Tanah merupakan sumber daya alam yang penting bagi kehidupan manusia. Agar tidak terjadi kepemilikan tanah yang berlebihan maka negara mengatur kepemilikannya. Hal ini sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kepemilikan tanah dibagi dalam bermacam-macam hak sesuai dengan UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pengelompokkan itu berdasarkan perorangan maupun badan hukum, yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak lainnya yang tidak termasuk dalam hak-hak yang ditetapkan oleh undang-undang serta hak yang sifatnya sementara.
Berdasarkan pengaturan tentang pengelompokkan itu, mesti pula disampaikan secara jelas tentang hak milik tanah bagi warga Nawukote di area Koja Robek. Apakah itu merupakan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa dan seterusnya. Jika misalnya ini merupakan hak Guna Bangunan, maka mesti pula dijelaskan kepada warga.Apakah mungkin disepakti pula tentang jangka waktu? Warga baik terdampak maupun warga desa desa Hewa, mesti diberi pencerahan soal hak-hak ini. Hal itu sangat penting sehingga dicapai kesepakatan bersama dan menjadi pula komitmen bersama. Bersamaan dengan itu, tentu kesepakatan secara adat juga dilakukan sebagai bentuk kearifan lokal yang turut mengikat .
Ini semua dilakukan agar dapat meminimalisir masalah-masalah soal tanah yang mungkin saja terjadi di kemudian hari. Hari-hari ini karena bencana letusan GL laki-laki, kita semua terenyu karena dampaknya terhadap kehidupan warga. Semua memberi bantuan karena mencintai sesama warga yang menderita. Warga Desa Hewa pun hendak memberi dengan cinta wlayah Koja Robek sebagai wilayah pemukiman bagi warga Nawukote. Koja Robek tentu tercatat dalam sejarah orang Hewa sebagai wilayah kemanusiaan, bukan lagi lahan tidur. Karena cinta orang Hewa kepada warga Nawukote. Perlu diketahui, warga Desa Hewa juga merupakan warga terdampak dan hari-hari ini berada di pengungsian. Desa Hewa tidak termasuk dalam data desa yang direlokasi.
Jiak semua dibicarakan dengan itikad baik tenatu kita tidak ini mengidungkan litani tetang merobek cinta di Kota Robek di kemudian hari, meski perselisihan sekecil apapun. Karena itu, semua mesti dibicarakan saat ini dari hati ke hati.
Pilihan Lain
Ketika Koja Robek masih menjadi polemik ada plihan lain, yakni tempat lain di wilayah Desa Hewa yakni Lamalorit. Menurut Rus Uran, wilayah ini cukup luas sebagai alternatif lain selain daerah Koja Robe. Daerah ini di mata jalan raya sehingga bisa memudahkan akses warga pengungsi. Itu pun mesti disepakati bersama antara para tuan tanah dari beberapa Desa, karena Lama Lorit itu meski berada di wilayah Desa Hewa tetapi kepemilikannya oleh warga di desa lain.
Ketua Stasi Gereja Santu Mikhael Hewa, Yuven Soge, dalam perbuncangan dengan penulis, menyarankan agar penentuan wilayah yang menjadi relokasi terpusat mesti dibicarakan dengan kepala dingin. Hal itu untuk meminimalisir dampaknya di kemudian hari.
"Masalah tanah menjadi masalah serius sehingga perlu dicari jalan tengah agar warga pengungsi tidak lagi menjadi korban atas kebijakan yang gegabah," simpul Yuven.