Mohon tunggu...
Joni Efendi
Joni Efendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cucuran Peluh Pemulung Renta Demi Bertahan Hidup

29 Januari 2025   21:17 Diperbarui: 29 Januari 2025   21:17 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sukarli, Warga Semuli Raya, Lampung Utara saat mengumpulkan barang bekas. (Poto/joni kompasiana)

Oleh : Joni Efendi

SIANG itu panas terik. Suara bising lalu lalang kendaraan sibuk dengan aktivitas. Seorang pria menyibak satu persatu sampah. Wajahnya layu, berbaju lusuh. Sehelai handuk mengalung di leher. Peluh bercucuran di wajahnya yang mulai mengeriput. Pria paruh baya berkulit gelap, bertubuh ringkih itu, tertatih-tatih mengumpulkan kardus, plastik, dan botol minuman bekas.

Di sepanjang jalan Simpang Propau hingga Semuli Raya, Kotabumi, dia setiap hari mengumpulkan sampah demi bertahan hidup. "Umur saya 60 tahun, tinggal sendiri di Semuli Raya, Kotabumi, Lampung Utara, enggak punya istri, apalagi anak. Kerja pun seperti ini," ucap Sukarli, nama lelaki itu, saat berbincang belum lama ini.

Sejenak ia tertegun. Pandangannya kosong, riak air terdengar sayup tak jauh dari tempat duduknya. Ia melempar pandang ke hamparan ilalang sembari menyantap makanan dari seseorang yang ia temui di jalan. Dia terlihat letih, obrolan pun kadang terhenti saat ia menyeka keringat diwajahnya.

Pria kelahiran Astra Ksetra, Menggala 1963 itu mengaku pernah berprofesi sebagai buruh serabutan. Kini, tiap hari ia mencari barang bekas yang bisa dijual kembali. "Kerjanya keliling bawa sepeda, mencari barang bekas yang telah buang pemiliknya," sebutnya lirih, sembari menyeruput sebotol air.

Meski sudah renta, namun semangat Sukarli tidak pantang surut untuk mencari nafkah, prinsipnya yang penting tidak mengemis kepada orang lain meski harus memulung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. "Setiap pagi tiba saya mulai melakukan aktifitas hingga sore hari," katanya, lalu beranjak.

Masih Lajang

Tekanan dan stigma pun kerap dihadapi Sukarli yang masih berstatus lajang meski usianya sudah lebih setengah abat. Sebagian masyarakat, katanya, masih menganggap menikah dan berkeluarga sebagai suatu pencapaian dan tanda kedewasaan seseorang.

Kondisi ekonominya itu membuat Sukarli nyaris putus asa, apalagi diusianya yang sudah renta. Tempat tinggal pun ia masih menumpang di rumah adiknya. Hal itu membuat ia pasrah jika di akhir usianya nanti tidak ditemukan pasangan hidupnya.

Sebagai manusia normal, tentu ia berharap kelak mendapatkan jodoh meski harapan itu hanya setipis kulit bawang. Dimana, jodoh, maut dan rejeki sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. "Kapan kita tidak tahu. Semua ketentuan dan ketetapan Allah SWT. Optimis aja," kata lelaki itu.

Ikhlas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun