Kemeriahan Kampoeng Ramadhan Jogokariyan sudah terlihat ketika kami baru memasuki gapuranya, yang persis di samping SPBU di persimpangan Jalan Parangtritis dan Jogokariyan. Kami tiba sekitar 10 menit menjelang jam 5 sore. Ahad (29 Juli) adalah waktu yang tepat untuk merasakan kemeriahan dan kesemarakan Kampoeng Ramadhan Jogokariyan. Ribuan orang tumpah ruah memadati jalanan Jogokariyan yang di sisi kiri kanannya dipenuhi ratusan penjual takjil berbuka. Para pedagang makanan menjajakan mekanan dan minum untuk berbuka puasa di atas meja-meja kecil, begitu menggundang selera. Ada juga dengan gerobok dorong khas penjual somay, batagor dan bakso keliling.
[caption id="attachment_197638" align="aligncenter" width="300" caption="Kampoeng Ramadhan Jogokariyan"][/caption]
Sore itu, ribuan orang memadati Jalan Jogokariyan yang merupakan arena utama dalam kesemarakan Kampoeng Ramadhan tahun ini. Penyelenggaraan Kampoeng Ramadhan tahun 1433 H (2012) kali ini adalah yang kedelapan kalinya. Berarti sudah delapan kali even tahunan selama sebulan ini diadakan di Jogokariyan. Secara geografis, Jogokariyan masih masuk wilayah Kota Yogyakarta, yang berada selatan Kota Gudek yang persis di perbatasan dengan Kabupaten Bantul. Berjarak sekitar 3 kilometer dari Kraton Ngayogyakarta, dengan transportasi yang mudah diakses dengan bus kota karena persis berada di Jalan Parangtritis yang merupakan rute utama ke objek wisata pantai yang terkenal itu, Parangtritis.
[caption id="attachment_197639" align="aligncenter" width="300" caption="Jalan Jogokariyan penuh sesak"]
Nuansa Ramadhan nan islami makin terasa dengan alunan nasyid dan lagu-lagu relegius dari speaker yang dipasang di sepanjang jalan menuju ke Masjid Jogokariyan. Masjid Jogokariyan merupakan masjid percontohan di Kota Yogyakarta. Bangunan utama masjid tidaklah terlalu besar, sekitar 10x10 meter dengan dua lantai. Tapi sudah diperlebar sampai ke serambi timur, selatan dan utara untuk bisa menampung jamaah yang terus bertambah banyak. Bahkan, kini sedang dibangun dua lantai di bagian timur masjid yang diperkirakan mampu menampung seribu jamaah lebih. Dari masjid inilah pusat denyut Kampoeng Ramadhan dikemudikan, mulai dari pengajian rutin isya dan tarawih, subuh dan menjelang berbuka puasa, serta ikhtikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Pengurus masjid juga mengkoordinir pedagang takjil di sepanjang Jalan Jogokariyan.
[caption id="attachment_197640" align="aligncenter" width="300" caption="Masjid Jogokariyan"]
Nuansa Ramadhan di Jogokariyan begitu terasa. Kesemarakan sore menjelang magrib benar-benar memberikan kesan yang mendalam. Masyarakat sekitar yang menjadi penjual takjil mampu mendapatkan pemasukan yang sangat lumayan. Ekonomi rakyat kecil pun berputar. Ditaksir setiap lapak dagangan penjual takjil bisa beromzet ratusan bahkan jutaan rupiah setiap sorenya. Manfaat kegiatan yang multiefek, tidak hanya meningkatkan kualitas ibadah dengan berbagai acara kajian keislaman dan ibadah, tapi juga memberikan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Iman makin mantap dan saku pun makin tebal.
[caption id="attachment_197641" align="aligncenter" width="300" caption="Penjual Takjil"]
Selain itu, juga menjadi semacam kegiatan budaya yang sangat menarik bagi pelancong domestik ataupun wisatawan asing. Saya juga melihat ada beberapa turis yang sedang membeli takjil. Panggung festival pun diisi dengan kegiatan yang bermanfaat khususnya bagi anak-anak dan remaja. Kampoeng Ramadhan Jogokariyan bisa dikatakan sebagai bentuk miniatur kebudayaan masyarakat Yogyakarta, mulai dari khasanah keislamanannya, kuliner dan budayanya. Tentu saja juga mampu menggerakan ekonomi masyarakatnya.
[caption id="attachment_197642" align="aligncenter" width="300" caption="Panggung Festival Ramadhan"]
Niat awal kami datang ke Kampoeng Ramadahan Jogokariyan adalah ingin mengikuti kajian menjelang berbuka. Namun karena kemeriahan festival “takjil” yang menggoda untuk jepret sana jepret sini sedikit banyak telah melunturkan niat itu. Nuansanya begitu meriah sore itu. Bayangkan saja, untuk menempuh jarak dari gapura sampai ke Masjid Jogokariyan yang hanya berjarak sekitar satu kilometer ditempuh dalam waktu sepuluh menit lebih. Jalan Jogokariyan yang tidak terlalu lebar itu benar-benar penuh sesak oleh motor, pesepeda dan pejalanan kaki. Tidak terlihat mobil melewati Jalan Jogokariyan, yang sepertinya harus mengambil rute lain. Banyak juga orang tua yang turut membawa anak-anaknya.
[caption id="attachment_197643" align="aligncenter" width="300" caption="Penjual Takjil"]
Aneka takjil dan bebukaan yang mengundang selera dengan berbagai pilihan begitu mudah didapatkan tentunya dengan harga yang sangat terjangkau. Jika dibandingkan di tempat lain, aneka makanan berbuka puasa yang dijual di sini lebih beragam dengan harga yang lebih murah. Aneka makanan khas daerah kita dapatkan mulai dari lumpiah, otak-otak, gudeg, pecel, gado-gado, jenang, bakso, somay, batagor, sate dan lain-lain. Begitu juga dengan minumannya seperti es dawet hitam khas Purworejo, es pisang ijo, cendol, cilok, es cincau dan aneka jus serta minuman yang segar lainnya. Bukan hanya makanan tradisional, ada juga yang menjual sosis bakar, sosis udang, makanan khas Jepang dan lain-lain. Pembeli tidak usah turun dari motornya untuk memesan takjil yang diinginkannya.
[caption id="attachment_197644" align="aligncenter" width="300" caption="Makanan Khas Jepang"]
Walau sudah niat untuk berbuka di Masjid Jogokariyan, yang setiap hari menyediakan tidak kurang 1000 porsi takjil untuk jamaah, tapi tidak ada salahnya mencoba takjil khas dan unik yang dijual di festival Ramadhan kali ini. Kami pun mengawali pemburuan takjil dengan memesan dua potong lumpiah sayur isi telur puyuh yang hanya dibandrol Rp 1.500,- setiap potongnya. Kemudian kami melanjutkan ke stan yang menjual es dawet hitam khas Purworejo yang hanya berlabel Rp 2.500,- Selanjutnya ingin mencoba sensasi sosis bakar sepertinya adalah pilihan jitu. Sangat ramai stan makanan impor ini. Kami pun mengantri lebih dari 5 menit sebelum mendapatkan dua potong sosis bakar dengan palunan saus. Saya berniat ingin melanjutkan ”hunting” takjil khas lainnya, tapi sepertinya waktu sudah mepet menuju angka 17.28 WIB. Itu tandanya kami harus segera ke masjid. Sudah banyak yang memadati pelataran utara masjid tempat bapak-bapak menunggu berbuka sembari mendengar pengajian, yang akan ditutup doa oleh sang ustad.
[caption id="attachment_197647" align="aligncenter" width="300" caption="Es dawet hitam khas Purworejo"]
[caption id="attachment_197645" align="aligncenter" width="300" caption="Sosis Bakar"]
Di dekat panggung festival, saya melihat puluhan anak-anak playgroup dan TK, mungkin ada juga yang sudah SD, mematut piring-piring takjil mereka seakan-akan tidak sabar menunggu waktu magrib menghampiri. Beberapa anak malah sudah menyendok nasinya, padahal ustad belum selesai ceramahnya dan serine waktu berbuka belum meraung membela langit magrib. Saya hanya tersenyum melihatnya. Karena memang mereka belum terkena kewajiban untuk berpuasa. Moga-moga acara berbuka bersama ini menjadi kenangan indah di memori masa kecilnya, bahwa berbagi itu indah.
Tidak ingin berdesakan, saya berwudhu lebih dahulu sebelum beduk magrib bertalu. Tidak ada orang di tempat wudhu pria, yang berada di selatan masjid yang tidak jauh dari dapur umum. Tempat wudhu pria juga ada di sisi barat dan timur masjid. Perkiraan saya benar, setelah menyantap takjil, ratusan jamaah bapak-bapak itu menyerbu tempat wudhu. Sedangkan saya dan teman adem ayam menikmati nasi gulai daging ditambah dengan sosis bakar, lumpia dan segelas es dawet hitam. Sungguh, perut rasanya benar-benar tidak menyisakan tempat untuk bernapas. Tidak berapa lama, iqamat pun menggema, beruntung saya mendapat shaf depan di bangunan utama masjid. Subhannallah, bacaan imam begitu indah dan menyentuh yang mendamaikan hati. Ini adalah kali pertama saya shalat di Masjid Jogokariyan, yang sebenarnya sudah saya kenal sejak 6 tahun lalu semasa masih di Pekanbaru. Kali ini, saya benar-benar sujud di karpet hijaunya dan berbaur dengan ratusan jamaahnya di magrib kesepuluh Ramadhan (saya mulai Ramadhan Jumat, 20 Juli). Kesan yang sangat mendalam, dan saya niatkan akan datang kembali.***
[caption id="attachment_197648" align="aligncenter" width="300" caption="Ceramah Menjelang Berbuka Puasa"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H