bakal bernama "Desa Benteng Tado". Maaf saya tidak menyebut nama penanggapnya. Saya informasikan saja sebagai berikut:

Pertama, saya (penulis) adalah anak yang dilahirkan oleh wanita kampung Tado, kampung asal kekerabatan masyarakat desa persiapan itu. Ibu kandung saya adalah saudari perempuan mereka. Ayah saya dari satu kekerabatan patrilineal tetangga. Saya pernah tinggal dengan kakek nenek di kampung Tado itu selama setahun sebelum masuk SD (Sekolah Dasar). Dalam proses desa persiapan sekarang ini saya menulis pendapat di medsos, yaitu tentang pilihan nama, yaitu nama Benteng Tado situs sejarah masa lalu, pada masa perang adu domba zaman kolonial Belanda. Nama itu akan disematkan ke nama desa baru, yang penduduknya berasal mula dari kampung Tado, area desa baru itu bukan lokus di kampung Tado yang dulu. 

Tado dulu itu sudah hampa penghuni. Di situlah dulu terjadi peperangan. Tanah Tado itu Benteng peperangan. 

Di area desa persiapan tadi terjadi fenomena pergerakan tanah yang berakibat retaknya rumah hunian dan potensi longsor yang bisa membawa kematian penduduk. Saya tidak setuju desa baru itu pakai nama Benteng, Benteng Tado, dengan agumentasi utama bahwa locus benteng peperangan itu bukan di tempat desa baru itu.

Uraiannya dikemas dalam bahasa holistik komparatif, berkaitan dengan alam semesta, serta nenek moyang yang diyakini masih hidup di 'dunia seberang', kuburan mereka ada di tanah kampung Tado. Memperkuat alasan opini itu saya narasikan dengan ucapan hiperbol, seperti serakah kalau locus nama Benteng itu dipindahkan. Bahasa hiperbolnya adalah: batu nisan kuburan Benteng Tado bisa bagoyang, kaki nenek moyang juga goyang-goyang di area baru, sehingga tanah retak. Ini gaya bahasa hiperbol agar 'nama desa' itu benar-benar dipertimbangkan secara matang, holistik & komparatif. Usulan tidak bersifat memaksa. Tapi untuk direnungkan secara holistik. Selain itu saya juga narasikan faktor alam, ilmiah, tentang tanah retak, potensi longsor karena keretakan tanah itu.

Kedua, reaksi publik Mabar. Ada 2(dua) golongan. Satu golongan terkesan 'memadamkan kebangkitan' kaum prempuan dan anak yang dilahirkannya dari saudari kandung mereka. Golongan satu lagi : mengapresiasi positif opini saya sebagai sumbangan pikiran yang berarti untuk kepedulian terhadap desa baru itu. Golongan kedua ini bisa berasal dari desa baru itu bisa juga tidak.

Saya sesungguhnya berterimakasih kepada golongan kontra, karena akirnya diketahui bahwa wawasan untuk desa zaman now rupanya belum begitu merata hingga desa maupun di ruang publik. Bagi saya, bila opini saya diterima, ya syukur, tidak juga, ya syukur. Saya peduli sebatas "berpendapat" saja, yang kiranya berguna bagi pejabat pemutus desa baru itu. 

Saya copas komentar dari golongan kontra terhadap opini saya itu sebagai berikut:

1.  Sok pintar dan sok tahu anda ini, karena terlalu banyak kosa kata. Anda jadinya kelihatan Bodoh (bahasa Manggarai na "bapa"). Apa salahnya, bila kita sebagai generasi zaman ini menggaungkan nama desa itu agar terus ada secara turun temurun. Maaf, kalau ibu kandungmu orang Tado, itu berarti anda sesungguhnya bukan orang Tado. Anda adalah orangnya pria ayah anda (huruf tebal dari saya).

2. Hahaha..., saya rasa kalo yang bikin status memang benar keturunan kampung Tado, bisa kita pertimbangkan untuk meresponnya dan berdiskusi bersama. Ini 'kan mamanya aja orang Tado. Di Manggarai, seorang dikatakan keturunan dari suatu daerah itu adalah jika berasal dari bapaknya bukan dari mamanya. Mamanya otomatis masuk di keluarga bapak. Tau apa beliau tentang Tado yang notabene anda adalah keturunan dari bapak. Janganlah berkoar seakan tau semuanya. Tokoh di Tado pastinya sudah melalui proses yang panjang untuk penamaan Benteng Tado untuk desa pemekaran. Bisa saja itu adalah fenomena alam (untuk fenomena tanah bergerak di desa itu), apakah anda berpikir tentang hal ini? Kan ada BMKG boss, kita tunggu aja apa kata mereka (huruf tebal dari saya).

Tanggapan saya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun