Hukum itu kadang disebut Pedang tajam, Pedang kebenaran. Dengan Pedang, maka diketahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang jujur dan mana tipu-tapu.
Raja Salomo dalam sejarah terkenal sebagai Raja yang paling bijaksana. Kebijakannya memegang pedang ternyata membuka mata publik untuk melihat mana yang benar dan salah, meski didahului prasangka sebagai Raja Pembunuh berdarah dingin.
Kisah singkatnya : Adalah 2(dua) ibu muda berperkara merebut seorang anak bayi. Ibu yang satu mengklaim bahwa bayi itu anaknya sementara satu ibu lagi mengklaim yang sama. Mereka datang di hadapan Raja Salomo. Apa yang dilakukan Raja itu? Ia memegang Pedang tajam untuk membelah bagi 2(dua) bayi itu, separuhnya beri ke ibu yang satu dan separuhnya untuk ibu yang satu lagi. Apa yang terjadi? Ibu yang satu berseru "Setuju Tuanku Raja, ayunkan pedang itu untuk membelah bayi ini!". Sementara ibu satu lagi memelas, "Tuanku Raja, jangan belah bayiku ini, berikan saja dia kepada Ibu ini !". Nah, Raja menemukan kebenaran. Pedang tetap diayunkan, tetapi itu ditimpakan kepada Ibu Tipu-Tapu. Tokoh Salah dihukum, Tokoh Kebenaran ditegakkan.
Ibarat Drama
Seumpama sebuah drama panggung yang terdiri dari 2(dua) babak, maka :
1. Babak Pertama berjudul "Kebijakan Pemimpin memegang pedang". Kemudian layar panggung ditutup. Tunggu waktu lama baru sambung ke babak Kedua.
Saat jeda sebelum Babak Kedua tersebut, apa respond publik (penonton)? Kira-kira sebagai berikut: Raja itu tak punya hati nurani, pemimpin bengis, pemimpin pembunuh berdarah dingin, pemimpin otoriter, pemimpin kejam, dan seterusnya. Oleh karena itu segelintir dari publik melakukan demo ke istana atas alasan-alasan tersebut. Brutal. Anarkis.
2. Tibalah Babak Kedua. Ah, kebijakan angkat pedang itu ternyata direspond publik, bahwa Salomo sebagai Raja yang paling bijaksana dalam sejarah peradaban manusia. Ternyata pedang itu diayunkan untuk menemukan kebenaran. Predikat itu melekat padanya hingga hari ini.
Spirit Kebijakan Raja Salomo untuk zaman now
Kebijakan Raja Salomo itu kiranya sebuah contoh spirit yang berpengaruh untuk zaman now. Kebijakan para Pemimpin hari ini pada saat start harus dilihat nanti pada babak pelaksanaannya. Butuh waktu untuk bersabar pada babak pertama ini untuk melihat babak kedua kelanjutannya.
Beberapa Pemerintah Negara di dunia, termasuk Indonesia, mengangkat 'pedang' sebagai kebijakan dalam kepemimpinan mereka, salah satunya adalah untuk peralihan energy  PLT (Pusat Listrik Tenaga) Geothermal. Diperkirakan oleh ilmuwan bahwa suatu saat nanti bumi ini krisis bahan bakar minyak dan batubara, sementara stok yang tidak akan pernah habis adalah panas bumi, kecuali dunia kiamat.Â
Untuk ukuran dunia, Indonesia memiliki porsi 40% dari total yang ada. Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk mengolahnya. Pedang kebijakan ! Dari sejarah yang belum lama tercatat atas exploitasi sumber energy geothermal itu, ia ramah lingkungan. Biaya explorasinya amat tinggi. Yah, ada juga ekses negatif. Jika berdasarkan riset ilmiah bahwa di satu lokasi grothermal itu lebih dominan dampak buruk daripada positifnya, maka Pemerintah menolaknya. Sebalik jika hal posisif lebih dominan, maka diterima. Rakyat perlu membantu dalam hal ini jika hal positif itu lebih besar daripada negatif. Aksi penolakan dengan alasan "pokoknya-pokoknya" tanpa alasan ilmiah, padahal ada investor yang bersedia untuk itu, saya pikir kita sepakat bahwa hal demikian adalah tindakan anti perubahan yang lebih baik yang sudah lama didambakan.
"Untuk para pendemo tolak plt grothermal yang sudah diputuskan Pemimpin kita dalam kebijakannya itu : Jangan keburu mencetak kisah sejarah baru hari ini sebelum benar-benar belajar sejarah masa lalu dari para pendahulu serta memahami ilmunya. Mengabaikan hal itu maka sejarah baru yang anda catat adalah sampah belaka".
* seruput KOPI PERUBAHAN sambil membaca ilmu pengetahuan PLT Geothermal di Labuan Bajo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H