Mohon tunggu...
Joni Lis Efendi
Joni Lis Efendi Mohon Tunggu... wiraswasta, writer, kangenpreneur -

Pembelajar sederhana. Provokator kebajikan. Distributor Kangen Water, IG @joni_kangenwater | @bookpreneur | www.penerbitwr.com | www.kangenwater-id.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Kampoeng Ramadhan Jogokariyan dan 1000 Porsi Takjil

1 Agustus 2012   18:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:20 1118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemeriahan Kampoeng Ramadhan Jogokariyan sudah terlihat ketika kami baru memasuki gapuranya, yang persis di samping SPBU di persimpangan Jalan Parangtritis dan Jogokariyan. Kami tiba sekitar 10 menit menjelang jam 5 sore. Ahad (29 Juli) adalah waktu yang tepat untuk merasakan kemeriahan dan kesemarakan Kampoeng Ramadhan Jogokariyan. Ribuan orang tumpah ruah memadati jalanan Jogokariyan yang di sisi kiri kanannya dipenuhi ratusan penjual takjil berbuka. Para pedagang makanan menjajakan mekanan dan minum untuk berbuka puasa di atas meja-meja kecil, begitu menggundang selera. Ada juga dengan gerobok dorong khas penjual somay, batagor dan bakso keliling.

[caption id="attachment_197638" align="aligncenter" width="300" caption="Kampoeng Ramadhan Jogokariyan"][/caption]

Sore itu, ribuan orang memadati Jalan Jogokariyan yang merupakan arena utama dalam kesemarakan Kampoeng Ramadhan tahun ini. Penyelenggaraan Kampoeng Ramadhan tahun 1433 H (2012) kali ini adalah yang kedelapan kalinya. Berarti sudah delapan kali even tahunan selama sebulan ini diadakan di Jogokariyan. Secara geografis, Jogokariyan masih masuk wilayah Kota Yogyakarta, yang berada selatan Kota Gudek yang persis di perbatasan dengan Kabupaten Bantul. Berjarak sekitar 3 kilometer dari Kraton Ngayogyakarta, dengan transportasi yang mudah diakses dengan bus kota karena persis berada di Jalan Parangtritis yang merupakan rute utama ke objek wisata pantai yang terkenal itu, Parangtritis.

[caption id="attachment_197639" align="aligncenter" width="300" caption="Jalan Jogokariyan penuh sesak"]

13438455602109859019
13438455602109859019
[/caption]

Nuansa Ramadhan nan islami makin terasa dengan alunan nasyid dan lagu-lagu relegius dari speaker yang dipasang di sepanjang jalan menuju ke Masjid Jogokariyan. Masjid Jogokariyan merupakan masjid percontohan di Kota Yogyakarta. Bangunan utama masjid tidaklah terlalu besar, sekitar 10x10 meter dengan dua lantai. Tapi sudah diperlebar sampai ke serambi timur, selatan dan utara untuk bisa menampung jamaah yang terus bertambah banyak. Bahkan, kini sedang dibangun dua lantai di bagian timur masjid yang diperkirakan mampu menampung seribu jamaah lebih. Dari masjid inilah pusat denyut Kampoeng Ramadhan dikemudikan, mulai dari pengajian rutin isya dan tarawih, subuh dan menjelang berbuka puasa, serta ikhtikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Pengurus masjid juga mengkoordinir pedagang takjil di sepanjang Jalan Jogokariyan.

[caption id="attachment_197640" align="aligncenter" width="300" caption="Masjid Jogokariyan"]

13438456451855856028
13438456451855856028
[/caption]

Nuansa Ramadhan di Jogokariyan begitu terasa. Kesemarakan sore menjelang magrib benar-benar memberikan kesan yang mendalam. Masyarakat sekitar yang menjadi penjual takjil mampu mendapatkan pemasukan yang sangat lumayan. Ekonomi rakyat kecil pun berputar. Ditaksir setiap lapak dagangan penjual takjil bisa beromzet ratusan bahkan jutaan rupiah setiap sorenya. Manfaat kegiatan yang multiefek, tidak hanya meningkatkan kualitas ibadah dengan berbagai acara kajian keislaman dan ibadah, tapi juga memberikan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Iman makin mantap dan saku pun makin tebal.

[caption id="attachment_197641" align="aligncenter" width="300" caption="Penjual Takjil"]

13438457311129955404
13438457311129955404
[/caption]

Selain itu, juga menjadi semacam kegiatan budaya yang sangat menarik bagi pelancong domestik ataupun wisatawan asing. Saya juga melihat ada beberapa turis yang sedang membeli takjil. Panggung festival pun diisi dengan kegiatan yang bermanfaat khususnya bagi anak-anak dan remaja. Kampoeng Ramadhan Jogokariyan bisa dikatakan sebagai bentuk miniatur kebudayaan masyarakat Yogyakarta, mulai dari khasanah keislamanannya, kuliner dan budayanya. Tentu saja juga mampu menggerakan ekonomi masyarakatnya.

[caption id="attachment_197642" align="aligncenter" width="300" caption="Panggung Festival Ramadhan"]

13438459021633218938
13438459021633218938
[/caption]

Niat awal kami datang ke Kampoeng Ramadahan Jogokariyan adalah ingin mengikuti kajian menjelang berbuka. Namun karena kemeriahan festival “takjil” yang menggoda untuk jepret sana jepret sini sedikit banyak telah melunturkan niat itu. Nuansanya begitu meriah sore itu. Bayangkan saja, untuk menempuh jarak dari gapura sampai ke Masjid Jogokariyan yang hanya berjarak sekitar satu kilometer ditempuh dalam waktu sepuluh menit lebih. Jalan Jogokariyan yang tidak terlalu lebar itu benar-benar penuh sesak oleh motor, pesepeda dan pejalanan kaki. Tidak terlihat mobil melewati Jalan Jogokariyan, yang sepertinya harus mengambil rute lain. Banyak juga orang tua yang turut membawa anak-anaknya.

[caption id="attachment_197643" align="aligncenter" width="300" caption="Penjual Takjil"]

1343845983328996947
1343845983328996947
[/caption]

Aneka takjil dan bebukaan yang mengundang selera dengan berbagai pilihan begitu mudah didapatkan tentunya dengan harga yang sangat terjangkau. Jika dibandingkan di tempat lain, aneka makanan berbuka puasa yang dijual di sini lebih beragam dengan harga yang lebih murah. Aneka makanan khas daerah kita dapatkan mulai dari lumpiah, otak-otak, gudeg, pecel, gado-gado, jenang, bakso, somay, batagor, sate dan lain-lain. Begitu juga dengan minumannya seperti es dawet hitam khas Purworejo, es pisang ijo, cendol, cilok, es cincau dan aneka jus serta minuman yang segar lainnya. Bukan hanya makanan tradisional, ada juga yang menjual sosis bakar, sosis udang, makanan khas Jepang dan lain-lain. Pembeli tidak usah turun dari motornya untuk memesan takjil yang diinginkannya.

[caption id="attachment_197644" align="aligncenter" width="300" caption="Makanan Khas Jepang"]

1343846035332803589
1343846035332803589
[/caption]

Walau sudah niat untuk berbuka di Masjid Jogokariyan, yang setiap hari menyediakan tidak kurang 1000 porsi takjil untuk jamaah, tapi tidak ada salahnya mencoba takjil khas dan unik yang dijual di festival Ramadhan kali ini. Kami pun mengawali pemburuan takjil dengan memesan dua potong lumpiah sayur isi telur puyuh yang hanya dibandrol Rp 1.500,- setiap potongnya. Kemudian kami melanjutkan ke stan yang menjual es dawet hitam khas Purworejo yang hanya berlabel Rp 2.500,- Selanjutnya ingin mencoba sensasi sosis bakar sepertinya adalah pilihan jitu. Sangat ramai stan makanan impor ini. Kami pun mengantri lebih dari 5 menit sebelum mendapatkan dua potong sosis bakar dengan palunan saus. Saya berniat ingin melanjutkan ”hunting” takjil khas lainnya, tapi sepertinya waktu sudah mepet menuju angka 17.28 WIB. Itu tandanya kami harus segera ke masjid. Sudah banyak yang memadati pelataran utara masjid tempat bapak-bapak menunggu berbuka sembari mendengar pengajian, yang akan ditutup doa oleh sang ustad.

[caption id="attachment_197647" align="aligncenter" width="300" caption="Es dawet hitam khas Purworejo"]

13438462541805140721
13438462541805140721
[/caption]

[caption id="attachment_197645" align="aligncenter" width="300" caption="Sosis Bakar"]

1343846099263283562
1343846099263283562
[/caption] Suguhan takjil masjid yang sederhana, segelas air manis dengan aroma nanas (potongan nanas dimasukan dalam air manis itu yang meninggalkan aroma khas buah bersisik itu, yang beruntung juga akan mendapatkan potongannya di dalam gelasnya). Serta, sepiring nasi dengan gulai daging, dengan kerupuk yang menutupi hampir setengah piring itu. Setiap harinya, Masjid Jogokariyan menyediakan sekitar 1000 porsi takjil untuk para jamaah, tukang parkir dan pedagang, semuanya gratis. Masjid Jogokariyan juga memiliki dapur umum yang persis berdempetan di sisi selatan masjid, yang sepertinya nasi gulai daging itu dimasak oleh pengurus masjid dan panitia Ramadhan. Tampak juga bapak-bapak menggotong nampan besar dengan susunan piring di atasnya yang dibagikan kepada setiap jamaah. Ibu-ibu pengajian juga ikut membantu mengisi piring-piring itu dengan menu wajib; nasi, gulai daging dan kerupuk. Semua bekerja dengan rapi, teratur dan pastinya ikhlas, hehe... [caption id="attachment_197652" align="aligncenter" width="300" caption="Ibu-ibu menyiapkan takjil"]
13438466012000941012
13438466012000941012
[/caption] [caption id="attachment_197653" align="aligncenter" width="300" caption="Anak-anak menunggu berbuka puasa"]
1343846665478320609
1343846665478320609
[/caption]

Di dekat panggung festival, saya melihat puluhan anak-anak playgroup dan TK, mungkin ada juga yang sudah SD, mematut piring-piring takjil mereka seakan-akan tidak sabar menunggu waktu magrib menghampiri. Beberapa anak malah sudah menyendok nasinya, padahal ustad belum selesai ceramahnya dan serine waktu berbuka belum meraung membela langit magrib. Saya hanya tersenyum melihatnya. Karena memang mereka belum terkena kewajiban untuk berpuasa. Moga-moga acara berbuka bersama ini menjadi kenangan indah di memori masa kecilnya, bahwa berbagi itu indah.

Tidak ingin berdesakan, saya berwudhu lebih dahulu sebelum beduk magrib bertalu. Tidak ada orang di tempat wudhu pria, yang berada di selatan masjid yang tidak jauh dari dapur umum. Tempat wudhu pria juga ada di sisi barat dan timur masjid. Perkiraan saya benar, setelah menyantap takjil, ratusan jamaah bapak-bapak itu menyerbu tempat wudhu. Sedangkan saya dan teman adem ayam menikmati nasi gulai daging ditambah dengan sosis bakar, lumpia dan segelas es dawet hitam. Sungguh, perut rasanya benar-benar tidak menyisakan tempat untuk bernapas. Tidak berapa lama, iqamat pun menggema, beruntung saya mendapat shaf depan di bangunan utama masjid. Subhannallah, bacaan imam begitu indah dan menyentuh yang mendamaikan hati. Ini adalah kali pertama saya shalat di Masjid Jogokariyan, yang sebenarnya sudah saya kenal sejak 6 tahun lalu semasa masih di Pekanbaru. Kali ini, saya benar-benar sujud di karpet hijaunya dan berbaur dengan ratusan jamaahnya di magrib kesepuluh Ramadhan (saya mulai Ramadhan Jumat, 20 Juli). Kesan yang sangat mendalam, dan saya niatkan akan datang kembali.***

[caption id="attachment_197648" align="aligncenter" width="300" caption="Ceramah Menjelang Berbuka Puasa"]

13438463701023176286
13438463701023176286
[/caption] [caption id="attachment_197650" align="aligncenter" width="300" caption="Menunggu Berbuka Puasa"]
13438464411135001469
13438464411135001469
[/caption] [caption id="attachment_197651" align="aligncenter" width="300" caption="Takjil Berbuka"]
13438464941011951991
13438464941011951991
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun