Mohon tunggu...
Joni Daud
Joni Daud Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Domba Hitam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dilema Bapak Pembangunan

22 September 2016   20:55 Diperbarui: 22 September 2016   21:04 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mochtar Riady sebagai pendiri dari Grup Lippo di Indonesia tentu kita semua mengetahui kiprah beliau dalam berbisnis. Ia mendirikan Siloam Hospital, UPH, Property dan Institut Penelitian Kanker tidak serta merta diberi gelar Bapak Pembangunan disuatu daerah. Tentu hal ini harus dimengerti karena beliau adalah seorang pebisnis yang mampu membaca peluang usaha dengan mendirikan rumah sakit Siloam Hospital. Dan hal itu tidak terlepas Profit Oriented beliau dalam berbisnis. Mungkin hanya julukan Dewa Manajemen Perbankan yang melekat pada beliau semasa kepemimpinannya diberbagai perbankan nasional. 

Membangun rumah sakit, perhotelan, plaza dan pabrik tidak serta merta juga mendapat gelar bapak pembangunan, tentu karena hal tersebut seorang individu pebisnis adalah Profit Oriented. Dalam hal ini pemilik modal tentu tidak hanya ingin investasinya Non-Profit Oriented, bagaimana mungkin secara logika, pebisnis mau merelakan uangnya begitu saja untuk investasi yang tidak Profit Oriented. Tentu ada timbal balik dari nilai investasinya yaitu LABA.

Jika memang pemberia gelar Bapak Pembangunan jika dipersempit lagi didaerah, hal tersebut juga tidak akan mudah diterima oleh logika. Bagaimana mungkin seorang yang menjabat sebagai penjabat publik baru dua tahun bisa dengan bangganya menaruh gelar Bapak Pembangunan dibawah balihonya. Bapak SBY pun belum tentu yang membangun lebih banyak tidak akan menaruh gelar tersebut dalam waktu dekat, atau Bapak Jokowi yang mengejar percepatan pembangunan infrastruktur tidak akan menganugerahi diri sendiri dengan gelar Bapak Pembangunan. Dan tentu organisasi lainnya tidak akan sembarangan memberi gelar jika ditelusuri lebih dalam harus dengan banyak pertimbangan juga.

Semua Karena Pilkada

Menjelang Pilkada 2017 banyak politikus memanfaatkan momen ini untuk menarik simpati masyarakat. Dan kita akan menemui banyak embel-embel dari para tokoh. Sehingga memang dari politikus tersebut hanya ingin mengambil keuntungan dari momen ini. kita berharap juga bisa memperhatikan etika dalam berkampanye sehingga tidak menjadi bahan olokan dimasyarakat tentang calon-calon tersebut.

Tentang memilih calon pemimpin daerah kita memang harus hati-hati dan teliti. Karena memang pasti ada calon yang hanya mengincar kekuasaan untuk melengkapi profil diri di Wikipedia. Sebenarnya hampir sulit dijaman sekarang ini untuk memilih pemimpin yang memang bersih, professional dan transparan.

Karena apa? Mungkin ada beberapa politisi yang hanya Profit Oriented, menjadikan jabatan publik sebagai mesin pencari LABA. Padahal tugas mereka adalah melayani, bukan pencari LABA. Dan penjabat publik/politisi mempunyai biaya politik yang mahal. Semoga saja tidak Profit Oriented.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun